Surah Al Munafiqun (Orang-Orang Munafik)
Surah ke-63. 11 ayat. Madaniyyah
بِسْمِ اللَّهِ الرَّحْمَنِ الرَّحِيمِ
Dengan menyebut nama Allah Yang Maha Pemurah lagi Maha Penyayang.
Ayat 1-4: Akhlak dan sifat kaum munafik, persekongkolan yang mereka lakukan terhadap Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam dan kaum mukmin, dan peringatan kepada Nabi Muhammad shallallahu 'alaihi wa sallam dan kaum mukmin biar berhati-hati terhadap mereka.
إِذَا جَاءَكَ الْمُنَافِقُونَ قَالُوا نَشْهَدُ إِنَّكَ لَرَسُولُ اللَّهِ وَاللَّهُ يَعْلَمُ إِنَّكَ لَرَسُولُهُ وَاللَّهُ يَشْهَدُ إِنَّ الْمُنَافِقِينَ لَكَاذِبُونَ (١) اتَّخَذُوا أَيْمَانَهُمْ جُنَّةً فَصَدُّوا عَنْ سَبِيلِ اللَّهِ إِنَّهُمْ سَاءَ مَا كَانُوا يَعْمَلُونَ (٢) ذَلِكَ بِأَنَّهُمْ آمَنُوا ثُمَّ كَفَرُوا فَطُبِعَ عَلَى قُلُوبِهِمْ فَهُمْ لا يَفْقَهُونَ (٣) وَإِذَا رَأَيْتَهُمْ تُعْجِبُكَ أَجْسَامُهُمْ وَإِنْ يَقُولُوا تَسْمَعْ لِقَوْلِهِمْ كَأَنَّهُمْ خُشُبٌ مُسَنَّدَةٌ يَحْسَبُونَ كُلَّ صَيْحَةٍ عَلَيْهِمْ هُمُ الْعَدُوُّ فَاحْذَرْهُمْ قَاتَلَهُمُ اللَّهُ أَنَّى يُؤْفَكُونَ (٤)
Terjemah Surat Al Munafiqun Ayat 1-4
1. [1] [2]Apabila orang-orang munafik tiba kepadamu (Muhammad), mereka berkata[3], "Kami mengakui, bahwa engkau ialah rasul Allah[4].” Dan Allah mengetahui bahwa engkau benar-benar Rasul-Nya; dan Allah menyaksikan bahwa orang-orang munafik itu benar-benar pendusta[5].
2. Mereka menjadikan sumpah-sumpah mereka sebagai perisai[6], kemudian mereka menghalang-halangi (manusia) dari jalan Allah. Sungguh, betapa buruknya apa yang telah mereka kerjakan[7].
3. Yang demikian itu lantaran sesungguhnya mereka telah beriman[8], kemudian menjadi kafir[9], maka hati mereka dikunci[10], sehingga mereka tidak sanggup mengerti[11].
4. Dan apabila engkau melihat mereka, badan mereka mengagumkanmu. Dan jikalau mereka berkata, engkau mendengarkan tutur katanya[12]. Mereka seolah-olah kayu yang tersandar[13]. Mereka menerka bahwa setiap teriakan ditujukan kepada mereka[14]. Mereka itulah musuh (yang sebenarnya)[15], maka waspadalah terhadap mereka[16]; semoga Allah membinasakan mereka. Bagaimanakah mereka sanggup dipalingkan (dari kebenaran)[17]?
Ayat 5-8: Akhlak kaum munafik, ucapan jelek mereka kepada Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam dan anggapan mereka bahwa agama Beliau akan binasa.
وَإِذَا قِيلَ لَهُمْ تَعَالَوْا يَسْتَغْفِرْ لَكُمْ رَسُولُ اللَّهِ لَوَّوْا رُءُوسَهُمْ وَرَأَيْتَهُمْ يَصُدُّونَ وَهُمْ مُسْتَكْبِرُونَ (٥) سَوَاءٌ عَلَيْهِمْ أَسْتَغْفَرْتَ لَهُمْ أَمْ لَمْ تَسْتَغْفِرْ لَهُمْ لَنْ يَغْفِرَ اللَّهُ لَهُمْ إِنَّ اللَّهَ لا يَهْدِي الْقَوْمَ الْفَاسِقِينَ (٦) هُمُ الَّذِينَ يَقُولُونَ لا تُنْفِقُوا عَلَى مَنْ عِنْدَ رَسُولِ اللَّهِ حَتَّى يَنْفَضُّوا وَلِلَّهِ خَزَائِنُ السَّمَاوَاتِ وَالأرْضِ وَلَكِنَّ الْمُنَافِقِينَ لا يَفْقَهُونَ (٧) يَقُولُونَ لَئِنْ رَجَعْنَا إِلَى الْمَدِينَةِ لَيُخْرِجَنَّ الأعَزُّ مِنْهَا الأذَلَّ وَلِلَّهِ الْعِزَّةُ وَلِرَسُولِهِ وَلِلْمُؤْمِنِينَ وَلَكِنَّ الْمُنَافِقِينَ لا يَعْلَمُونَ (٨)
Terjemah Surat Al Munafiqun Ayat 5-8
5. Dan apabila dikatakan kepada mereka (orang-orang munafik), “Marilah (beriman), biar Rasulullah memohonkan ampunan bagimu[18].” Mereka membuang muka[19] dan engkau melihat mereka berpaling[20] menyombongkan diri[21].
