Kumpulan Tafsir Al Mumtahanah Ayat 1-6

Surah Al Mumtahanah (Wanita Yang Diuji)

Surah ke-60. 13 ayat. Madaniyyah

بِسْمِ اللَّهِ الرَّحْمَنِ الرَّحِيمِ

Dengan menyebut nama Allah Yang Maha Pemurah lagi Maha Penyayang.

Ayat 1-3: Peringatan supaya tidak berwala’ (memberikan kecintaan dan kesetiaan) kepada musuh-musuh Allah yang menyakiti kaum mukmin sehingga mereka terpaksa harus berhijrah dan meningalkan tanah airnya.

يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا لا تَتَّخِذُوا عَدُوِّي وَعَدُوَّكُمْ أَوْلِيَاءَ تُلْقُونَ إِلَيْهِمْ بِالْمَوَدَّةِ وَقَدْ كَفَرُوا بِمَا جَاءَكُمْ مِنَ الْحَقِّ يُخْرِجُونَ الرَّسُولَ وَإِيَّاكُمْ أَنْ تُؤْمِنُوا بِاللَّهِ رَبِّكُمْ إِنْ كُنْتُمْ خَرَجْتُمْ جِهَادًا فِي سَبِيلِي وَابْتِغَاءَ مَرْضَاتِي تُسِرُّونَ إِلَيْهِمْ بِالْمَوَدَّةِ وَأَنَا أَعْلَمُ بِمَا أَخْفَيْتُمْ وَمَا أَعْلَنْتُمْ وَمَنْ يَفْعَلْهُ مِنْكُمْ فَقَدْ ضَلَّ سَوَاءَ السَّبِيلِ (١) إِنْ يَثْقَفُوكُمْ يَكُونُوا لَكُمْ أَعْدَاءً وَيَبْسُطُوا إِلَيْكُمْ أَيْدِيَهُمْ وَأَلْسِنَتَهُمْ بِالسُّوءِ وَوَدُّوا لَوْ تَكْفُرُونَ (٢) لَنْ تَنْفَعَكُمْ أَرْحَامُكُمْ وَلا أَوْلادُكُمْ يَوْمَ الْقِيَامَةِ يَفْصِلُ بَيْنَكُمْ وَاللَّهُ بِمَا تَعْمَلُونَ بَصِيرٌ (٣)

Terjemah Surat Al Mumtahanah Ayat 1-3

1. [1] [2]Wahai orang-orang yang beriman![3] Janganlah kau menimbulkan musuh-Ku dan musuhmu[4] sebagai teman-teman setia sehingga kau sampaikan kepada mereka (berita-berita Muhammad), sebab rasa kasih sayang[5]; [6]padahal mereka telah ingkar kepada kebenaran yang disampaikan kepadamu[7]. Mereka mengusir Rasul dan kau sendiri[8] sebab kau beriman kepada Allah, Tuhanmu. Jika kau benar-benar keluar untuk berjihad pada jalan-Ku dan mencari keridhaan-Ku (maka janganlah kau berbuat demikian)[9]. Kamu memberitahukan secara diam-diam (berita-berita Muhammad) kepada mereka, sebab rasa kasih sayang, dan Aku lebih mengetahui apa yang kau sembunyikan dan apa yang kau nyatakan[10]. Dan barang siapa di antara kau yang melakukannya[11], maka sungguh, ia telah tersesat dari jalan yang lurus[12].

2. [13]Jika mereka menangkapmu, pasti mereka bertindak sebagai musuh bagimu kemudian melepaskan tangan[14] dan lidahnya kepadamu[15] untuk menyakiti dan mereka ingin supaya kau (kembali) kafir[16].

3. Kaum kerabatmu dan anak-anakmu[17] tidak akan bermanfaat bagimu pada hari Kiamat[18]. Dia akan memisahkan antara kamu[19]. Dan Allah Maha Melihat apa yang kau kerjakan[20].

