Kumpulan Tafsir Al Kaafiruun

Surah Al Kaafiruun (Orang-Orang Kafir)
Surah ke-109. 6 ayat. Makkiyyah

Ayat 1-6: Tidak ada toleransi dalam hal keimanan dan peribadatan, dan perintah berlepas
diri dari syirk dan kesesatan.

1. Katakanlah (Muhammad) (3340), "Wahai orang-orang kafir!

2. Aku (3341) tidak menyembah apa yang kau sembah,

3. dan kau bukan penyembah Tuhan yang saya sembah,

4. dan saya tidak pernah (3342) menjadi penyembah apa yang kau sembah,

5. dan kau tidak pernah (pula) menjadi penyembah Tuhan yang saya sembah.

6. Untukmu agamamu (3343), dan untukku agamaku (3344)."

PENJELASAN AYAT 

3340 Secara tegas dan terang-terangan.
3341 Yakni ketika ini.
3342 Di masa mendatang.
3343 Yaitu syirk.
3344 Yaitu Islam.

=====================================================================
Allah Ta’ala berfirman,

قُلْ يَا أَيُّهَا الْكَافِرُونَ (1) لَا أَعْبُدُ مَا تَعْبُدُونَ (2) وَلَا أَنْتُمْ عَابِدُونَ مَا أَعْبُدُ (3) وَلَا أَنَا عَابِدٌ مَا عَبَدْتُمْ (4) وَلَا أَنْتُمْ عَابِدُونَ مَا أَعْبُدُ (5) لَكُمْ دِينُكُمْ وَلِيَ دِينِ (6)

“Katakanlah: “Hai orang-orang kafir, Aku tidak akan menyembah apa yang kau sembah. Dan kau bukan penyembah Tuhan yang saya sembah. Dan saya tidak pernah menjadi penyembah apa yang kau sembah, dan kau tidak pernah (pula) menjadi penyembah Tuhan yang saya sembah. Untukmu agamamu, dan untukkulah, agamaku.” (QS. Al Kaafirun: 1-6)

Surat ini ialah surat Makkiyah (yang turun sebelum hijroh).

Kebiasaan Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam Membaca Surat Al Kaafirun

Dari Jabir bin ‘Abdillah, ia mengatakan,

كَانَ يَقْرَأُ فِى الرَّكْعَتَيْنِ (قُلْ هُوَ اللَّهُ أَحَدٌ) وَ (قُلْ يَا أَيُّهَا الْكَافِرُونَ)

“Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam biasa membaca di shalat dua raka’at thowaf yaitu surat Qul Huwallahu Ahad (Al Ikhlas) dan surat Qul Yaa Ayyuhal Kaafirun (Al Kaafirun).” (HR. Muslim no. 1218)

Dari Abu Hurairah, ia berkata,

أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ -صلى الله عليه وسلم- قَرَأَ فِى رَكْعَتَىِ الْفَجْرِ (قُلْ يَا أَيُّهَا الْكَافِرُونَ) وَ (قُلْ هُوَ اللَّهُ أَحَدٌ)

“Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam biasa membaca di dua raka’at sunnah Fajr (Qobliyah Shubuh) yaitu surat Qul Yaa Ayyuhal Kaafirun (Al Kaafirun) dan surat Qul Huwallahu Ahad (Al Ikhlas).” (HR. Muslim no. 726)

Dari Ibnu ‘Umar, ia mengatakan,

رَمَقْتُ النَّبِيَّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ أَرْبَعًا وَعِشْرِينَ مَرَّةً ، أَوْ خَمْسًا وَعِشْرِينَ مَرَّةً يَقْرَأُ فِي الرَّكْعَتَيْنِ قَبْلَ الْفَجْرِ وَبَعْدَ الْمَغْرِبِ {قُلْ يَا أَيُّهَا الْكَافِرُونَ} ، {وَقُلْ هُوَ اللَّهُ أَحَدٌ}.

“Saya melihat Nabi Shallallahu’alaihi wa sallam shalat sebanyak dua puluh empat atau dua puluh lima kali. Yang dia baca pada dua rakaat sebelum shalat subuh dan dua rakaat setelah maghrib ialah surat Qul Yaa Ayyuhal Kaafirun (Al Kaafirun) dan surat Qul Huwallahu Ahad (Al Ikhlas).” (HR. Ahmad 2/95. Syaikh Syu;aib Al Arnauth mengatakan, sanad hadits ini shahih sesuai syarat Bukhari-Muslim)

Isi Surat Al Kaafirun

Surat ini berisi pedoman berlepas diri dari amalan yang dilakukan oleh orang-orang musyrik. Surat ini berisi perintah untuk tulus dalam melaksanakan amalan (yaitu murni ditujukan pada Allah semata).

Tafsir Surat Al Kaafirun

Firman Allah Ta’ala,

قُلْ يَا أَيُّهَا الْكَافِرُونَ

“Katakanlah: “Hai orang-orang kafir”. Ayat ini bergotong-royong ditujukan pada orang-orang kafir di muka bumi ini. Akan tetapi, konteks ayat ini membicarakan perihal kafir Quraisy.