6. Sama saja bagi mereka, engkau (Muhammad) memohonkan ampunan untuk mereka atau tidak engkau mohonkan ampunan bagi mereka, Allah tidak akan mengampuni mereka; sesungguhnya Allah tidak akan memberi petunjuk kepada orang-orang yang fasik.
7. [22]Mereka yang berkata (kepada orang-orang Anshar), "Janganlah kau bersedekah kepada orang-orang (Muhajirin) yang ada di sisi Rasulullah hingga mereka bubar (meninggalkan Rasulullah)[23]." Padahal milik Allah-lah perbendaharaan langit dan bumi[24], tetapi orang-orang munafik itu tidak memahami[25].
8. Mereka berkata, "Sungguh, jikalau kita telah kembali ke Madinah[26], pastilah orang yang kuat[27] akan mengusir orang-orang yang lemah[28] dari sana." Padahal kekuatan itu hanyalah bagi Allah, Rasul-Nya dan bagi orang-orang mukmin, tetapi orang-orang munafik itu tidak mengetahui[29].
Ayat 9-11: Peringatan kepada kaum mukmin biar tidak tersibukkan oleh dunia sehingga melalaikan diri dari beribadah kepada Allah Subhaanahu wa Ta'aala, dan seruan kepada mereka untuk berinfak saleh dan berinfak di jalan Allah sebelum maut tiba.
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا لا تُلْهِكُمْ أَمْوَالُكُمْ وَلا أَوْلادُكُمْ عَنْ ذِكْرِ اللَّهِ وَمَنْ يَفْعَلْ ذَلِكَ فَأُولَئِكَ هُمُ الْخَاسِرُونَ (٩) وَأَنْفِقُوا مِنْ مَا رَزَقْنَاكُمْ مِنْ قَبْلِ أَنْ يَأْتِيَ أَحَدَكُمُ الْمَوْتُ فَيَقُولَ رَبِّ لَوْلا أَخَّرْتَنِي إِلَى أَجَلٍ قَرِيبٍ فَأَصَّدَّقَ وَأَكُنْ مِنَ الصَّالِحِينَ (١٠) وَلَنْ يُؤَخِّرَ اللَّهُ نَفْسًا إِذَا جَاءَ أَجَلُهَا وَاللَّهُ خَبِيرٌ بِمَا تَعْمَلُونَ (١١)
Terjemah Surat Al Munafiqun Ayat 9-11
9. [30]Wahai orang-orang yang beriman! Janganlah harta bendamu dan anak-anakmu melalaikan kau dari mengingat Allah[31]. Dan barang siapa berbuat demikian[32], maka mereka itulah orang-orang yang rugi[33].
10. Dan infakkanlah[34] sebagian dari apa yang telah Kami berikan kepadamu[35] sebelum ajal tiba kepada salah seorang di antara kamu; kemudian ia berkata (menyesali)[36], "Ya Tuhanku, sekiranya Engkau berkenan menunda (kematian)ku sedikit waktu lagi[37], maka saya sanggup bersedekah[38] dan saya akan termasuk orang-orang yang saleh[39]."
11. Dan Allah tidak akan menunda (kematian) seseorang apabila waktu kematiannya telah datang. Dan Allah Mahateliti terhadap apa yang kau kerjakan[40].
[1] Imam Bukhari meriwayatkan dengan sanadnya yang hingga kepada Zaid bin Arqam ia berkata, “Aku berada dalam pasukan perang, kemudian saya mendengar Abdullah bin Ubay berkata, “Janganlah kau berinfak kepada orang-orang yang berada di erat Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam sehingga mereka bubar (meninggalkan Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam). Sungguh, jikalau kita pulang dari sisi Beliau, pastilah orang yang berpengaruh akan mengusir orang yang lemah dari sana." Maka saya ceritakan hal itu kepada pamanku atau ke Umar, kemudian ia menceritakannya kepada Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam, kemudian Beliau memanggilku dan saya menceritakan kepadanya, maka Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam mengirimkan orang kepada Abdullah bin Ubay dan kawan-kawannya, kemudian mereka bersumpah bahwa mereka tidak berkata demikian, sehingga Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam menganggapku dusta dan membenarkannya, sehingga saya mencicipi kesedihan yang belum pernah saya rasakan sebelumnya. Aku pun duduk di rumah, kemudian pamanku berkata kepadaku, “Engkau tidak ingin Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam mendustakanmu dan membencimu,” maka Allah Ta’ala menurunkan ayat, “Apabila orang-orang munafik tiba kepadamu (Muhammad),…dst.” Lalu Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam mengirim orang kepadaku untuk membacakan ayat dan berkata, “Sesungguhnya Allah telah membenarkan kau wahai Zaid.” (HR. Bukhari dan Muslim)
[2] Ketika Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam tiba di Madinah, jumlah kaum muslimin di Madinah cukup banyak dan Islam pun semakin berpengaruh di sana, maka di antara penduduknya yang belum memeluk Islam menampakkan keimanan di luar dan menyembunyikan kekafiran di batinnya biar kedudukannya tetap terjaga, darahnya tetap terpelihara dan harta mereka sanggup terjaga, maka Allah Subhaanahu wa Ta'aala menyebutkan sifat mereka biar diketahui sehingga kaum mukmin sanggup bersikap waspada terhadap mereka dan berada di atas pengetahuan.
