Kumpulan Tafsir Ash Shaff Ayat 1-14

Surah Ash Shaff (Barisan)

Surah ke-61. 14 ayat. Madaniyyah

بِسْمِ اللَّهِ الرَّحْمَنِ الرَّحِيمِ

Dengan menyebut nama Allah Yang Maha Pemurah lagi Maha Penyayang.

Ayat 1-4: Pengagungan bagi Allah Subhaanahu wa Ta'aala, peringatan kepada kaum mukmin semoga tidak mengingkari kesepakatan dan usul kepada mereka untuk menyatukan barisan.

سَبَّحَ لِلَّهِ مَا فِي السَّمَاوَاتِ وَمَا فِي الأرْضِ وَهُوَ الْعَزِيزُ الْحَكِيمُ (١)يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا لِمَ تَقُولُونَ مَا لا تَفْعَلُونَ (٢) كَبُرَ مَقْتًا عِنْدَ اللَّهِ أَنْ تَقُولُوا مَا لا تَفْعَلُونَ (٣) إِنَّ اللَّهَ يُحِبُّ الَّذِينَ يُقَاتِلُونَ فِي سَبِيلِهِ صَفًّا كَأَنَّهُمْ بُنْيَانٌ مَرْصُوصٌ (٤)

Terjemah Surat Ash Shaff Ayat 1-4

1. [1] [2]Apa yang ada di langit dan apa yang ada di bumi bertasbih kepada Allah; dan Dialah Yang Mahaperkasa[3] lagi Mahabijaksana[4].

[1] Darimi di juz 2 hal. 200 berkata: Telah mengabarkan kepada kami Muhammad bin Katsir, dari Al Auzaa’iy dari Yahya bin Katsir dari Abu Salamah dari Abdullah bin Salam ia berkata, “Sekelompok sahabat Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam pernah duduk bersama kami kemudian kami berbincang-bincang dan berkata, “Kalau kita mengetahui amal apa yang paling dicintai Allah Ta’ala tentu kita akan lakukan,” maka Allah Ta'aala menurunkan ayat, “Apa yang ada di langit dan apa yang ada di bumi bertasbih kepada Allah; dan Dialah Yang Mahaperkasa lagi Mahabijaksana.-- Wahai orang-orang yang beriman! Mengapa kau menyampaikan sesuatu yang tidak kau kerjakan?” hingga akhirnya. Abdullah (bin Salam) berkata, “Maka Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam membacakannya kepada kami hingga akhirnya.” Abu Salamah berkata, “Lalu (Abdullah) ibnu Salam membacakannya kepada kami.” Yahya berkata, “Lalu Abu Salamah membacakannya kepada kami,” dan Yahya juga membacakannya kepada kami, demikian pula Al Auzaa’iy membacakannya kepada kami dan Muhammad juga membacakannya kepada kami. (Hadits ini diriwayatkan oleh Ahmad juz 5 hal. Hal. 452, Tirmidzi juz 4 hal. 199 dan ia menandakan apa yang di sana berupa perselisihan terhadap Al Auza’iy, Ibnu Hibban hal. 383 di Mawaariduzh Zham’aan, Hakim di juz 2 hal. 69, 229 dan 487, dan ia berkata pada tiga daerah tersebut, “Shahih sesuai syarat Bukhari dan Muslim, namun keduanya tidak meriwayatkan, dan didiamkan oleh Adz Dzahabi dan pada daerah yang pertama ia menandakan perihal perselisihan terhadap Al Auza’iy. Al Haafizh dalam Al Fat-h juz 10 hal. 265, “Telah terjadi ‘mendengarkan surah ini’ secara berantai dalam hadits yang disebutkan pada penggalan awalnya lantaran turunnya, dan isnadnya shahih. Sedikit sekali bila terjadi penyebutan secara berantai (pembacaan surah secara berantai) yang tampaknya dengan keadaannya yang bertambah ketinggiannya.” Ia (Al Haafizh) juga berkata, “Hadits itu yaitu hadits musalsal (berantai) yang paling shahih.”

[2] Ayat ini menandakan keagungan Allah Subhaanahu wa Ta'aala dan kekuasaan-Nya, dimana semua makhluk tunduk kepada-Nya dan bahwa semua yang ada di langit dan di bumi bertasbih dengan memuji Allah, beribadah kepada-Nya dan meminta kebutuhan-Nya.

[3] Dia menundukkan segala sesuatu dengan keperkasaan dan kekuasaan-Nya.

[4] Dalam ciptaan-Nya dan dalam perintah-Nya.

