Ayat 7-9: Hukum orang-orang kafir yang tidak memusuhi kaum mukmin dan tidak memerangi mereka, dan aturan orang-orang kafir yang memusuhi kaum mukmin dan memerangi mereka.
عَسَى اللَّهُ أَنْ يَجْعَلَ بَيْنَكُمْ وَبَيْنَ الَّذِينَ عَادَيْتُمْ مِنْهُمْ مَوَدَّةً وَاللَّهُ قَدِيرٌ وَاللَّهُ غَفُورٌ رَحِيمٌ (٧) لا يَنْهَاكُمُ اللَّهُ عَنِ الَّذِينَ لَمْ يُقَاتِلُوكُمْ فِي الدِّينِ وَلَمْ يُخْرِجُوكُمْ مِنْ دِيَارِكُمْ أَنْ تَبَرُّوهُمْ وَتُقْسِطُوا إِلَيْهِمْ إِنَّ اللَّهَ يُحِبُّ الْمُقْسِطِينَ (٨) إِنَّمَا يَنْهَاكُمُ اللَّهُ عَنِ الَّذِينَ قَاتَلُوكُمْ فِي الدِّينِ وَأَخْرَجُوكُمْ مِنْ دِيَارِكُمْ وَظَاهَرُوا عَلَى إِخْرَاجِكُمْ أَنْ تَوَلَّوْهُمْ وَمَنْ يَتَوَلَّهُمْ فَأُولَئِكَ هُمُ الظَّالِمُونَ (٩)
Terjemah Surat Al Mumtahanah Ayat 7-9
7. [1]Mudah-mudahan Allah menimbulkan kasih sayang di antara kau dengan orang-orang yang pernah kau musuhi di antara mereka[2]. Allah Mahakuasa[3]. Dan Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang[4].
8. [5]Allah tidak melarang kau berbuat baik dan berlaku adil terhadap orang-orang yang tidak memerangimu dalam urusan agama dan tidak mengusir kau dari kampung halamanmu. Sesungguhnya Allah menyayangi orang-orang yang berlaku adil[6].
9. Sesungguhnya Allah hanya melarang kau menjadikan mereka sebagai kawanmu orang-orang yang memerangi kau dalam urusan agama dan mengusir kau dari kampung halamanmu dan membantu (orang lain) untuk mengusirmu[7]. Barang siapa menjadikan mereka sebagai kawan, maka mereka itulah orang yang zalim[8].
Orang-orang kafir yang tidak mengganggu dan tidak menyakiti kaum Muslimin, tidak memerangi dan tidak mengusir kaum Muslimin dari kampung halaman mereka, maka kaum Muslimin boleh membalas kebaikan mereka dengan kebaikan serta berlaku adil kepada mereka dalam pergaulan yang bersifat duniawi. Meskipun demikian, hati mereka tetap tidak boleh menyayangi orang-orang kafir
Ayat 10-11: Perlakuan terhadap wanita-wanita mukminah yang masuk ke tempat Islam, dan biar tidak mengembalikan mereka kepada orang-orang kafir saat terperinci keimanan mereka.