Ayat 4-6: Teladan dari Nabi Ibrahim ‘alaihis salam dimana Beliau berlepas diri dari kaumnya dikala mereka tetap berbuat syirk.



قَدْ كَانَتْ لَكُمْ أُسْوَةٌ حَسَنَةٌ فِي إِبْرَاهِيمَ وَالَّذِينَ مَعَهُ إِذْ قَالُوا لِقَوْمِهِمْ إِنَّا بُرَآءُ مِنْكُمْ وَمِمَّا تَعْبُدُونَ مِنْ دُونِ اللَّهِ كَفَرْنَا بِكُمْ وَبَدَا بَيْنَنَا وَبَيْنَكُمُ الْعَدَاوَةُ وَالْبَغْضَاءُ أَبَدًا حَتَّى تُؤْمِنُوا بِاللَّهِ وَحْدَهُ إِلا قَوْلَ إِبْرَاهِيمَ لأبِيهِ لأسْتَغْفِرَنَّ لَكَ وَمَا أَمْلِكُ لَكَ مِنَ اللَّهِ مِنْ شَيْءٍ رَبَّنَا عَلَيْكَ تَوَكَّلْنَا وَإِلَيْكَ أَنَبْنَا وَإِلَيْكَ الْمَصِيرُ (٤) رَبَّنَا لا تَجْعَلْنَا فِتْنَةً لِلَّذِينَ كَفَرُوا وَاغْفِرْ لَنَا رَبَّنَا إِنَّكَ أَنْتَ الْعَزِيزُ الْحَكِيمُ (٥) لَقَدْ كَانَ لَكُمْ فِيهِمْ أُسْوَةٌ حَسَنَةٌ لِمَنْ كَانَ يَرْجُو اللَّهَ وَالْيَوْمَ الآخِرَ وَمَنْ يَتَوَلَّ فَإِنَّ اللَّهَ هُوَ الْغَنِيُّ الْحَمِيدُ (٦)

Terjemah Surat Al Mumtahanah Ayat 4-6

4. Sungguh, telah ada suri contoh yang baik bagimu pada Ibrahim[21] dan orang-orang yang bersama dengannya[22], dikala mereka berkata kepada kaumnya, "Sesungguhnya kami berlepas diri dari kau dan dari apa yang kau sembah selain Allah, [23]kami mengingkari (kekafiran)mu dan telah konkret antara kami dan kau ada permusuhan[24] dan kebencian[25] buat selama-lamanya[26] hingga kau beriman kepada Allah saja[27],” kecuali perkataan Ibrahim kepada ayahnya[28], "Sungguh, saya akan memohonkan ampunan bagimu, namun saya sama sekali tidak sanggup menolak (siksaan) Allah terhadapmu.” (Ibrahim berkata), "Ya Tuhan kami, hanya kepada Engkau kami bertawakkal dan hanya kepada Engkau kami bertobat dan hanya kepada Engkaulah kami kembali."

5. "Ya Tuhan Kami, janganlah Engkau jadikan kami (sasaran) fitnah bagi orang-orang kafir[29]. Dan ampunilah kami[30], Ya Tuhan kami. Sesungguhnya Engkau Yang Mahaperkasa[31] lagi Mahabijaksana[32].”

6. [33]Sungguh, pada mereka itu (Ibrahim dan umatnya) terdapat suri contoh yang baik bagimu; (yaitu) bagi orang yang mengharap (pahala) Allah dan (keselamatan pada) hari kemudian[34], dan barang siapa berpaling[35], maka sebetulnya Allah, Dialah Yang Mahakaya[36] lagi Maha Terpuji[37].