Mengenai surat ini, ada ulama yang menyatakan bahwa sebab kejahilan orang kafir Quraisy, mereka mengajak Rasul shallallahu ‘alaihi wa sallam untuk beribadah kepada berhala mereka selama satu tahun, kemudian mereka akan bergantian beribadah kepada sesembahan Rasul shallallahu ‘alaihi wa sallam (yaitu Allah Ta’ala) selama setahun pula. Akhirnya Allah Ta’ala pun menurunkan surat ini. Allah memerintahkan kepada Rasul-Nya untuk berlepas diri dari agama orang-orang musyrik tersebut secara total.

Yang dimaksud dengan ayat,

لَا أَعْبُدُ مَا تَعْبُدُونَ

“Aku tidak akan menyembah apa yang kau sembah”, yaitu berhala dan tandingan-tandingan selain Allah.

Maksud firman Allah selanjutnya,

وَلَا أَنْتُمْ عَابِدُونَ مَا أَعْبُدُ

“Dan kau bukan penyembah Tuhan yang saya sembah”, yaitu yang saya sembah ialah Allah semata, tidak ada sekutu bagi-Nya.

Allah Ta’ala firmankan selanjutnya,

وَلَا أَنَا عَابِدٌ مَا عَبَدْتُمْ

“Dan saya tidak pernah menjadi penyembah apa yang kau sembah”, maksudnya ialah saya tidak akan beribadah dengan mengikuti ibadah yang kalian lakukan, saya hanya ingin beribadah kepada Allah dengan cara yang Allah cintai dan ridhoi.

Oleh sebab itu selanjutnya Allah Ta’ala menyampaikan kembali,

وَلَا أَنْتُمْ عَابِدُونَ مَا أَعْبُدُ

“Dan kau tidak pernah (pula) menjadi penyembah Tuhan yang saya sembah”, maksudnya ialah kalian tidak akan mengikuti perintah dan syari’at Allah dalam melaksanakan ibadah, bahkan yang kalian lakukan ialah membuat-buat ibadah sendiri yang sesuai selera hati kalian. Hal ini sebagaimana Allah firmankan,

إِنْ يَتَّبِعُونَ إِلَّا الظَّنَّ وَمَا تَهْوَى الْأَنْفُسُ وَلَقَدْ جَاءَهُمْ مِنْ رَبِّهِمُ الْهُدَى

“Mereka tidak lain hanyalah mengikuti sangkaan-sangkaan, dan apa yang diingini oleh hawa nafsu mereka dan sesungguhnya telah tiba petunjuk kepada mereka dari Tuhan mereka.” (QS. An Najm: 23)

Ayat-ayat ini secara terang menyampaikan berlepas diri dari orang-orang musyrik dari seluruh bentuk sesembahan yang mereka lakukan.

Seorang hamba seharusnya mempunyai sesembahan yang ia sembah. Ibadah yang ia lakukan tentu saja harus mengikuti apa yang diajarkan oleh sesembahannya. Rasul shallallahu ‘alaihi wa sallam dan para pengikutnya menyembah Allah sesuai dengan apa yang Allah syariatkan. Inilah konsekuensi dari kalimat Ikhlas “Laa ilaha illallah, Muhammadur Rasulullah”. Maksud kalimat yang agung ini ialah “tidak ada sesembahan yang berhak diibadahi melainkan Allah, dan jalan cara untuk melaksanakan ibadah tersebut ialah dengan mengikuti pedoman Rasul shallallahu ‘alaihi wa sallam”. Orang-orang musyrik melaksanakan ibadah kepada selain Allah, padahal tidak Allah izinkan. Oleh sebab itu Rasul shallallahu ‘alaihi wa sallam menyampaikan kepada mereka,

لَكُمْ دِينُكُمْ وَلِيَ دِينِ

“Untukmu agamamu, dan untukkulah, agamaku.” Maksud ayat ini sebagaimana firman Allah,

وَإِنْ كَذَّبُوكَ فَقُلْ لِي عَمَلِي وَلَكُمْ عَمَلُكُمْ أَنْتُمْ بَرِيئُونَ مِمَّا أَعْمَلُ وَأَنَا بَرِيءٌ مِمَّا تَعْمَلُونَ

“Jika mereka mendustakan kamu, maka katakanlah: “Bagiku pekerjaanku dan bagimu pekerjaanmu. Kamu berlepas diri terhadap apa yang saya kerjakan dan akupun berlepas diri terhadap apa yang kau kerjakan.” (QS. Yunus: 41)

لَنَا أَعْمَالُنَا وَلَكُمْ أَعْمَالُكُمْ

“Bagi kami amal-amal kami dan bagi kau amal-amal kamu.” (QS. Asy Syura: 15)