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا إِذَا جَاءَكُمُ الْمُؤْمِنَاتُ مُهَاجِرَاتٍ فَامْتَحِنُوهُنَّ اللَّهُ أَعْلَمُ بِإِيمَانِهِنَّ فَإِنْ عَلِمْتُمُوهُنَّ مُؤْمِنَاتٍ فَلا تَرْجِعُوهُنَّ إِلَى الْكُفَّارِ لا هُنَّ حِلٌّ لَهُمْ وَلا هُمْ يَحِلُّونَ لَهُنَّ وَآتُوهُمْ مَا أَنْفَقُوا وَلا جُنَاحَ عَلَيْكُمْ أَنْ تَنْكِحُوهُنَّ إِذَا آتَيْتُمُوهُنَّ أُجُورَهُنَّ وَلا تُمْسِكُوا بِعِصَمِ الْكَوَافِرِ وَاسْأَلُوا مَا أَنْفَقْتُمْ وَلْيَسْأَلُوا مَا أَنْفَقُوا ذَلِكُمْ حُكْمُ اللَّهِ يَحْكُمُ بَيْنَكُمْ وَاللَّهُ عَلِيمٌ حَكِيمٌ (١٠) وَإِنْ فَاتَكُمْ شَيْءٌ مِنْ أَزْوَاجِكُمْ إِلَى الْكُفَّارِ فَعَاقَبْتُمْ فَآتُوا الَّذِينَ ذَهَبَتْ أَزْوَاجُهُمْ مِثْلَ مَا أَنْفَقُوا وَاتَّقُوا اللَّهَ الَّذِي أَنْتُمْ بِهِ مُؤْمِنُونَ (١١)
Terjemah Surat Al Mumtahanah Ayat 10-11
10. [9] [10]Wahai orang-orang yang beriman! Apabila perempuan-perempuan mukmin tiba berhijrah kepadamu, maka hendaklah kau uji (keimanan) mereka[11]. Allah lebih mengetahui ihwal keimanan mereka; kalau kau telah mengetahui[12] bahwa mereka (benar-benar) beriman maka janganlah kau kembalikan mereka kepada orang-orang kafir (suami-suami mereka). Mereka tidak halal bagi orang-orang kafir itu dan orang-orang kafir itu tidak halal bagi mereka[13]. Dan berikanlah kepada (suami) mereka mahar yang telah mereka berikan. Dan tidak ada dosa bagimu menikahi mereka apabila kau bayarkan kepada mereka maharnya. Dan janganlah kau tetap berpegang pada tali (pernikahan) dengan perempuan-perempuan kafir[14]; dan hendaklah kau minta kembali mahar yang telah kau berikan[15]; dan (jika suaminya tetap kafir) biarkan mereka meminta kembali mahar yang telah mereka bayarkan (kepada mantan istrinya yang telah beriman). Demikianlah aturan Allah yang ditetapkan-Nya di antara kamu. Dan Allah Maha Mengetahui lagi Mahabijaksana[16].
11. Dan kalau ada sesuatu (pengembalian mahar) yang belum kau selesaikan dari istri-istrimu yang lari kepada orang-orang kafir[17], kemudian kau sanggup mengalahkan mereka maka berikanlah (dari harta rampasan) kepada orang-orang yang istrinya lari itu mahar sebanyak mahar yang telah mereka berikan[18]. Dan bertakwalah kau kepada Allah yang kepada-Nya kau beriman[19].
Ayat 12-13: Bai’at kaum perempuan kepada Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam dan peringatan kepada kaum mukmin biar tidak berwala’ kepada musuh-musuh Allah.
يَا أَيُّهَا النَّبِيُّ إِذَا جَاءَكَ الْمُؤْمِنَاتُ يُبَايِعْنَكَ عَلَى أَنْ لا يُشْرِكْنَ بِاللَّهِ شَيْئًا وَلا يَسْرِقْنَ وَلا يَزْنِينَ وَلا يَقْتُلْنَ أَوْلادَهُنَّ وَلا يَأْتِينَ بِبُهْتَانٍ يَفْتَرِينَهُ بَيْنَ أَيْدِيهِنَّ وَأَرْجُلِهِنَّ وَلا يَعْصِينَكَ فِي مَعْرُوفٍ فَبَايِعْهُنَّ وَاسْتَغْفِرْ لَهُنَّ اللَّهَ إِنَّ اللَّهَ غَفُورٌ رَحِيمٌ (١٢) يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا لا تَتَوَلَّوْا قَوْمًا غَضِبَ اللَّهُ عَلَيْهِمْ قَدْ يَئِسُوا مِنَ الآخِرَةِ كَمَا يَئِسَ الْكُفَّارُ مِنْ أَصْحَابِ الْقُبُورِ (١٣)
Terjemah Surat Al Mumtahanah Ayat 12-13
12. [20]Wahai Nabi! Apabila perempuan-perempuan mukmin tiba kepadamu untuk mengadakan bai’at (janji setia), bahwa mereka tidak akan mempersekutukan sesuatu apa pun dengan Allah; tidak akan mencuri, tidak akan berzina, tidak akan membunuh anak-anaknya[21], tidak akan berbuat dosa yang mereka ada-adakan antara tangan dan kaki mereka[22] dan tidak akan mendurhakaimu dalam urusan yang baik[23], maka terimalah komitmen setia mereka[24] dan mohonkanlah ampunan untuk mereka kepada Allah[25]. Sungguh, Allah Maha Pengampun[26] lagi Maha Penyayang[27].