2. Wahai orang-orang yang beriman! Mengapa kau menyampaikan sesuatu yang tidak kau kerjakan?[5]

[5] Yakni mengapa kau berkata perihal kebaikan dan mendorong orang lain kepadanya, bahkan terkadang kau berbangga dengannya, namun kau tidak melakukannya, dan kau melarang mengerjakan keburukan bahkan terkadang kau menganggap higienis dirimu, namun ternyata kau malah dilumuri oleh dosa-dosa? Apakah keadaan yang tercela ini layak bagi orang-orang mukmin? Atau bukankah yang demikian termasuk sangat dibenci Allah, yakni menyampaikan apa yang tidak dikerjakannya? Oleh lantaran itu, sepatutnya bagi orang yang memerintahkan kepada kebaikan menjadi orang yang pertama melakukannya, dan orang yang melarang keburukan menjadi orang yang pertama paling jauhi darinya. Allah Subhaanahu wa Ta'aala berfirman, “Mengapa kau suruh orang lain (mengerjakan) kebaikan, sedang kau melupakan diri (kewajiban)mu sendiri, padahal kau membaca kitab? Maka tidakkah kau berpikir?” (Terj. Al Baqarah: 44).

3. (Itu) sangatlah dibenci di sisi Allah bila kau menyampaikan apa-apa yang tidak kau kerjakan.

4. [6]Sesungguhnya Allah menyayangi orang-orang yang berperang dijalan-Nya dalam barisan yang teratur, mereka seolah-olah ibarat suatu bangunan yang tersusun kokoh.

[6] Ayat ini merupakan dorongan dari Allah Subhaanahu wa Ta'aala kepada hamba-hamba-Nya untuk berjihad di jalan-Nya dan mengajarkan kepada mereka bagaimana yang seharusnya mereka lakukan, dan bahwa sepatutnya mereka berbaris secara rapi dalam jihad tanpa ada celah dalam barisan, dimana barisan mereka tersusun rapi dan tertib yang dengannya dicapai kesamaan antara para mujahid, saling bantu-membantu, menciptakan musuh gentar dan menciptakan semangat. Oleh lantaran itulah, Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam apabila berperang menyusun barisan para sahabatnya dan merapikan posisi-posisi mereka sehingga tidak terjadi bersandarnya sebagian mereka kepada yang lain, bahkan masing-masing kelompok fokus di tempatnya dan mengerjakan tugasnya, sehingga dengan cara ibarat ini sempurnalah amal dan tercapailah kesempurnaan.

Ayat 5-6: Sikap orang-orang Yahudi terhadap Nabi Musa dan Nabi Isa ‘alaihimas salam dan bagaimana keduanya mendapat gangguan di jalan Allah, dimana di sana terdapat hiburan bagi Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam terhadap gangguan yang diterimanya dari kaum Quraisy.



وَإِذْ قَالَ مُوسَى لِقَوْمِهِ يَا قَوْمِ لِمَ تُؤْذُونَنِي وَقَدْ تَعْلَمُونَ أَنِّي رَسُولُ اللَّهِ إِلَيْكُمْ فَلَمَّا زَاغُوا أَزَاغَ اللَّهُ قُلُوبَهُمْ وَاللَّهُ لا يَهْدِي الْقَوْمَ الْفَاسِقِينَ (٥) وَإِذْ قَالَ عِيسَى ابْنُ مَرْيَمَ يَا بَنِي إِسْرَائِيلَ إِنِّي رَسُولُ اللَّهِ إِلَيْكُمْ مُصَدِّقًا لِمَا بَيْنَ يَدَيَّ مِنَ التَّوْرَاةِ وَمُبَشِّرًا بِرَسُولٍ يَأْتِي مِنْ بَعْدِي اسْمُهُ أَحْمَدُ فَلَمَّا جَاءَهُمْ بِالْبَيِّنَاتِ قَالُوا هَذَا سِحْرٌ مُبِينٌ (٦)

Terjemah Surat Ash Shaff Ayat 5-6

5. Dan (ingatlah) ketika Musa berkata kepada kaumnya, "Wahai kaumku! Mengapa kau menyakitiku[7], padahal kau sungguh mengetahui bahwa sesungguhnya saya utusan Allah kepadamu?"[8] Maka ketika mereka berpaling (dari kebenaran)[9], Allah memalingkan hati mereka[10]. Dan Allah tidak memberi petunjuk kepada kaum yang fasik[11].

[7] Dengan kata-kata dan perbuatan.

[8] Yang seharusnya dihormati, dimuliakan, diikuti perintahnya dan diikuti ketetapannya. Hal itu, lantaran rasul telah berbuat baik kepada insan yang seharusnya dibalas dengan kebaikan. Menimpalinya dengan keburukan merupakan tindakan kurang ajar, berani dan menyimpang dari jalan yang lurus.