[3] Dengan mulut mereka yang berbeda dengan hatinya.
[4] Persaksian dari kaum munafik ini ialah dusta dan nifak, padahal untuk memperkuat Rasul-Nya tidak diharapkan persaksian mereka.
[5] Dalam ucapan dan dakwaan mereka.
[6] Mereka bersumpah bahwa mereka beriman ialah untuk menjaga diri dan harta mereka biar jangan dibunuh atau ditawan atau dirampas hartanya.
[7] Karena menampakkan keimanan dan menyembunyikan kekafiran, bersumpah berada di atas keimanan dan memperlihatkan kesan bahwa mereka benar dalam sumpahnya.
[8] Dengan mulut mereka, atau maksudnya mereka tidak tetap di atas keimanan.
[9] Dengan hati mereka, yakni mereka tetap terus di atas kekafiran.
[10] Sehingga tidak sanggup dimasuki kebaikan lagi untuk selamanya.
[11] Hal yang bermanfaat bagi mereka.
[12] Karena bagusnya kata-kata mereka dan yummy didengar. Tubuh dan ucapan mereka mengagumkan, namun di balik itu tidak ada etika yang utama dan petunjuk sedikit pun.
[13] Mereka diumpamakan menyerupai ‘kayu yang tersandar’ untuk menyatakan sifat mereka yang jelek meskipun badan mereka bagus-bagus dan pandai berbicara, akan tetapi bahu-membahu otak mereka ialah kosong tidak sanggup memahami kebenaran seolah-olah kayu yang tersandar ke tembok yang tidak ada manfaatnnya.
[14] Karena mereka takut turun ayat yang membuka rahasia mereka atau menghalalkan darah dan harta mereka. Mereka takut kalau isi hati mereka terbongkar.
[15] Karena musuh yang menampakkan dirinya jauh lebih ringan daripada musuh dalam selimut, yang tidak diketahui sebagai musuh, dimana ia melaksanakan budi anyir dan menciptakan makar diam-diam.
[16] Karena mereka akan berbagi rahasiamu kepada orang-orang kafir.
[17] Bisa juga maksudnya, dipalingkan dari beriman sesudah tegaknya bukti. Atau maksudnya, bagaimana mereka mereka sanggup dipalingkan dari agama Islam sesudah tegak bukti dan dalilnya serta terang rambu-rambunya beralih kepada kekafiran yang tidak memperlihatkan apa-apa kepada mereka selain kerugian dan kesengsaraan.
[18] Terhadap hal yang terjadi padamu biar keadaanmu menjadi baik dan amalmu diterima.
[19] Mereka menolak meminta doa kepada Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam.
[20] Dari kebenaran sambil membencinya.
[21] Inilah keadaan mereka ketika diajak meminta doa Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam, dan hal ini termasuk kelembutan Allah dan karamah(kemuliaan)-Nya kepada Rasul-Nya yaitu mereka (kaum munafik) tidak mau tiba kepada Beliau biar Beliau memintakan ampunan untuk mereka, dan sama saja bagi mereka baik Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam memintakan ampunan untuk mereka atau tidak, maka Allah Subhaanahu wa Ta'aala tidak akan mengampuni mereka lantaran mereka ialah orang-orang yang fasik; yang keluar dari ketaatan kepada Allah dan mengutamakan kekafiran daripada keimanan. Oleh lantaran itu, istighfar dari Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam tidaklah bermanfaat bagi mereka meskipun melaksanakan istighfar untuk mereka sebanyak tujuh puluh kali (lihat At Taubah: 80).
[22] Imam Bukhari meriwayatkan dengan sanadnya yang hingga kepada Muhammad bin Ka’ab Al Qurazhiy ia berkata: Aku mendengar Zaid bin Arqam radhiyallahu 'anhu (berkata), “Ketika Abdullah bin Ubay berkata, “Janganlah kau berinfak kepada orang-orang yang berada di sisi Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam,” ia juga berkata, “Sungguh, jikalau kita telah kembali ke Madinah…dst.” Maka saya beritahukan hal itu kepada Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam kemudian orang-orang Anshar mencelaku, dan Abdullah bersumpah bahwa ia tidak berkata demikian, maka saya pulang ke rumah dan tidur, kemudian Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam memanggilku dan berkata, “Sesungguhnya Allah telah membenarkanmu.” Dan turunlah ayat, “Mereka yang berkata (kepada orang-orang Anshar), "Janganlah kau bersedekah…dst.”