13. Wahai orang-orang yang beriman![28] Janganlah kau jadikan orang-orang yang dimurkai Allah[29] sebagai penolongmu, sungguh, mereka telah frustasi terhadap akhirat[30] sebagaimana orang-orang kafir yang telah berada dalam kubur juga berputus asa[31].
[1] Selanjutnya Allah Subhaanahu wa Ta'aala memberitahukan bahwa permusuhan ini, yakni yang Allah perintahkan dilakukan terhadap orang-orang musyrik ialah selama mereka tetap di atas kekafiran dan kesyirkkannya, dan bahwa kalau mereka bermetamorfosis beriman, maka aturan sebagaimana berjalan bersama ‘illatnya (sebabnya), berubahlah mereka menjadi dicintai dan dikasihi.
[2] Yaitu dengan memberi mereka hidayah untuk beriman sehingga mereka menjadi orang-orang yang kau kasihi.
[3] Untuk berbuat demikian (menjadikan mereka beriman) dan merubahnya dari satu keadaan kepada keadaan yang lain, dan ternyata Dia melakukannya sesudah terjadi Fat-hu Makkah (penaklukkan Mekah).
[4] Tidak berat bagi-Nya mengampuni dosa dan tidak susah bagi-Nya menutupi aib, Dia berfirman, “Katakanlah, "Wahai hamba-hamba-Ku yang malampaui batas terhadap diri mereka sendiri, janganlah kau berputus asa dari rahmat Allah. Sesungguhnya Allah mengampuni dosa-dosa semuanya. Sesungguhnya Dia-lah yang Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.”
Ya Allah, bekerjsama saya memohon kebaikan dan keselamatan di dunia dan akhirat. Ya Allah, bekerjsama saya memohon kebaikan dan keselamatan dalam agama, dunia, keluarga dan hartaku. Ya Allah, tutupilah auratku (aib dan sesuatu yang tidak layak dilihat orang) dan tenteramkanlah saya dari rasa takut. Ya Allah, peliharalah saya dari depan, belakang, kanan, kiri dan atasku. Aku berlindung dengan kebesaran-Mu, biar saya tidak disambar dari bawahku
Dalam ayat ini terdapat aba-aba dan kabar besar hati bahwa sebagian kaum musyrikin yang sebelumnya memusuhi kaum muslimin akan masuk ke dalam Islam, dan ternyata demikian wal hamdulillahi Rabbil ‘aalamiin.
[5] Ketika ayat-ayat yang mulia ini turun, dimana ayat-ayat tersebut mendorong untuk memusihi orang-orang kafir, maka kaum mumin mendapat imbas besar sekali sehingga mereka mau melaksanakannya dengan sebenar-benarnya dan mereka merasa berdosa saat menyambung tali silaturrahim kepada kerabat mereka yang masih musyrik dan mereka menerka bahwa yang demikian termasuk ke dalam hal yang dihentikan Allah, maka Allah Subhaanahu wa Ta'aala memberitahukan bahwa hal itu (berbuat baik dan bersikap adil terhadap orang-orang kafir yang tidak memerangi) tidak termasuk ke dalam hal yang dihentikan Allah Subhaanahu wa Ta'aala, Dia berfirman, “Allah tidak melarang kau berbuat baik dan berlaku adil terhadap orang-orang yang tidak memerangimu dalam urusan agama dan tidak mengusir kamu…dst.”
[6] Maksudnya, Allah Subhaanahu wa Ta'aala tidak melarang kau berbuat baik, bersilaturrahim, membalas kebaikan dan berbuat adil kepada kaum musyrikin baik kerabatmu maupun selain mereka yang tidak memerangi kau dalam urusan agama dan tidak mengusir kau dari kampung halamanmu, maka tidak mengapa bagimu menyambung tali silaturrahim dengan mereka, lantaran menyambung tali silaturrahim dalam keadaan ini tidak ada mafsadatnya sebagaimana firman Allah Ta’ala ihwal kedua orang bau tanah yang masih musyrik, “Dan kalau keduanya memaksamu untuk mempersekutukan dengan Aku sesuatu yang tidak ada pengetahuanmu ihwal itu, maka janganlah kau mengikuti keduanya, dan pergaulilah keduanya di dunia dengan baik, dan ikutilah jalan orang yang kembali kepada-Ku, kemudian hanya kepada-Kulah kembalimu, maka Kuberitakan kepadamu apa yang telah kau kerjakan.” (Terj. Luqman: 15)
[7] Mereka inilah orang-orang yang kita dihentikan Allah Subhaanahu wa Ta'aala memperlihatkan kecintaan, pembelaan baik dengan ucapan maupun perbuatan. Adapun perbuatan baikmu dan ihsanmu yang tidak termasuk berwala’ kepada kaum musyrikin, maka Allah Subhaanahu wa Ta'aala tidaklah melarangnya, bahkan yang demikian termasuk ke dalam keumuman perintah berbuat ihsan kepada kerabat dan insan lainnya.