[1] Hakim di juz 2 hal. 485 berkata: telah mengabarkan kepadaku Abdurrahman bin Al Hasan Qaadhi (hakim) di Hamdzaan, telah menceritakan kepada kami Ibrahim bin Al Husain, telah menceritakan kepada kami Adam bin Abi Iyas, telah menceritakan kepada kami Warqa’ dari Ibnu Abi Najih dari Mujahid dari Ibnu Abbas radhiyallahu 'anhuma perihal firman Allah ‘Azza wa Jalla, “Wahai orang-orang yang beriman! Janganlah kau menimbulkan musuh-Ku…sampai firman-Nya, “Dan Allah Maha Melihat apa yang kau kerjakan (ayat ke-3 surah ini).” Bahwa ayat tersebut turun berkenaan dengan pengiriman surat dari Hathib bin Abi Balta’ah dan orang yang bersamanya kepada orang-orang kafir Quraisy untuk memperingatkan mereka. Firman-Nya, “Kecuali perkataan Ibrahim kepada ayahnya…(ayat ke-4).” Bahwa mereka (kaum muslimin) dihentikan mengikuti permohonan ampun Nabi Ibrahim untuk ayahnya sehingga mereka (kaum muslimin ikut-ikutan) memohonkan ampunan untuk kaum musyrikin. Firman-Nya, “Ya Tuhan Kami, janganlah Engkau jadikan kami (sasaran) fitnah bagi orang-orang kafir.” Maksudnya, janganlah Engkau mengazab kami melalui tangan mereka dan jangan pula pribadi menerima azab dari sisi-Mu, sehingga mereka (musuh) berkata, “Kalau sekiranya mereka berada di atas kebenaran, tentu azab tidak akan menimpa mereka.” (Hakim berkata, “Hadits ini shahih sesuai syarat Bukhari dan Muslim, namun keduanya tidak meriwayatkan.” Hadits ini didiamkan oleh Adz Dzahabi. Syaikh Muqbil menjelaskan, bahwa Adam bin Abi Iyas bukan termasuk para perawi Muslim, sehingga hadits tersebut berdasarkan syarat Bukhari. Beliau (Syaikh Muqbil) berkata, “Saya berpaling dari hadits Ali yang ada di Bukhari dan Muslim, sebab Al Haafizh dalam Al Fat-h juz 10 hal. 260 berkata, “Susunan (hadits tersebut) menjelaskan bahwa perhiasan ini (dalam hadits Ali) yaitu mudraj (diselipkan oleh seorang rawi), Muslim juga meriwayatkan dari Ishaq bin Rahawaih dari Sufyan, dan ia membuktikan bahwa pembacaan ayat yaitu dari ucapan Sufyan.” Dari sini diketahui, bahwa kisah tersebut ada dalam Shahih Bukhari dan Muslim, akan tetapi turunnya ayat dan disebutkannya ayat itu yaitu terputus sebab Sufyan termasuk atbaa’uttaabi’in. Demikian pula ayat, “Laa yanhaakumullah…dst (ayat ke-8).” Disebutkan turunnya ayat dari jalan Sufyan, maka itu juga termasuk ucapannya sebagaimana dalam Bukhari juz 13 hal. 17, demikian pula dalam Al Adabul Mufrad hal. 23, dan ada riwayat lagi dari jalan lain di sisi Thayalisi, Abu Ya’la, Ibnu Jarir dan yang lain, namun di sana terdapat Mush’ab bin Tsabit, ia juga dha’if sebagaimana dalam Al Miizan, oleh alhasil tidak saya (Syaikh Muqbil) tulis.” Kemudian di catatan kaki kitab Ash Shahiihul Musnad Syaikh Muqbil berkata, “Kemudian tampak bagiku kedha’ifan hadits tersebut (hadits Hakim di atas) sebab Abdurrahman bin Al Hasan (hanya) mengaku mendengar dari Ibrahim bin Al Husain, yaitu Ibnu Daiziil, demikian pula Ibnu Najih tidak mendengar tafsir dari Mujahid.”)