[9] Dengan sengaja.

[10] Maksudnya lantaran mereka berpaling dari kebenaran, maka Allah membiarkan mereka sesat dan bertambah jauh dari kebenaran sebagai eksekusi terhadap penyimpangan mereka atas pilihan mereka sehingga Allah tidak memberi mereka taufiq kepada petunjuk lantaran memang mereka tidak layak memperolehnya dan tidak cocok mendapat kebaikan.

[11] Yaitu mereka yang senantiasa berlaku fasik dan tidak ada maksud mencari petunjuk. Ayat yang mulia ini menawarkan faedah bahwa Allah Subhaanahu wa Ta'aala tidaklah menyesatkan seseorang lantaran Dia berbuat zalim kepada mereka, bahkan lantaran keadilan-Nya dan bahwa mereka tidak mempunyai hujjah terhadap-Nya. Yang demikian disebabkan oleh mereka sendiri; mereka tutup untuk diri mereka pintu petunjuk sesudah mereka mengetahuinya sehingga Allah membalas mereka dengan menyesatkan dan menyimpangkan mereka serta membalikkan hati mereka sebagai eksekusi dan keadilan dari-Nya.

6. [12]Dan (ingatlah) ketika Isa putra Maryam berkata, "Wahai Bani Israil![13] Sesungguhnya saya utusan Allah kepadamu[14], yang membenarkan kitab (yang turun) sebelumku, yaitu Taurat[15] dan memberi kabar gembira dengan seorang rasul yang akan tiba setelahku, yang namanya Ahmad (Muhammad)[16]." Namun ketika Rasul itu[17] tiba kepada mereka dengan membawa bukti-bukti yang nyata[18], mereka berkata[19], "Ini yaitu sihir yang nyata[20]."

[12] Allah Subhaanahu wa Ta'aala berfirman memberitahukan perihal perilaku keras kepala Bani Israil terdahulu yang telah diajak oleh Nabi Isa ‘alaihis salam.

[13] Beliau tidak mengatakan, “Wahai kaumku!” lantaran Beliau tidak mempunyai kerabat dengan mereka.

[14] Yakni Allah Subhaanahu wa Ta'aala mengutusku untuk mengajak kau kepada kebaikan dan melarang kau dari keburukan, dan Dia menguatkanku dengan bukti-bukti yang nyata yang memperlihatkan kebenaranku, yaitu keadaanku membenarkan kitab (yang turun) sebelumku, yaitu Taurat…dst.

[15] Yakni saya tiba dengan apa yang dibawa Nabi Musa ‘alaihis salam berupa kitab Taurat dan syariat-syariat samawi (dari langit), kalau saya hanya mengaku saja sebagai nabi (padahal bukan nabi) tentu saya akan membawa sesuatu yang berbeda dengan apa yang dibawa para rasul.

[16] Nabi Isa ‘alaihis salam sama ibarat para nabi yang lain membenarkan nabi sebelumnya dan memberi kabar gembira dengan nabi yang akan tiba setelahnya berbeda dengan para pendusta, dimana mereka bertentangan dengan para nabi dengan kontradiksi yang keras dan menyelisihi mereka baik sifat maupun akhlaknya, demikian pula dalam perintah dan larangannya.

[17] Yaitu Nabi Muhammad shallallahu 'alaihi wa sallam.

[18] Yang memperlihatkan bahwa Beliau benar-benar utusan Allah.

[19] Sambil menolak kebenaran dan mendustakannya.

[20] Hal ini termasuk hal yang paling aneh, Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam yang risalahnya begitu jelas, bahkan lebih terang daripada sinar matahari dianggap sebagai pesihir. Bukankah ini merupakan kedustaan yang besar? Bagaimana bukan kedustaan yang besar lantaran menafikan bagi Beliau sesuatu yang telah terang dari risalahnya dan menetapkan untuk Beliau sesuatu yang Beliau yaitu orang yang paling jauh darinya?

Ayat 7-9: Sunnatullah dalam menolong agama-Nya dan para nabi-Nya, dan bagaimana kaum musyrik memerangi agama Allah.

وَمَنْ أَظْلَمُ مِمَّنِ افْتَرَى عَلَى اللَّهِ الْكَذِبَ وَهُوَ يُدْعَى إِلَى الإسْلامِ وَاللَّهُ لا يَهْدِي الْقَوْمَ الظَّالِمِينَ (٧) يُرِيدُونَ لِيُطْفِئُوا نُورَ اللَّهِ بِأَفْوَاهِهِمْ وَاللَّهُ مُتِمُّ نُورِهِ وَلَوْ كَرِهَ الْكَافِرُونَ (٨) هُوَ الَّذِي أَرْسَلَ رَسُولَهُ بِالْهُدَى وَدِينِ الْحَقِّ لِيُظْهِرَهُ عَلَى الدِّينِ كُلِّهِ وَلَوْ كَرِهَ الْمُشْرِكُونَ (٩)

Terjemah Surat Ash Shaff Ayat 7-9

7. Dan siapakah yang lebih zalim daripada orang yang mengada-adakan kebohongan terhadap Allah[21] padahal ia diajak kepada (agama) Islam?[22] Dan Allah tidak memberi petunjuk kepada orang-orang yang zalim[23].