[8] Kezaliman ini tergantung tingkat wala’ yang diberikannya, kalau tepat (seperti menolong mereka memerangi agama Islam dan kaum muslimin) maka sanggup menjadikannya keluar dari Islam, namun kalau di bawahnya, maka ada yang berat, dan ada yang di bawahnya.
[9] Imam Bukhari meriwayatkan dengan sanadnya yang hingga kepada Urwah bin Zubair, bahwa ia mendengar Marwan dan Al Miswar bin Makhramah radhiyallahu 'anhuma memberitahukan ihwal para sahabat Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam, katanya, “Ketika Suhail bin ‘Amr menciptakan perjanjian, maka di antara perjanjian Suhail bin ‘Amr kepada Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam adalah, bahwa tidak ada seorang yang tiba kepadamu dari kalangan kami meskipun ia masuk ke agama kau kecuali engkau kembalikan kepada kami dan engkau biarkan kami terhadapnya. Maka kaum muslimin tidak suka hal itu dan tidak siap terhadapnya, tetapi Suhail tetap menginginkan ibarat itu, kemudian Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam menurutinya. Ketika itu Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam mengembalikan Abu Jandal kepada bapaknya Suhail bin ‘Amr dan tidak ada seorang pun yang tiba (kepada Beliau) kecuali dikembalikan dalam masa perjanjian itu meskipun sudah masuk Islam. Ada wanita-wanita mukmin yang berhijrah, dimana salah satunya ialah Ummu Kultsum bintu ‘Uqbah bin Abi Mu’aith, ia berhijrah kepada Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam dengan keadaannya masih gadis, kemudian keluarganya meminta kepada Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam biar Beliau mengembalikannya kepada mereka, namun Beliau tidak mengembalikannya kepada mereka lantaran Allah Subhaanahu wa Ta'aala telah menurunkan ayat berkenaan dengan kaum wanita,“Apabila perempuan-perempuan mukmin tiba berhijrah kepadamu, maka hendaklah kau uji (keimanan) mereka. Allah lebih mengetahui ihwal keimanan mereka; hingga firman-Nya, “Mereka tidak halal bagi orang-orang kafir itu dan orang-orang kafir itu tidak halal bagi mereka.” Urwah berkata: Aisyah memberitahukan kepadaku bahwa Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam menguji mereka dengan ayat ini, “Wahai orang-orang yang beriman! Apabila perempuan-perempuan mukmin tiba berhijrah kepadamu, maka hendaklah kau uji (keimanan) mereka. Sampai firman-Nya, “Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang (ayat 12).” Urwah berkata: Aisyah berkata, “Maka barang siapa mengakui syarat (perjanjian) ini di antara mereka, Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda kepadanya, “Aku bai’at kamu.” Terhadap ucapan yang Beliau ucapkan tersebut. Demi Allah, tangan Beliau tidak menyentuh tangan seorang perempuan dalam berbai’at dan Beliau tidaklah membai’at mereka kecuali dengan kata-kata Beliau.”