[2] Banyak para mufassir rahimahumullah menerangkan, bahwa beberapa ayat yang mulia ini turun berkenaan dengan kisah Hathib bin Abi Balta’ah, yaitu dikala Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam hendak menaklukkan Mekah dan merahasiakan perkara itu, maka Hathib menulis surat perihal maksud Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam tersebut kepada orang-orang kafir Mekah bukan sebab ia sebagai munafik, tetapi sebab ia mempunyai anak dan keluarga yang masih musyrik di sana, maka Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam mengambil surat itu dari perempuan yang mendapatkan surat dari Hathib sebab pemberitahuan Allah kepada Beliau, kemudian Beliau mencela Hathib, maka Hathib menyebutkan alasannya, kemudian diterima alasannya itu.

Di dalam ayat ini terdapat larangan berwala’ (memberikan cinta-kasih) kepada orang-orang kafir, dan bahwa yang demikian bertentangan dengan keimanan, menyelisihi aliran Nabi Ibrahim ‘alaihis salam dan bertentangan dengan logika sehat yang mengharuskan untuk bersikap hati-hati terhadap musuh.

[3] Yakni kerjakanlah konsekwensi imanmu berupa memperlihatkan wala’ kepada orang-orang yang beriman dan memusuhi orang-orang yang menolak beriman, sebab sebetulnya ia musuh Allah dan musuh kaum mukmin.

[4] Yaitu orang-orang kafir Mekah.

[5] Hal itu, sebab kasih sayang apabila terjadi, maka akan diiringi dengan perilaku menolong dan membela.

[6] Bagaimana seseorang mengambil orang-orang kafir yang menjadi musuhnya sebagai sobat setianya, padahal mereka tidak menginginkan untuknya selain keburukan dan ia tinggalkan Tuhannya yang menginginkan kebaikan untuk dirinya. Di samping itu, orang-orang kafir telah ingkar kepada kebenaran yang dibawa kaum mukmin, bahkan mereka juga telah mengusir rasul dan kaum mukmin dari kampung halaman mereka tanpa kesalahan apa pun selain sebab mereka beriman kepada Allah Tuhan mereka yang semua makhluk wajib beribadah kepada-Nya sebab Dia telah mengurus mereka dan melimpahkan kepada mereka nikmat-nikmat yang tampak maupun yang tersembunyi.

[7] Yaitu agama Islam dan Al Qur’an.

[8] Dari Mekah.

[9] Yakni kalau keluarmu dengan maksud berjihad di jalan Allah untuk meninggikan kalimat Allah dan mencari keridhaan-Nya, maka kerjakanlah konsekwensinya yaitu berwala’ kepada wali-wali Allah dan memusuhi musuh-musuh-Nya; yang demikian merupakan jihad fii sabilillah dan ia termasuk ibadah yang mendekatkan diri kepada Allah dan memperoleh keridhaan-Nya.

[10] Yakni bagaimana kau memberitahukan secara diam-diam (berita-berita Nabi Muhammad shallallahu 'alaihi wa sallam) kepada orang-orang kafir, sebab rasa kasih sayang kepada mereka padahal kau mengetahui bahwa Allah Subhaanahu wa Ta'aala mengetahui apa yang kau sembunyikan dan apa yang kau tampakkan. Perkara itu, meskipun tersembunyi bagi kaum mukmin, namun tidaklah tersembunyi bagi Allah Subhaanahu wa Ta'aala dan Dia akan memperlihatkan jawaban kepada hamba-hamba-Nya sesuai yang Dia ketahui dari mereka, baik atau buruk.

[11] Yani memperlihatkan wala’ kepada orang-orang kafir sesudah Allah Subhaanahu wa Ta'aala memperingatkannya.

[12] Hal itu, sebab ia telah menempuh jalan yang menyelisihi syara’, logika dan jalan insan sejati.

[13] Selanjutnya Allah Subhaanahu wa Ta'aala membuktikan betapa besarnya permusuhan mereka untuk mendorong kaum mukmin memusuhi mereka.

[14] Dengan memukulmu atau membunuhmu atau melaksanakan perbuatan lainnya untuk menyakitimu.

[15] Dengan mencaci-makimu.

[16] Inilah maksud utama mereka.

[17] Yang masih musyrik.

[18] Untuk menolak azab-Nya pada hari Kiamat.

[19] Dengan mereka.