[21] Seperti menisbatkan sekutu dan anak kepada-Nya serta menyifati ayat-ayat-Nya dengan sihir.

[22] Dimana segala bukti dan keterangan telah disampaikan kepadanya.

[23] Yakni mereka yang senantiasa berada di atas kezalimannya, tidak membekas hikmah yang disampaikan kepadanya, tidak membuatnya berhenti, terutama sekali mereka yang menentang kebenaran dan membela yang batil serta berusaha memadamkan cahaya Allah dengan mulutnya sebagaimana yang diterangkan dalam ayat selanjutnya.

8. Mereka ingin memadamkan cahaya Allah dengan lisan (ucapan) mereka[24], tetapi Allah (tetap) menyempurnakan cahaya-Nya meskipun orang-orang kafir membencinya[25].”

[24] Seperti dengan kata-kata mereka bahwa ia yaitu sihir, syair atau perdukunan. Padahal ini semua yaitu ucapan yang tidak ada hakikatnya, bahkan menambah terang kebatilan mereka bagi orang yang berpandangan dalam.

[25] Yakni Allah Subhaanahu wa Ta'aala yang menjamin untuk menolong agama-Nya dan menyempurnakan kebenaran yang dibawa para rasul-Nya serta membuatkan cahaya-Nya ke seluruh penjuru meskipun orang-orang kafir benci dan mengerahkan segala lantaran untuk memadamkan cahaya Allah, tetapi mereka tetap akan kalah. Bahkan mereka ibarat orang yang meniup sinar matahari dengan mulutnya semoga padam, tetapi tetap saja tidak akan hilang cahayanya itu.

9. [26]Dialah yang mengutus Rasul-Nya dengan membawa petunjuk dan agama yang benar[27], untuk memenangkannya di atas segala agama[28] meskipun orang musyrik membencinya.

[26] Selanjutnya Allah Subhaanahu wa Ta'aala menyebutkan lantaran tetap tampilnya agama Islam dan tetap menangnya, baik lantaran hissiy (konkret) maupun lantaran maknawi (abstrak).

[27] Yakni membawa ilmu yang bermanfaat dan amal yang saleh.

Ilmu tersebut memperlihatkan seseorang kepada Allah dan kepada surga, memperlihatkan kepada amal dan budpekerti yang paling baik serta memperlihatkan kepada hal yang bermaslahat di dunia dan akhirat.

Agama yang benar yaitu ibadah yang benar dan amal yang saleh, dimana semua itu merupakan makanan bagi ruh dan badan, penyegar bagi tubuh sekaligus penyelamat dari keburukan dan kerusakan.

Apa yang dibawa Nabi Muhammad shallallahu 'alaihi wa sallam berupa petunjuk dan agama yang benar merupakan dalil dan bukti yang paling besar yang memperlihatkan kebenarannya, dimana ia merupakan bukti yang abadi sepanjang zaman, dimana setiap kali orang yang berakal meningkat kedewasaannya dalam berpikir, maka semakin terang pula buktinya.

[28] Maksudnya, untuk meninggikannya di atas seluruh agama dengan hujjah dan bukti, dan meninggikan para pemeluknya dengan persenjataan ibarat pedang dan tombak. Keadaan agama ini, sifatnya yang unggul selalu menempel padanya sehingga tidak bisa dikalahkan di setiap waktu, sedangkan para pemeluknya bila mereka mengamalkannya maka mereka akan unggul dan tidak terkalahkan. Tetapi bila mereka hanya mengaku Islam tetapi tidak mau mengamalkannya, maka mereka sanggup dikalahkan oleh musuh. Dengan demikian, jelaslah, bahwa lantaran kemunduran umat Islam yaitu ketika mereka meninggalkan agamanya sebagaimana sabda Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam:

إِذَا تَبَايَعْتُمْ بِالْعِينَةِ وَأَخَذْتُمْ أَذْنَابَ الْبَقَرِ وَرَضِيتُمْ بِالزَّرْعِ وَتَرَكْتُمْ الْجِهَادَ سَلَّطَ اللَّهُ عَلَيْكُمْ ذُلًّا لَا يَنْزِعُهُ حَتَّى تَرْجِعُوا إِلَى دِينِكُمْ

“Apabila kau berjual-beli dengan cara ‘iinah (salah satu jenis riba), kau pegang buntut-buntut sapi dan kau ridha dengan tanaman kau serta kau tinggalkan jihad, maka Allah akan menimpakan kehinaan kepada kamu, di mana Dia tidak akan mencabutnya hingga kau kembali kepada agama kamu.” (HR. Abu Dawud, dishahihkan oleh Syaikh Al Albani dalam Shahihul Jaami’ no. 423).