[23] Ini termasuk kerasnya permusuhan mereka kepada Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam dan kaum muslimin ketika mereka melihat kaum muslimin bersatu. Mereka menganggap bahwa tanpa harta dan nafkah mereka (kaum munafik) tentu mereka (kaum muslimin) tidak akan berkumpul membela agama Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam. Sungguh hal ini merupakan sesuatu yang paling aneh, yaitu lantaran kaum munafik yang sangat senang agama Islam terlantar dan kaum muslimin tersakiti menyangka demikian, dimana sangkaan ini hanyalah laku di kalangan orang-orang yang tidak mengetahui keadaan yang sebenarnya. Oleh lantaran itulah dalam lanjutan ayat Allah Subhaanahu wa Ta'aala membantah mereka dengan firman-Nya, “Padahal milik Allah-lah perbendaharaan langit dan bumi.” Yakni Dia yang memberi rezeki kepada siapa yang Dia kehendaki dan menghalangi dari siapa yang Dia kehendaki, memudahkan lantaran bagi siapa yang Dia kehendaki dan menyusahkan kepada siapa yang Dia kehendaki.
[24] Dia akan memberi rezeki kepada kaum muhajirin dan selain mereka.
[25] Sehingga menyampaikan demikian yang isinya memberi kesan bahwa perbendaharaan rezeki ada di tangan mereka dan di bawah kehendak mereka.
[26] Maksudnya, kembali dari perang Bani Musthalik atau perang Muraisi’, ketika ini orang-orang munafik menampakkan kemunafikannya. Tokoh mereka yaitu Abdullah bin Ubay berkata, “Tidak ada perumpamaan antara kita dengan mereka (kaum muhajirin) melainkan menyerupai yang dikatakan seseorang, “Beri makan anjingmu, nanti ia akan memakanmu.” Ia juga berkata, “Sungguh, jikalau kita telah kembali ke Madinah, pastilah orang yang berpengaruh akan mengusir orang-orang yang lemah dari sana."
[27] Yang mereka maksud ialah diri mereka sendiri.
[28] Yang mereka maksud ialah orang-orang mukmin.
[29] Oleh lantaran itulah mereka menyangka bahwa mereka ialah orang-orang yang berpengaruh dan mulia lantaran tertipu dengan kebatilan mereka.
[30] Allah Subhaanahu wa Ta'aala memerintahkan hamba-hamba-Nya yang mukmin untuk banyak mengingat-Nya, lantaran di sana terdapat keberuntungan dan kebaikan yang banyak, dan melarang mereka dibentuk sibuk oleh harta dan bawah umur mereka hingga lalai mengingat Allah. Hal itu, lantaran jiwa insan diciptakan dengan keadaannya yang senang kepada harta dan anak, namun jikalau hingga diutamakan di atas kecintaan dan ketaatan kepada Allah, maka sanggup menyebabkan kerugian yang besar menyerupai ketika dikumandangkan azan Jum’at untuk shalat Jum’at, tetapi ia masih saja sibuk berdagang.
[31] Seperti dari shalat yang lima waktu.
[32] Yakni harta dan anaknya menciptakan lalai dari mengingat Allah.
[33] Tidak mendapat kebahagiaan yang kekal dan kenikmatan yang kekal lantaran mengutamakan kenikmatan yang fana’ (sebentar). Allah Subhaanahu wa Ta'aala berfirman, “Sesungguhnya hartamu dan anak-anakmu hanyalah cobaan (bagimu), dan di sisi Allah-lah pahala yang besar.” (At Taghaabun: 15)
[34] Termasuk dalam hal ini nafkah/infak yang wajib maupun yang sunat. Yang wajib menyerupai zakat, kaffarat, nafkah kepada istri, dsb. Sedangkan yang sunat menyerupai mengorbankan harta untuk segala yang bermaslahat.
[35] Hal ini memperlihatkan bahwa nafkah yang Allah bebankan biar hamba mengeluarkannya tidaklah menyusahkan mereka, bahkan Allah memerintahkan mereka biar mengeluarkan sebagian dari rezeki yang Allah karuniakan kepada mereka, dimana Dia telah mempermudahnya untuk mereka dan mempermudah sebab-sebabnya. Oleh lantaran itu, hendaknya mereka bersyukur kepada Allah yang telah memperlihatkan kepada mereka rezeki itu, yaitu dengan membantu saudara-saudara mereka yang memerlukan dan bersegera kepadanya sebelum tiba ajal yang jikalau tiba, maka seorang hamba tidak sanggup mengejar lagi amal saleh yang telah dilalaikannya.
[36] Meminta biar dikembalikan lagi ke dunia.
[37] Agar saya sanggup mengejar amal saleh yang telah saya lalaikan menyerupai zakat ketika hartanya telah mencapai nishab (ukuran wajib zakat) dan haji ketika sudah mampu.
[38] Sehingga saya sanggup selamat dari azab dan sanggup memperoleh banyak pahala.
[39] Dengan mengerjakan perkara yang diperintahkan dan menjauhi larangan.
[40] Baik atau buruk, kemudian Dia membalasnya sesuai yang Dia ketahui dari kamu, yakni dari niat dan amalmu.