[10] Oleh lantaran pada perdamaian Hudaibiyah, Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam mengadakan perjanjian tenang dengan kaum musyrikin, dimana di antara isi perjanjian itu ialah bahwa barang siapa yang tiba dari mereka dalam keadaan muslim kepada kaum muslimin, maka harus dikembalikan kepada kaum musyrikin, dimana lafaz ini ialah lafaz mutlak yang berlaku baik bagi pria maupun wanita. Untuk laki-laki, maka Allah Subhaanahu wa Ta'aala tidak melarang Rasul-Nya shallallahu 'alaihi wa sallam untuk mengembalikannya kepada kaum musyrikin sebagai pemenuhan terhadap syarat (perjanjian) tersebut yang terdapat maslahat terbesar. Adapun untuk wanita, lantaran mengembalikan mereka terdapat mafsadat yang besar, maka Allah Subhaanahu wa Ta'aala memerintahkan kaum mukmin bahwa apabila kaum perempuan yang mukmin datang, sedangkan mereka masih mewaspadai keimanannya, maka hendaknya mereka menguji dan mengetes mereka dengan sesuatu yang sanggup memperlihatkan kejujuran mereka, yaitu dengan sumpah yang diperberat resikonya (mughallazhah) dan lainnya lantaran kalau tidak demikian sanggup saja kepercayaan mereka tidak benar, yakni ia berhijrah sanggup lantaran tidak suka kepada suaminya atau negerinya dan maksud-maksud duniawi lainnya. Jika demikian (tujuannya ialah duniawi), maka mereka harus dikembalikan kepada suami mereka untuk memenuhi syarat (perjanjian) tanpa ada mafsadat yang timbul, namun kalau sesudah diuji ternyata mereka ialah wanita-wanita yang benar beriman atau sanggup diketahui tanpa perlu diuji, maka jangan mengembalikan mereka kepada kaum kafir.
[11] Menurut Ibnu Abbas, ujian terhadap mereka ialah mereka bersaksi bahwa tidak ada Tuhan yang berhak disembah kecuali Allah dan bahwa Muhammad ialah hamba Allah dan Rasul-Nya. Menurut Mujahid, tanya mereka lantaran apa mereka datang? Jika tiba lantaran murka kepada kepada suami mereka, benci atau lainnya dan mereka tidak beriman, maka kembalikanlah mereka kepada suami mereka. Menurut Qatadah, ujian mereka ialah mereka diminta bersumpah dengan nama Allah, bahwa mereka keluar bukan lantaran durhaka kepada suami, mereka tidak keluar kecuali lantaran cinta kepada Islam dan para pemeluknya dan sangat cinta kepadanya (Islam), kalau mereka mau mengucapkannya, maka diterimalah hal itu dari mereka.
Ibnu Jarir meriwayatkan dari Abu Nashr Al Asadiy ia berkata: Ibnu Abbas pernah ditanya ihwal bagaimana ujian Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam kepada kaum wanita? Dia menjawab, “Beliau menguji mereka dengan (mengucapkan), “Demi Allah, saya tidak keluar lantaran benci kepada suami. Demi Allah, saya tidak keluar lantaran tidak suka kepada tempat yang satu sehingga ke tempat lain. Demi Allah, saya tidak keluar lantaran mencari dunia. Demi Allah, saya tidak keluar kecuali lantaran cinta kepada Allah dan Rasul-Nya.” (HR. Ibnu Jarir, dan Al Bazzar juga meriwayatkan dari jalannya serta menyebutkan, bahwa yang menyumpah mereka terhadap perintah Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam ialah Umar bin Khaththab radhiyallahu 'anhu).
[12] Yakni menurutmu.
[13] Mengembalikan mereka kepada orang-orang kafir terdapat mafsadat yang besar yang dilirik oleh syari’ (penetap syariat, yaitu Allah Subhaanahu wa Ta'aala). Meskipun begitu, syari’ juga memperhatikan kewajiban ‘memenuhi syarat (perjanjian)’ oleh lantaran itu memerintahkan biar suami-suami mereka yang masih kafir diberikan mahar dan sesuatu yang mengiringinya yang telah mereka (suami-suami yang masih kafir) berikan. Ketika itu, tidak ada dosa bagi kaum muslimin menikahi mereka meskipun mereka punya suami di negeri syirk, tetapi dengan syarat mereka diberi mahar.
[14] Oleh lantaran perempuan muslimah tidak halal bagi orang kafir, demikian pula perempuan kafir tidak halal bagi seorang muslim menahannya selama perempuan itu tetap di atas kekafirannya selain Ahli Kitab. Oleh lantaran itu, Allah Subhaanahu wa Ta'aala berfirman, “Dan janganlah kau tetap berpegang pada tali (pernikahan) dengan perempuan-perempuan kafir.” Apabila menahan saja dilarang, maka memulai menikahinya lebih dihentikan lagi.