Ayat 10-14: Ajakan kepada kaum mukmin untuk melaksanakan perniagaan yang menguntungkan, yaitu berjihad di jalan Allah dengan jiwa dan harta, dan usul kepada mereka untuk menolong agama Allah sebagaimana yang dilakukan kaum hawariyyun.

يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا هَلْ أَدُلُّكُمْ عَلَى تِجَارَةٍ تُنْجِيكُمْ مِنْ عَذَابٍ أَلِيمٍ (١٠) تُؤْمِنُونَ بِاللَّهِ وَرَسُولِهِ وَتُجَاهِدُونَ فِي سَبِيلِ اللَّهِ بِأَمْوَالِكُمْ وَأَنْفُسِكُمْ ذَلِكُمْ خَيْرٌ لَكُمْ إِنْ كُنْتُمْ تَعْلَمُونَ (١١) يَغْفِرْ لَكُمْ ذُنُوبَكُمْ وَيُدْخِلْكُمْ جَنَّاتٍ تَجْرِي مِنْ تَحْتِهَا الأنْهَارُ وَمَسَاكِنَ طَيِّبَةً فِي جَنَّاتِ عَدْنٍ ذَلِكَ الْفَوْزُ الْعَظِيمُ (١٢) وَأُخْرَى تُحِبُّونَهَا نَصْرٌ مِنَ اللَّهِ وَفَتْحٌ قَرِيبٌ وَبَشِّرِ الْمُؤْمِنِينَ (١٣) يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا كُونُوا أَنْصَارَ اللَّهِ كَمَا قَالَ عِيسَى ابْنُ مَرْيَمَ لِلْحَوَارِيِّينَ مَنْ أَنْصَارِي إِلَى اللَّهِ قَالَ الْحَوَارِيُّونَ نَحْنُ أَنْصَارُ اللَّهِ فَآمَنَتْ طَائِفَةٌ مِنْ بَنِي إِسْرَائِيلَ وَكَفَرَتْ طَائِفَةٌ فَأَيَّدْنَا الَّذِينَ آمَنُوا عَلَى عَدُوِّهِمْ فَأَصْبَحُوا ظَاهِرِينَ (١٤)

Terjemah Surat Ash Shaff Ayat 10-14

10. Wahai orang-orang yang beriman! Maukah kau Aku tunjukkan suatu perdagangan yang sanggup menyelamatkanmu dari azab yang pedih?[29]

[29] Ini merupakan wasiat, petunjuk dan bimbingan dari Allah Subhaanahu wa Ta'aala Tuhan Yang paling sayang kepada hamba-hamba-Nya yang mukmin terhadap perdagangan yang paling menguntungkan, dimana setelahnya mereka akan memperoleh keselamatan dari azab yang pedih dan memperoleh nirwana yang penuh kenikmatan. Allah Subhaanahu wa Ta'aala memakai kata-kata proposal yang memperlihatkan bahwa hal ini merupakan sesuatu yang paling diinginkan oleh orang-orang yang berpandangan tajam, seolah-olah ada jawaban dari mereka, “Apa perdagangan yang begitu menguntungkan ini?”

11. (yaitu) kau beriman[30] kepada Allah dan Rasul-Nya dan berjihad di jalan Allah dengan harta dan jiwamu[31]. Itulah yang lebih baik bagi kamu, bila kau mengetahui.

[30] Yakni tetap terus beriman.

Iman yang tepat yaitu pembenaran yang pasti terhadap apa yang diperintahkan Allah untuk diimani, dimana hal ini menghendaki untuk berzakat saleh, dan di antara amal saleh yang paling besar yaitu jihad fii sabilillah.

[31] Yakni kau korbankan jiwa ragamu dan hartamu untuk melawan musuh-musuh Islam dan bertujuan menegakan agama Allah dan meninggikan kalimat-Nya serta mengorbankan sedikit hartamu untuk itu, lantaran hal itu meskipun tidak enak bagi jiwa dan berat melakukannya, tetapi lebih baik bagi kau bila kau mengetahui, lantaran di sana terdapat kebaikan di dunia dan di akhirat. Kebaikan di dunia yaitu dengan mendapat kemenangan terhadap musuh, kemuliaan, rezeki, kelapangan dada dsb. Sedangkan di alam abadi dengan memperoleh pahala Allah, selamat dari siksa-Nya dan lain sebagainya yang telah diterangkan dalam ayat selanjutnya.