Surah ke-63. 11 ayat. Madaniyyah
بِسْمِ اللَّهِ الرَّحْمَنِ الرَّحِيمِ
Dengan menyebut nama Allah Yang Maha Pemurah lagi Maha Penyayang.
Ayat 1-4: Akhlak dan sifat kaum munafik, persekongkolan yang mereka lakukan terhadap Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam dan kaum mukmin, dan peringatan kepada Nabi Muhammad shallallahu 'alaihi wa sallam dan kaum mukmin biar berhati-hati terhadap mereka.
إِذَا جَاءَكَ الْمُنَافِقُونَ قَالُوا نَشْهَدُ إِنَّكَ لَرَسُولُ اللَّهِ وَاللَّهُ يَعْلَمُ إِنَّكَ لَرَسُولُهُ وَاللَّهُ يَشْهَدُ إِنَّ الْمُنَافِقِينَ لَكَاذِبُونَ (١) اتَّخَذُوا أَيْمَانَهُمْ جُنَّةً فَصَدُّوا عَنْ سَبِيلِ اللَّهِ إِنَّهُمْ سَاءَ مَا كَانُوا يَعْمَلُونَ (٢) ذَلِكَ بِأَنَّهُمْ آمَنُوا ثُمَّ كَفَرُوا فَطُبِعَ عَلَى قُلُوبِهِمْ فَهُمْ لا يَفْقَهُونَ (٣) وَإِذَا رَأَيْتَهُمْ تُعْجِبُكَ أَجْسَامُهُمْ وَإِنْ يَقُولُوا تَسْمَعْ لِقَوْلِهِمْ كَأَنَّهُمْ خُشُبٌ مُسَنَّدَةٌ يَحْسَبُونَ كُلَّ صَيْحَةٍ عَلَيْهِمْ هُمُ الْعَدُوُّ فَاحْذَرْهُمْ قَاتَلَهُمُ اللَّهُ أَنَّى يُؤْفَكُونَ (٤)
Terjemah Surat Al Munafiqun Ayat 1-4
1. [1] [2]Apabila orang-orang munafik tiba kepadamu (Muhammad), mereka berkata[3], "Kami mengakui, bahwa engkau ialah rasul Allah[4].” Dan Allah mengetahui bahwa engkau benar-benar Rasul-Nya; dan Allah menyaksikan bahwa orang-orang munafik itu benar-benar pendusta[5].
2. Mereka menjadikan sumpah-sumpah mereka sebagai perisai[6], kemudian mereka menghalang-halangi (manusia) dari jalan Allah. Sungguh, betapa buruknya apa yang telah mereka kerjakan[7].
3. Yang demikian itu lantaran sesungguhnya mereka telah beriman[8], kemudian menjadi kafir[9], maka hati mereka dikunci[10], sehingga mereka tidak sanggup mengerti[11].
4. Dan apabila engkau melihat mereka, badan mereka mengagumkanmu. Dan jikalau mereka berkata, engkau mendengarkan tutur katanya[12]. Mereka seolah-olah kayu yang tersandar[13]. Mereka menerka bahwa setiap teriakan ditujukan kepada mereka[14]. Mereka itulah musuh (yang sebenarnya)[15], maka waspadalah terhadap mereka[16]; semoga Allah membinasakan mereka. Bagaimanakah mereka sanggup dipalingkan (dari kebenaran)[17]?
Ayat 5-8: Akhlak kaum munafik, ucapan jelek mereka kepada Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam dan anggapan mereka bahwa agama Beliau akan binasa.
وَإِذَا قِيلَ لَهُمْ تَعَالَوْا يَسْتَغْفِرْ لَكُمْ رَسُولُ اللَّهِ لَوَّوْا رُءُوسَهُمْ وَرَأَيْتَهُمْ يَصُدُّونَ وَهُمْ مُسْتَكْبِرُونَ (٥) سَوَاءٌ عَلَيْهِمْ أَسْتَغْفَرْتَ لَهُمْ أَمْ لَمْ تَسْتَغْفِرْ لَهُمْ لَنْ يَغْفِرَ اللَّهُ لَهُمْ إِنَّ اللَّهَ لا يَهْدِي الْقَوْمَ الْفَاسِقِينَ (٦) هُمُ الَّذِينَ يَقُولُونَ لا تُنْفِقُوا عَلَى مَنْ عِنْدَ رَسُولِ اللَّهِ حَتَّى يَنْفَضُّوا وَلِلَّهِ خَزَائِنُ السَّمَاوَاتِ وَالأرْضِ وَلَكِنَّ الْمُنَافِقِينَ لا يَفْقَهُونَ (٧) يَقُولُونَ لَئِنْ رَجَعْنَا إِلَى الْمَدِينَةِ لَيُخْرِجَنَّ الأعَزُّ مِنْهَا الأذَلَّ وَلِلَّهِ الْعِزَّةُ وَلِرَسُولِهِ وَلِلْمُؤْمِنِينَ وَلَكِنَّ الْمُنَافِقِينَ لا يَعْلَمُونَ (٨)
Terjemah Surat Al Munafiqun Ayat 5-8
5. Dan apabila dikatakan kepada mereka (orang-orang munafik), “Marilah (beriman), biar Rasulullah memohonkan ampunan bagimu[18].” Mereka membuang muka[19] dan engkau melihat mereka berpaling[20] menyombongkan diri[21].