[20] Oleh sebab itu, Dia memperingatkan kau untuk tidak berwala’ kepada orang-orang kafir, dimana berwala’ kepada mereka sanggup memperlihatkan madharrat (kerugian) kepadamu.

[21] Baik ucapannya maupun perbuatannya.

[22] Dari kalangan kaum mukmin.

[23] Selanjutnya mereka memperlihatkan permusuhan dengan jelas.

[24] Dengan badan.

[25] Dengan hati.

[26] Selama kau berada di atas kekafiran.

[27] Yakni kalau kau beriman kepada Allah saja, maka hilanglah permusuhan dan kebencian itu dan bermetamorfosis persaudaraan dan saling mencintai.

Kalian wahai kaum mukmin sanggup mengambil suri contoh yang baik dari Ibrahim dan orang-orang yang bersamanya dalam hal menegakkan keimanan dan tauhid, menegakkan cuilan keimanan dan konsekwensinya.

[28] Yaitu Aazar dikala ia diajak Nabi Ibrahim ‘alaihis salam beriman dan mentauhidkan Allah, namun ia menolak, maka Nabi Ibrahim memintakan ampunan untuk ayahnya yang musyrik itu. Hal ini tidak boleh ditiru, sebab Allah tidak membenarkan orang mukmin memintakan ampunan untuk orang-orang kafir (Lihat surah At Taubah ayat 113-114).

[29] Yakni, jangan Engkau memenangkan mereka di atas kami, sehingga mereka menyangka bahwa mereka berada di atas kebenaran. Atau maksudnya, janganlah Engkau memperlihatkan kekuasaan kepada mereka terhadap kami sebab dosa-dosa kami sehingga mereka menindas kami dan menghalangi kami melaksanakan hal yang menjadi cuilan dari keimanan, dan mereka juga tertipu oleh diri mereka, sebab dikala mereka melihat bahwa mereka memperoleh kemenangan, maka mereka mengira bahwa mereka berada di atas kebenaran dan kami berada di atas kebatilan sehingga mereka bertambah kafir dan melampaui batas.

[30] Terhadap dosa dan maksiat yang kami kerjakan dan perilaku kurangnya kami dalam menjalankan perintah-Mu.

[31] Yang menundukkan segala sesuatu.

[32] Yang meletakkan sesuatu pada tempatnya. Maka dengan keperkasaan-Mu dan kebijaksanaan-Mu ya Allah tolonglah kami dalam melawan musuh-musuh kami, ampunilah dosa-dosa kami dan perbaikilah malu kami.

[33] Selanjutnya Allah Subhaanahu wa Ta'aala mengulangi lagi dorongan-Nya untuk mengikuti Ibrahim dan orang-orang yang bersamanya dari kalangan kaum mukmin.

[34] Orang inilah yang gampang beruswah (mengambil teladan) kepada mereka (Nabi Ibrahim ‘alaihis salam dan orang-orang yang bersamanya). Karena beriman kepada Allah dan mengharapkan pahala-Nya serta takut terhadap siksaan pada hari Kiamat akan menciptakan seorang hamba gampang melaksanakan sesuatu yang susah, menciptakan sedikit sesuatu yang banyak serta membuatnya banyak mengikuti hamba-hamba Allah yang saleh, yaitu para nabi dan para rasul.

[35] Dari taat kepada Allah dan beruswah kepada para rasul Allah, maka ia tidaklah memadharratkan (merugikan) siapa-siapa selain kepada dirinya sendiri, dan Allah Subhaanahu wa Ta'aala tidaklah terkena madharrat sedikit pun.

[36] Dia Mahakaya dari segala sisi sehingga Dia tidak butuh kepada seorang pun dari makhluk-Nya dari segala sisi.

[37] Baik pada Dzat-Nya, nama-Nya, sifat-Nya dan perbuatan-Nya. Dia terpuji dalam semua itu.

Posting Komentar untuk "Kumpulan Tafsir Al Mumtahanah Ayat 1-6"