12. Niscaya Allah akan mengampuni dosa-dosamu[32] dan memasukkan kau ke dalam nirwana yang mengalir di bawahnya sungai-sungai[33], dan ke tempat-tempat tinggal yang baik di dalam nirwana 'Adn[34]. Itulah kemenangan yang agung.

[32] Baik dosa-dosa kecil maupun dosa-dosa besar.

[33] Yakni di bawah daerah tinggal, istana dan pohon-pohon mengalir sungai-sungai dari air yang tidak berubah rasa dan baunya, sungai-sungai dari air susu yang tidak beubah rasanya, sungai-sungai dari khamar yang enak rasanya bagi peminumnya dan sungai-sungai dari madu yang disaring; dan mereka memperoleh segala macam buah-buahan di dalamnya.

[34] Yang menghimpun semua yang baik berupa daerah yang tinggi, bangunan yang indah dan menarik sampai-sampai penghuni nirwana yang berada di daerah yang tinggi dilihat oleh penghuni nirwana yang lain ibarat dilihatnya bintang yang gemerlap di ufuk timur atau di ufuk barat, bahkan bangunan nirwana sebagiannya dari bata emas dan sebagian lagi dari bata perak, kemahnya dari mutiara dan marjan, sebagian daerah dari zamrud dan permata yang berwarna indah. Saking beningnya; penggalan luar sanggup terlihat dari dalam dan penggalan dalam sanggup terlihat dari luar. Kebaikan dan keindahan di dalamnya tidak sanggup disifatkan oleh orang-orang yang menyifatkan, tidak pernah terlintas di hati manusia, dan mereka tidak mengkin mengetahui hingga mereka melihatnya, dan mereka bersenang-senang dengan indahnya serta merasa sejuk mata mereka karenanya. Surga dinamakan ‘Adn lantaran penduduknya abadi di sana, tidak akan keluar darinya selama-lamanya.

13. [35]Dan (ada lagi) karunia yang lain yang kau sukai (yaitu) pinjaman dari Allah dan kemenangan yang akrab (waktunya)[36]. Dan sampaikanlah informasi gembira kepada orang-orang mukmin[37].

[35] Adapun tanggapan di dunia terhadap perdagangan ini sebagaimana dalam ayat tersebut yaitu pinjaman dari Allah terhadap musuh sehingga diperoleh kemuliaan dan kegembiraan, serta kemenangan yang akrab (waktunya).

[36] Dari kemenangan itu wilayah Islam menjadi meluas dan kaum muslimin mendapat rezeki yang banyak. Ini merupakan tanggapan bagi kaum mukmin yang berjihad, adapun kaum mukmin yang tidak berjihad lantaran sudah diwakili oleh yang lain, maka Allah Subhaanahu wa Ta'aala tidak menciptakan mereka berputus asa lantaran karunia dan ihsan-Nya, bahkan Dia berfirman, “Dan sampaikanlah informasi gembira kepada orang-orang mukmin.”

[37] Yakni dengan pahala yang segera atau ditunda, masing-masing diadaptasi dengan keimanannya meskipun mereka tidak mencapai derajat para mujahid fii sabilillah sebagaimana dalam hadits berikut:

عَنْ أَبِى هُرَيْرَةَ عَنِ النَّبِىِّ صلى الله عليه وسلم قَالَ : مَنْ آمَنَ بِاللَّهِ وَرَسُولِهِ ، وَأَقَامَ الصَّلاَةَ ، وَصَامَ رَمَضَانَ ، كَانَ حَقًّا عَلَى اللَّهِ أَنْ يُدْخِلَهُ الْجَنَّةَ هَاجَرَ ، فِى سَبِيلِ اللَّهِ ، أَوْ جَلَسَ فِى أَرْضِهِ الَّتِى وُلِدَ فِيهَا . قَالُوا : يَا رَسُولَ اللَّهِ أَفَلاَ نُنَبِّئُ النَّاسَ بِذَلِكَ . قَالَ : إِنَّ فِى الْجَنَّةِ مِائَةَ دَرَجَةٍ أَعَدَّهَا اللَّهُ لِلْمُجَاهِدِينَ فِى سَبِيلِهِ ، كُلُّ دَرَجَتَيْنِ مَا بَيْنَهُمَا كَمَا بَيْنَ السَّمَاءِ وَالأَرْضِ ، فَإِذَا سَأَلْتُمُ اللَّهَ فَسَلُوهُ الْفِرْدَوْسَ ، فَإِنَّهُ أَوْسَطُ الْجَنَّةِ وَأَعْلَى الْجَنَّةِ ، وَفَوْقَهُ عَرْشُ الرَّحْمَنِ ، وَمِنْهُ تَفَجَّرُ أَنْهَارُ الْجَنَّةِ » .

