Berikut ialah cuitan dia dalam mengisahkan perjalanan hidupnya yang membuatnya kembali ke Islam:
- Walau masih berbeda aqidah dgn kedua orangtua | Alhamdulillah saya dikaruniai fasilitas dlm keluarga.
- Di Tahun 2002, saya menjadi Muslim sesudah 18 tahun merayakan Natal | Banyak yang berubah sesudah saya memahami agama Islam.
- Proses berpikir yg mengantarkan saya pada Islam | Agama logis yang bisa memuaskan akal, menenangkan hati, dan sesuai fitrah.
- Prinsip tauhid di dlm Islam itu sederhana dan mengena | Prinsip Satu Tuhan itu menenangkan dan menentramkan.
- Setelah menjadi seorang Muslim tentu banyak adaptasi yg hrs saya lakukan | Aqidah Islam tentu mengubah banyak prinsip hidup.
- Salah satu prinsip yg terpenting ialah penjagaan terhadap aqidah | Pengakuan bahwa Allah itu Satu dan tiada yang menyamai-Nya.
- Saya memasuki Islam sekira bln Oktober 2002 | Maka ujian pertama ada di bulan Desember 2002 dikala perayaan Natal keluarga.
- Sulit sekali pada waktu itu utk memberikan pada orangtua, saya sudah menjadi seorang Muslim | Apalagi menjelaskan perihal Natal.
- Terbayang sudah selaksa bantahan dan omelan yg bakal diterima | Apalagi menjelaskan bahwa saya tidak lagi ikut-ikutan Natalan.
- Hanya saja saya tahu persis apa itu Natal | Bagi kaum Katolik itu perayaan terbesar yaitu kelahiran Yesus, Tuhan Juru selamat.
- Maka perayaan Natal itu bagi saya mempunyai konsekuensi aqidah | Yang takkan pernah saya sampaikan selamat padanya apalagi saya ikuti.
- Terbayang lagi respon yg saya terima nantinya?, dimarahi? diamuk? diusir? | Bagaimanapun juga ini prinsip aqidah yang harus sampai.
- Benar saja, orangtua saya tentu tidak terima | Dgn perdebatan alot 3 hari balasannya ke-Islam-an saya bisa menerima tempat.
- Saat itu ayah saya berucap | “Papi tidak bisa melarang kau Muslim, tapi Papi juga tidak bisa mendapatkan kau Muslim”.
- Sementara isak tangis ibu saya menjadi latar diskusi alot kita sepanjang 3 hari | Hati anak mana yang tak duka melihat airmata ibunya?.
- Tapi sekali lagi ini ialah aqidah yang tidak bisa ditawar | Saya menguatkan hati sambil mengingat usaha Saad bin Abi Waqqash.
- Saya hanya berharap pada Allah jikalau saya bertahan dengan aqidah ini | Allah memperkenankan suatu dikala kelak ayah-ibu saya Muslim.
- Namun ada hal yang benar-benar sulit mereka terima | “Mengapa juga dihentikan hanya sekadar mengucap Natal atau ikut merayakan?”.
- Saya pahami cara pikir orangtua saya tentu tidak sama dengan apa yang saya pahami | Menjelaskan prinsip aqidah bukan mudah.
- Bagi mereka “Selamat Natal” itu cuma sekedar ucapan | Bagi saya kata-kata “cuma” itu seringkali hasutan setan yg paling laku manis.
- Walau “cuma” ucapan selamat | Saya tidak ingin mengingkari keyakinan utama bahwa Allah itu Satu dan tiada yang bersekutu dengan-Nya.
- Dengan berat hati dan kelu pengecap lantaran beratnya amanah ini | Saya mencoba menjelaskan pada kedua orangtua saya.
- “Islam itu sangat menghormati Yesus (Isa) | Namun kami memuliakannya sebagai Nabi bukan sebagai Tuhan”.
- “Isa Ibnu Maryam disebut lebih banyak dari Muhammad di dalam Al-Qur’an | Namun kami tidak bisa mendapatkan bahwa dia dianggap Tuhan”.
- “Sedang ibunya Maryam itu perempuan terbaik di dunia tersebab kesuciannya | Namun kami tidak bisa menganggapnya ibunda dari Tuhan”.
- “Sedang kelahiran dari Isa Ibnu Maryam tertulis mulia di dalam Al-Qur’an | Dan keselamatan padanya selalu sepanjang masa”
- “Dan salam dilimpahkan kepadaku, pada hari saya lahir, pada hari saya wafat dan pada hari saya dibangkitkan hidup kembali” (Qur’an Surat 19:33).
- “Kami menghormati Isa sebagaimana kami memuliakan ibunya | Juga keluarga Imran, Daud, Musa, dan Ibrahim”.
- “Sulit kami merayakan atau mengucapkan yang dianggap sebagai hari lahir (natal) Tuhan Yesus (Isa) | Tidak bisa kami menyelisihi Isa”
- Sedang Isa bin Maryam berpesan | “Sungguh saya ini hamba Allah, Dia memberiku AlKitab (Injil) dan Dia menimbulkan saya Nabi” (QS 19:30).
- Amanah sudah kami sampaikan bahwa kami tidak bisa ikuti perayaan Natal | Tidak juga mengucap “Selamat Natal” pada satu hal yang batil.
- Kami mengakui dan memberi salam pada kelahiran Isa Ibnu Maryam Sang Nabi yang disucikan | Bukan salam pada hari kelahiran Tuhan.
- Begitulah saya jelaskan dengan baik | Dengan perkataan lembut lagi menghormati kedua orangtua sebagaimana perintah Allah.
- Alhamdulillah, hingga dikala ini mereka memahami dengan baik | Bahwa toleransi Muslim ialah membiarkan perayaan mereka.
- Alhamdulillah pula mereka melihat perubahan saya sesudah menjadi Muslim | yg tentu lebih menghargai, menyayangi, menghormati orangtua.
- Tiada kebencian pada orang non Islam | Justru lantaran sayang kita ingin mengajak mereka menuju cahaya Islam termasuk orangtua saya.
- Tidak pernah kekerabatan saya-ayah, saya-ibu lebih baik dari hari ini bercanda bergurau, berkisah | Tak pernah ada ini sebelum Muslim.
- Islam mengajarkan saya menghormati dan memuliakan orangtua sepenuh jiwa | Maka tak pernah ada kisah mereka protes perihal toleransi.
- Karena orangtua saya tahu persis hanya lantaran Islam saya bisa berkasih dengan mereka | Allah yang ajarkan saya mencintai kedua orangtua.
- Alhamdulillah, Allah memudahkan saya menjaga aqidah saya | Bukan terombang-ambing tak terang atas alasan toleransi.
- Bila kita selalu baik pergaulannya setiap dikala pada saudara kita non-Muslim | tidak mengucap Selamat Natal tak menjadi soalan dan masalah.
- Alhamdulillah Allah sudah menunjuki kita Islam | Mudah-mudahan kita selalu menjaganya | wallahua’lam
Posting Komentar untuk "Toleransi Terhadap Natal Berdasarkan Ustadz Felix Siauw"