[15] Wahai kaum mukmin, saat istri-istrimu murtad mendatangi orang-orang kafir.
Jika orang-orang kafir saja mengambil dari kaum muslimin nafkah dari perempuan mereka yang masuk Islam, maka kaum muslimin juga berhak mengambil ganti terhadap wanita-wanita mereka yang murtad mendatangi orang-orang kafir.
[16] Dia mengetahui hukum-hukum yang bermaslahat bagimu dan mensyariatkan untukmu hal yang sejalan dengan hikmah (kebijaksanaan).
[17] Yakni mereka pergi dalam keadaan murtad kepada orang-orang kafir.
[18] Yakni sebagaimana orang-orang kafir mengambil ganti terhadap apa yang luput dari istri-istri mereka yang lari kepada kaum muslimin, maka barang siapa yang istrinya pergi kepada orang-orang kafir dan ia belum mengambil haknya, maka ia berhak diberi oleh kaum muslimin dari ghanimah sebagai ganti dari apa yang dikeluarkannya. Oleh lantaran itu, sebelum ghanimah dibagikan kepada lima golongan yang berhak, dibayar lebih dahulu mahar-mahar kepada suami-suami yang istri-istri mereka lari ke tempat kafir.
[19] Keimanan kau kepada Allah Subhaanahu wa Ta'aala menghendaki kau untuk tetap bertakwa.
[20] Syarat-syarat yang disebutkan dalam ayat ini ialah syarat dalam pembai’atan wanita, dimana mereka berbai’at untuk menjalankan kewajiban yang berlaku bagi pria maupun perempuan di setiap waktu, adapun pria maka kewajiban mereka berbeda-beda sesuai keadaan mereka dan tingkatan mereka dan yang harus mereka kerjakan. Maka Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam menjalankan perintah Allah tersebut, oleh akhirnya saat perempuan datang, maka Beliau membai’at mereka dan mewajibkan mereka memenuhi syarat-syarat itu, menutupi kesedihan mereka dan memintakan ampun kepada Allah untuk mereka terhadap hal yang mungkin terjadi berupa perilaku kurang memenuhi hak, serta memasukkan mereka ke dalam golongan kaum mukmin.
[21] Seperti mengubur bayi hidup-hidup lantaran malu (dianggap sebagai aib) atau lantaran takut miskin.
[22] Perbuatan yang mereka ada-adakan antara tangan dan kaki mereka itu maksudnya, mengadakan pengakuan-pengakuan palsu terhadap orang lain ibarat menuduh berzina, tuduhan bahwa anak si fulan bukan anak suaminya dan sebagainya.
[23] Yakni dalam semua yang diperintahkan Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam ibarat tidak meratap, tidak merobek baju, tidak mencukur rambut, tidak mencakar muka dan tidak menyeru dengan undangan jahiliyyah.
[24] Apabila mereka siap melaksanakan apa yang disebutkan.
[25] Terhadap perilaku kurang mereka dan untuk menyejukkan hati mereka.
[26] Yakni banyak mengampuni orang-orang yang bermaksiat serta berbuat ihsan kepada orang-orang yang berdosa yang bertobat.
[27] Rahmat-Nya mencakup segala sesuatu dan ihsan-Nya mengena kepada seluruh makhluk.
[28] Wahai orang-orang yang beriman, kalau kau memang beriman kepada Tuhanmu, mengikuti keridhaan-Nya dan menjauhi kemurkaan-Nya.
[29] Seperti orang-orang Yahudi dan orang-orang kafir lainnya.
[30] Mereka telah terhalang mendapat kebaikan alam abadi dan mereka tidak memperoleh bagiannya. Oleh lantaran itu, berhati-hatilah dari berwala’ kepada mereka sehingga kalian sama dalam keburukan dan kekafiran mereka dan kau pun terhalang dari memperoleh kebaikan alam abadi sebagaimana mereka.
[31] Ketika mereka telah hingga ke negeri akhirat. Karena telah ditunjukkan kepada mereka tempat mereka di nirwana kalau mereka di dunia beriman dan tempat kembali mereka nanti, yaitu neraka.
Posting Komentar untuk "Kumpulan Tafsir Al Mumtahanah Ayat 7-13"