Dari Abu Hurairah dari Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam, Beliau bersabda, “Barang siapa beriman kepada Allah dan Rasul-Nya, mendirikan shalat dan berpuasa di bulan Ramadhan, maka Allah berhak memasukkannya ke surga, baik ia berhijrah di jalan Allah atau duduk di negeri daerah ia dilahirkan.” Para sahabat berkata, “Wahai Rasulullah, bolehkah kami memberitahukan hal itu kepada manusia.” Beliau menjawab, “Sesungguhnya di nirwana ada seratus derajat yang Allah siapkah bagi mujahid fi sabiilillah, di mana masing-masing derajat sebagaimana jarak antara langit dan bumi. Jika kau meminta (surga) kepada Allah, maka mintalah nirwana Firdaus, lantaran ia yaitu nirwana yang paling tengah dan paling tinggi, di atasnya ada singgasana Ar Rahman dan dari sana mengalir sungai-sungai surga.” (HR. Bukhari)

14. Wahai orang-orang yang beriman! Jadilah kau penolong-penolong (agama) Allah[38] [39]sebagaimana Isa putra Maryam telah berkata kepada pengikut-pengikutnya yang setia, "Siapakah yang akan menjadi penolong-penolongku (untuk menegakkan agama) Allah?" Pengikut-pengikutnya yang setia itu berkata, "Kamilah penolong-penolong (agama) Allah," kemudian segolongan dari Bani Israil beriman[40] dan segolongan yang lain kafir[41]; kemudian Kami berikan kekuatan kepada orang-orang yang beriman terhadap musuh-musuh mereka, sehingga mereka menjadi orang-orang yang menang[42].

[38] Yaitu dengan menegakkan agama Allah baik dengan ucapan maupun perbuatan, pada diri dan orang lain. Demikian juga berjihad kepada orang-orang yang menentangnya baik dengan jiwa maupun harta. Termasuk menegakkan agama Allah yaitu mempelajari kitabullah dan sunnah Rasul-Nya serta mendorong insan kepadanya, dan melaksanakan amr ma’ruf dan nahi munkar.

[39] Selanjutnya, Allah mendorong kaum mukmin untuk mengikuti generasi sebelum mereka yang saleh.

[40] Dengan lantaran dakwah Nabi Isa ‘alaihis salam dan para pengikut setianya (hawariyyin).

[41] Mereka tidak mau mengikuti dakwah mereka (Nabi Isa dan hawariyyin), sehingga kaum mukmin berjihad melawan orang-orang kafir.

[42] Oleh lantaran itu, kau wahai umat Muhammad jadilah penolong agama Allah dan para penyeru kepadanya, pasti Allah akan menolongmu sebagaimana Dia telah menolong orang-orang sebelummu dan memenangkan mereka terhadap musuh mereka.

=============

TAFSIR Ash Shaff Ayat 2-3

“Wahai orang-orang yang beriman, kenapakah kau menyampaikan sesuatu yang tidak kau kerjakan? Amat besar kemurkaan Allah bila kau menyampaikan apa-apa yang tidak kau kerjakan” (QS. As-Shof: 2-3).

Sebagian orang enggan melaksanakan amar ma’ruf dan nahi mungkar, lantaran merasa belum bisa melaksanakan amalan ma’ruf yang hendak ia perintahkan, atau meninggalkan kemungkaran yang hendak ia larang. Dia khawatir termasuk ke dalam golongan orang yang menyampaikan apa yang tidak ia lakukan.

Pertanyaan yang harus kita temukan jawabannya adalah: apakah seorang harus tepat dulu amalannya, untuk bisa menasehati orang lain? Kemudian apakah setiap orang yang tidak melakukannya apa yang ia perintahkan, dan melanggar sendiri apa yang ia larang, masuk dalam bahaya ayat di atas?

Syaikh Anis Thahir Al-Indunisy, dikala kajian membahas kitab Iqtidho’ as-Shirot al-Mustaqiem , di masjid Nabawi malam Senin (20 Rabi’us Tsani 1436 H) menerangkan, bahwa ada dua hal yang perlu dibedakan dalam duduk kasus ini. Beliau mengatakan,

فيه فرق بين أن تنصح غيرك وأنت عاجز عن العفل، وبين أن تنصح غيرك و أنت قادر على الفعل

“Bedakan, antara Anda menasehati seorang, sementara Anda belum ada daya untuk melaksanakan apa yang Anda nasehatkan. Dengan Anda menasihati seorang, sementara Anda bisa melaksanakan apa yang Anda nasehatkan.”