6. Sama saja bagi mereka, engkau (Muhammad) memohonkan ampunan untuk mereka atau tidak engkau mohonkan ampunan bagi mereka, Allah tidak akan mengampuni mereka; sesungguhnya Allah tidak akan memberi petunjuk kepada orang-orang yang fasik.
7. [22]Mereka yang berkata (kepada orang-orang Anshar), "Janganlah kau bersedekah kepada orang-orang (Muhajirin) yang ada di sisi Rasulullah hingga mereka bubar (meninggalkan Rasulullah)[23]." Padahal milik Allah-lah perbendaharaan langit dan bumi[24], tetapi orang-orang munafik itu tidak memahami[25].
8. Mereka berkata, "Sungguh, jikalau kita telah kembali ke Madinah[26], pastilah orang yang kuat[27] akan mengusir orang-orang yang lemah[28] dari sana." Padahal kekuatan itu hanyalah bagi Allah, Rasul-Nya dan bagi orang-orang mukmin, tetapi orang-orang munafik itu tidak mengetahui[29].
Ayat 9-11: Peringatan kepada kaum mukmin biar tidak tersibukkan oleh dunia sehingga melalaikan diri dari beribadah kepada Allah Subhaanahu wa Ta'aala, dan seruan kepada mereka untuk berinfak saleh dan berinfak di jalan Allah sebelum maut tiba.
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا لا تُلْهِكُمْ أَمْوَالُكُمْ وَلا أَوْلادُكُمْ عَنْ ذِكْرِ اللَّهِ وَمَنْ يَفْعَلْ ذَلِكَ فَأُولَئِكَ هُمُ الْخَاسِرُونَ (٩) وَأَنْفِقُوا مِنْ مَا رَزَقْنَاكُمْ مِنْ قَبْلِ أَنْ يَأْتِيَ أَحَدَكُمُ الْمَوْتُ فَيَقُولَ رَبِّ لَوْلا أَخَّرْتَنِي إِلَى أَجَلٍ قَرِيبٍ فَأَصَّدَّقَ وَأَكُنْ مِنَ الصَّالِحِينَ (١٠) وَلَنْ يُؤَخِّرَ اللَّهُ نَفْسًا إِذَا جَاءَ أَجَلُهَا وَاللَّهُ خَبِيرٌ بِمَا تَعْمَلُونَ (١١)
Terjemah Surat Al Munafiqun Ayat 9-11
9. [30]Wahai orang-orang yang beriman! Janganlah harta bendamu dan anak-anakmu melalaikan kau dari mengingat Allah[31]. Dan barang siapa berbuat demikian[32], maka mereka itulah orang-orang yang rugi[33].
10. Dan infakkanlah[34] sebagian dari apa yang telah Kami berikan kepadamu[35] sebelum ajal tiba kepada salah seorang di antara kamu; kemudian ia berkata (menyesali)[36], "Ya Tuhanku, sekiranya Engkau berkenan menunda (kematian)ku sedikit waktu lagi[37], maka saya sanggup bersedekah[38] dan saya akan termasuk orang-orang yang saleh[39]."
11. Dan Allah tidak akan menunda (kematian) seseorang apabila waktu kematiannya telah datang. Dan Allah Mahateliti terhadap apa yang kau kerjakan[40].
[1] Imam Bukhari meriwayatkan dengan sanadnya yang hingga kepada Zaid bin Arqam ia berkata, “Aku berada dalam pasukan perang, kemudian saya mendengar Abdullah bin Ubay berkata, “Janganlah kau berinfak kepada orang-orang yang berada di erat Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam sehingga mereka bubar (meninggalkan Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam). Sungguh, jikalau kita pulang dari sisi Beliau, pastilah orang yang berpengaruh akan mengusir orang yang lemah dari sana." Maka saya ceritakan hal itu kepada pamanku atau ke Umar, kemudian ia menceritakannya kepada Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam, kemudian Beliau memanggilku dan saya menceritakan kepadanya, maka Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam mengirimkan orang kepada Abdullah bin Ubay dan kawan-kawannya, kemudian mereka bersumpah bahwa mereka tidak berkata demikian, sehingga Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam menganggapku dusta dan membenarkannya, sehingga saya mencicipi kesedihan yang belum pernah saya rasakan sebelumnya. Aku pun duduk di rumah, kemudian pamanku berkata kepadaku, “Engkau tidak ingin Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam mendustakanmu dan membencimu,” maka Allah Ta’ala menurunkan ayat, “Apabila orang-orang munafik tiba kepadamu (Muhammad),…dst.” Lalu Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam mengirim orang kepadaku untuk membacakan ayat dan berkata, “Sesungguhnya Allah telah membenarkan kau wahai Zaid.” (HR. Bukhari dan Muslim)
[2] Ketika Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam tiba di Madinah, jumlah kaum muslimin di Madinah cukup banyak dan Islam pun semakin berpengaruh di sana, maka di antara penduduknya yang belum memeluk Islam menampakkan keimanan di luar dan menyembunyikan kekafiran di batinnya biar kedudukannya tetap terjaga, darahnya tetap terpelihara dan harta mereka sanggup terjaga, maka Allah Subhaanahu wa Ta'aala menyebutkan sifat mereka biar diketahui sehingga kaum mukmin sanggup bersikap waspada terhadap mereka dan berada di atas pengetahuan.