Jadi, ada dua jenis orang dalam duduk kasus ini:

Petama, yaitu orang yang menasehati orang lain, namun ia belum bisa melaksanakan amalan ma’ruf yang ia sampaikan, atau meninggalkan kemungkaran yang ia larang.

Yang kedua, yaitu orang yang menasehati orang lain sementara sejatinya ia bisa untuk melaksanakan pesan nasehat yang ia sampaikan. Akan tetapi justru mengabaikan kemampuannya dan ia terjang sendiri nasehatnya, tanpa ada rasa bersalah dan menyesal. Ia merasa nyaman dan biasa-biasa saja dengan tindakan kurang terpuji tersebut.

Orang jenis pertama, ia belum bisa melaksanakan amalan ma’ruf yang ia perintahkan, lantaran ia belum mempunyai daya untuk melakukannya. Bisa jadi lantaran hawa nafsunya yang mendominasi, sesudah pertarungan batin dalam jiwanya. Sehingga, dikala ia melanggar sendiri apa yang ia nasehatkan, ia merasa bersalah dan menyesal atas kekurangannya ini. Serta senantiasa memperbaharui taubatnya.

Saat ia tergelincir pada larangan yang ia larang, ia katakan pada dirinya, “Sampai kapan… hingga kapan kau ibarat ini?! Kamu menasehati orang-orang untuk menjauhi perbuatan ini.. sementara kau sendiri yang melakukannya?! Tidakkah kau takut kepada Allah.”

Untuk orang yang ibarat ini, hendaknya ia jangan merasa enggan untuk beramar ma’ruf dan nahi munkar. Karena tidak menutup kemungkinan, nasehat yang ia sampaikan, akan membuatnya terpacu untuk melaksanakan amalan ma’ruf yang ia perintahkan, atau meninggalkan kemungkaran yang ia larang. Hal ini sudah menjadi suatu hal yang lumrah dalam pengalaman seorang.

Adapun orang jenis kedua, ia menerjang sendiri pesan nasehatnya, sesudah adanya daya dan kemampuan untuk melaksanakan nasehat tersebut. Namun justru ia abaikan. Saat menerjangnya pun, ia tidak merasa menyesal dan bersalah atas tindakannya tersebut. Orang ibarat inilah yang termasuk dalam bahaya ayat di atas.

Seperti seorang ayah merokok di samping anaknya yang ia juga merokok. Lalu Sang Ayah menasehatikan anaknya, “Nak…jangan ngrokok. Ndak baik ngrokok itu..” .Sementara ia sendiri klepas-klepus ngrokok di samping anaknya, tanpa merasa menyesal dan bersalah.

Barangkali makna inilah yang disinggung dalam perkataan para salafus sholih dahulu.

Sa’id bin Jubair mengatakan, “Jika dilarang melaksanakan amar ma’ruf dan nahi mungkar, kecuali orang yang tepat pasti tidak ada satupun orang yang boleh melakukannya”. Ucapan Sa’id bin Jubair ini dinilai oleh Imam Malik sebagai ucapan yang sangat tepat. (Tafsir Qurthubi, 1/410).

Al-Hasan Al-Bashri pernah berkata kepada Mutharrif bin Abdillah, “Wahai Mutharrif nasihatilah teman-temanmu”. Mutharrif mengatakan, “Aku khawatir menyampaikan yang tidak ku lakukan”. Mendengar hal tersebut, Hasan Al-Bashri mengatakan, “Semoga Allah merahmatimu, siapakah di antara kita yang mengerjakan apa yang ia katakan, sungguh setan berharap bisa menjebak kalian dengan hal ini sehingga tidak ada seorang pun yang berani amar ma’ruf nahi mungkar.” (Tafsir Qurthubi, 1/410).

Al-Hasan Al-Bashri juga pernah mengatakan, “Wahai sekalian insan sungguh saya akan menawarkan hikmah kepada kalian padahal saya bukanlah orang yang paling shalih dan yang paling baik di antara kalian. Sungguh saya mempunyai banyak maksiat dan tidak bisa mengontrol dan mengekang diriku supaya selalu taat kepada Allah. Andai seorang mukmin dilarang menawarkan hikmah kepada saudaranya kecuali sesudah bisa mengontrol dirinya pasti hilanglah para pemberi hikmah dan minimlah orang-orang yang mau mengingatkan.” (Tafsir Qurthubi, 1/410).

1 komentar untuk "Kumpulan Tafsir Ash Shaff Ayat 1-14"