[3] Dengan mulut mereka yang berbeda dengan hatinya.
[4] Persaksian dari kaum munafik ini ialah dusta dan nifak, padahal untuk memperkuat Rasul-Nya tidak diharapkan persaksian mereka.
[5] Dalam ucapan dan dakwaan mereka.
[6] Mereka bersumpah bahwa mereka beriman ialah untuk menjaga diri dan harta mereka biar jangan dibunuh atau ditawan atau dirampas hartanya.
[7] Karena menampakkan keimanan dan menyembunyikan kekafiran, bersumpah berada di atas keimanan dan memperlihatkan kesan bahwa mereka benar dalam sumpahnya.
[8] Dengan mulut mereka, atau maksudnya mereka tidak tetap di atas keimanan.
[9] Dengan hati mereka, yakni mereka tetap terus di atas kekafiran.
[10] Sehingga tidak sanggup dimasuki kebaikan lagi untuk selamanya.
[11] Hal yang bermanfaat bagi mereka.
[12] Karena bagusnya kata-kata mereka dan yummy didengar. Tubuh dan ucapan mereka mengagumkan, namun di balik itu tidak ada etika yang utama dan petunjuk sedikit pun.
[13] Mereka diumpamakan menyerupai ‘kayu yang tersandar’ untuk menyatakan sifat mereka yang jelek meskipun badan mereka bagus-bagus dan pandai berbicara, akan tetapi bahu-membahu otak mereka ialah kosong tidak sanggup memahami kebenaran seolah-olah kayu yang tersandar ke tembok yang tidak ada manfaatnnya.
[14] Karena mereka takut turun ayat yang membuka rahasia mereka atau menghalalkan darah dan harta mereka. Mereka takut kalau isi hati mereka terbongkar.
[15] Karena musuh yang menampakkan dirinya jauh lebih ringan daripada musuh dalam selimut, yang tidak diketahui sebagai musuh, dimana ia melaksanakan budi anyir dan menciptakan makar diam-diam.
[16] Karena mereka akan berbagi rahasiamu kepada orang-orang kafir.
[17] Bisa juga maksudnya, dipalingkan dari beriman sesudah tegaknya bukti. Atau maksudnya, bagaimana mereka mereka sanggup dipalingkan dari agama Islam sesudah tegak bukti dan dalilnya serta terang rambu-rambunya beralih kepada kekafiran yang tidak memperlihatkan apa-apa kepada mereka selain kerugian dan kesengsaraan.
[18] Terhadap hal yang terjadi padamu biar keadaanmu menjadi baik dan amalmu diterima.
[19] Mereka menolak meminta doa kepada Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam.
[20] Dari kebenaran sambil membencinya.
[21] Inilah keadaan mereka ketika diajak meminta doa Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam, dan hal ini termasuk kelembutan Allah dan karamah(kemuliaan)-Nya kepada Rasul-Nya yaitu mereka (kaum munafik) tidak mau tiba kepada Beliau biar Beliau memintakan ampunan untuk mereka, dan sama saja bagi mereka baik Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam memintakan ampunan untuk mereka atau tidak, maka Allah Subhaanahu wa Ta'aala tidak akan mengampuni mereka lantaran mereka ialah orang-orang yang fasik; yang keluar dari ketaatan kepada Allah dan mengutamakan kekafiran daripada keimanan. Oleh lantaran itu, istighfar dari Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam tidaklah bermanfaat bagi mereka meskipun melaksanakan istighfar untuk mereka sebanyak tujuh puluh kali (lihat At Taubah: 80).
[22] Imam Bukhari meriwayatkan dengan sanadnya yang hingga kepada Muhammad bin Ka’ab Al Qurazhiy ia berkata: Aku mendengar Zaid bin Arqam radhiyallahu 'anhu (berkata), “Ketika Abdullah bin Ubay berkata, “Janganlah kau berinfak kepada orang-orang yang berada di sisi Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam,” ia juga berkata, “Sungguh, jikalau kita telah kembali ke Madinah…dst.” Maka saya beritahukan hal itu kepada Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam kemudian orang-orang Anshar mencelaku, dan Abdullah bersumpah bahwa ia tidak berkata demikian, maka saya pulang ke rumah dan tidur, kemudian Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam memanggilku dan berkata, “Sesungguhnya Allah telah membenarkanmu.” Dan turunlah ayat, “Mereka yang berkata (kepada orang-orang Anshar), "Janganlah kau bersedekah…dst.”
[23] Ini termasuk kerasnya permusuhan mereka kepada Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam dan kaum muslimin ketika mereka melihat kaum muslimin bersatu. Mereka menganggap bahwa tanpa harta dan nafkah mereka (kaum munafik) tentu mereka (kaum muslimin) tidak akan berkumpul membela agama Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam. Sungguh hal ini merupakan sesuatu yang paling aneh, yaitu lantaran kaum munafik yang sangat senang agama Islam terlantar dan kaum muslimin tersakiti menyangka demikian, dimana sangkaan ini hanyalah laku di kalangan orang-orang yang tidak mengetahui keadaan yang sebenarnya. Oleh lantaran itulah dalam lanjutan ayat Allah Subhaanahu wa Ta'aala membantah mereka dengan firman-Nya, “Padahal milik Allah-lah perbendaharaan langit dan bumi.” Yakni Dia yang memberi rezeki kepada siapa yang Dia kehendaki dan menghalangi dari siapa yang Dia kehendaki, memudahkan lantaran bagi siapa yang Dia kehendaki dan menyusahkan kepada siapa yang Dia kehendaki.
[24] Dia akan memberi rezeki kepada kaum muhajirin dan selain mereka.
[25] Sehingga menyampaikan demikian yang isinya memberi kesan bahwa perbendaharaan rezeki ada di tangan mereka dan di bawah kehendak mereka.
[26] Maksudnya, kembali dari perang Bani Musthalik atau perang Muraisi’, ketika ini orang-orang munafik menampakkan kemunafikannya. Tokoh mereka yaitu Abdullah bin Ubay berkata, “Tidak ada perumpamaan antara kita dengan mereka (kaum muhajirin) melainkan menyerupai yang dikatakan seseorang, “Beri makan anjingmu, nanti ia akan memakanmu.” Ia juga berkata, “Sungguh, jikalau kita telah kembali ke Madinah, pastilah orang yang berpengaruh akan mengusir orang-orang yang lemah dari sana."
[27] Yang mereka maksud ialah diri mereka sendiri.
[28] Yang mereka maksud ialah orang-orang mukmin.
[29] Oleh lantaran itulah mereka menyangka bahwa mereka ialah orang-orang yang berpengaruh dan mulia lantaran tertipu dengan kebatilan mereka.
[30] Allah Subhaanahu wa Ta'aala memerintahkan hamba-hamba-Nya yang mukmin untuk banyak mengingat-Nya, lantaran di sana terdapat keberuntungan dan kebaikan yang banyak, dan melarang mereka dibentuk sibuk oleh harta dan bawah umur mereka hingga lalai mengingat Allah. Hal itu, lantaran jiwa insan diciptakan dengan keadaannya yang senang kepada harta dan anak, namun jikalau hingga diutamakan di atas kecintaan dan ketaatan kepada Allah, maka sanggup menyebabkan kerugian yang besar menyerupai ketika dikumandangkan azan Jum’at untuk shalat Jum’at, tetapi ia masih saja sibuk berdagang.
[31] Seperti dari shalat yang lima waktu.
[32] Yakni harta dan anaknya menciptakan lalai dari mengingat Allah.
[33] Tidak mendapat kebahagiaan yang kekal dan kenikmatan yang kekal lantaran mengutamakan kenikmatan yang fana’ (sebentar). Allah Subhaanahu wa Ta'aala berfirman, “Sesungguhnya hartamu dan anak-anakmu hanyalah cobaan (bagimu), dan di sisi Allah-lah pahala yang besar.” (At Taghaabun: 15)
[34] Termasuk dalam hal ini nafkah/infak yang wajib maupun yang sunat. Yang wajib menyerupai zakat, kaffarat, nafkah kepada istri, dsb. Sedangkan yang sunat menyerupai mengorbankan harta untuk segala yang bermaslahat.
[35] Hal ini memperlihatkan bahwa nafkah yang Allah bebankan biar hamba mengeluarkannya tidaklah menyusahkan mereka, bahkan Allah memerintahkan mereka biar mengeluarkan sebagian dari rezeki yang Allah karuniakan kepada mereka, dimana Dia telah mempermudahnya untuk mereka dan mempermudah sebab-sebabnya. Oleh lantaran itu, hendaknya mereka bersyukur kepada Allah yang telah memperlihatkan kepada mereka rezeki itu, yaitu dengan membantu saudara-saudara mereka yang memerlukan dan bersegera kepadanya sebelum tiba ajal yang jikalau tiba, maka seorang hamba tidak sanggup mengejar lagi amal saleh yang telah dilalaikannya.
[36] Meminta biar dikembalikan lagi ke dunia.
[37] Agar saya sanggup mengejar amal saleh yang telah saya lalaikan menyerupai zakat ketika hartanya telah mencapai nishab (ukuran wajib zakat) dan haji ketika sudah mampu.
[38] Sehingga saya sanggup selamat dari azab dan sanggup memperoleh banyak pahala.
[39] Dengan mengerjakan perkara yang diperintahkan dan menjauhi larangan.
[40] Baik atau buruk, kemudian Dia membalasnya sesuai yang Dia ketahui dari kamu, yakni dari niat dan amalmu.
Posting Komentar untuk "Kumpulan Tafsir Al Munafiqun Ayat 1-11"