Imam Al Bukhari mengatakan,

( لَكُمْ دِينُكُمْ ) الْكُفْرُ . ( وَلِىَ دِينِ ) الإِسْلاَمُ وَلَمْ يَقُلْ دِينِى ، لأَنَّ الآيَاتِ بِالنُّونِ فَحُذِفَتِ الْيَاءُ كَمَا قَالَ يَهْدِينِ وَيَشْفِينِ . وَقَالَ غَيْرُهُ ( لاَ أَعْبُدُ مَا تَعْبُدُونَ ) الآنَ ، وَلاَ أُجِيبُكُمْ فِيمَا بَقِىَ مِنْ عُمُرِى ( وَلاَ أَنْتُمْ عَابِدُونَ مَا أَعْبُدُ ) . وَهُمُ الَّذِينَ قَالَ ( وَلَيَزِيدَنَّ كَثِيرًا مِنْهُمْ مَا أُنْزِلَ إِلَيْكَ مِنْ رَبِّكَ طُغْيَانًا وَكُفْرًا )

“Lakum diinukum”, maksudnya bagi kalian kekafiran yang kalian lakukan. “Wa liya diin”, maksudnya bagi kami agama kami. Dalam ayat ini tidak disebut dengan (دِينِى) sebab kalimat tersebut sudah terdapat abjad “nuun”, kemudian “yaa” dihapus sebagaimana hal ini terdapat pada kalimat (يَهْدِينِ) atau (يَشْفِينِ). Ulama lain menyampaikan bahwa ayat (لاَ أَعْبُدُ مَا تَعْبُدُونَ), maksudnya ialah saya tidak menyembah apa yang kalian sembah untuk ketika ini. Aku juga tidak akan memenuhi permintaan kalian di sisa umurku (artinya: dan seterusnya saya tidak menyembah apa yang kalian sembah), sebagaimana Allah katakan selanjutnya (وَلاَ أَنْتُمْ عَابِدُونَ مَا أَعْبُدُ). Mereka mengatakan,

وَلَيَزِيدَنَّ كَثِيرًا مِنْهُمْ مَا أُنْزِلَ إِلَيْكَ مِنْ رَبِّكَ طُغْيَانًا وَكُفْرًا

“Dan Al Alquran yang diturunkan kepadamu dari Tuhanmu sungguh-sungguh akan menambah kedurhakaan dan kekafiran bagi kebanyakan di antara mereka.” (QS. Al Maidah: 64). Demikian yang disebutkan oleh Imam Al Bukhari.

Mengenai Ayat Yang Berulang dalam Surat Ini

Mengenai firman Allah yang berulang dalam surat ini yaitu pada ayat,

لَا أَعْبُدُ مَا تَعْبُدُونَ (2) وَلَا أَنْتُمْ عَابِدُونَ مَا أَعْبُدُ (3) وَلَا أَنَا عَابِدٌ مَا عَبَدْتُمْ (4) وَلَا أَنْتُمْ عَابِدُونَ مَا أَعْبُدُ (5)

“Aku tidak akan menyembah apa yang kau sembah. Dan kau bukan penyembah Tuhan yang saya sembah. Dan saya tidak pernah menjadi penyembah apa yang kau sembah, dan kau tidak pernah (pula) menjadi penyembah Tuhan yang saya sembah.”

Ada tiga pendapat dalam penafsiran ayat ini:

Tafsiran pertama: Menyatakan bahwa maksud ayat tersebut ialah untuk penguatan makna (ta’kid). Pendapat ini dinukil oleh Ibnu Jarir dari sebagian pakar bahasa. Yang semisal dengan ini ialah firman Allah Ta’ala,

فَإِنَّ مَعَ الْعُسْرِ يُسْرًا (5) إِنَّ مَعَ الْعُسْرِ يُسْرًا (6)

“Karena sesungguhnya sehabis kesulitan itu ada kemudahan, sesungguhnya sehabis kesulitan itu ada kemudahan.” (QS. Alam Nasyroh: 5-6)

Begitu pula firman Allah Ta’ala,

لَتَرَوُنَّ الْجَحِيمَ (6) ثُمَّ لَتَرَوُنَّهَا عَيْنَ الْيَقِينِ (7)

“Niscaya kau benar-benar akan melihat neraka Jahiim, dan sesungguhnya kau benar-benar akan melihatnya dengan ‘ainul yaqin.” (QS. At Takatsur: 6-7)

Tafsiran kedua: Sebagaimana yang dipilih oleh Imam Bukhari dan para pakar tafsir lainnya, bahwa yang dimaksud ayat,

لَا أَعْبُدُ مَا تَعْبُدُونَ (2) وَلَا أَنْتُمْ عَابِدُونَ مَا أَعْبُدُ

“Aku tidak akan menyembah apa yang kau sembah. Dan kau bukan penyembah Tuhan yang saya sembah.” Ini untuk masa lampau.

وَلَا أَنَا عَابِدٌ مَا عَبَدْتُمْ (4) وَلَا أَنْتُمْ عَابِدُونَ مَا أَعْبُدُ (5)

“Dan saya tidak pernah menjadi penyembah apa yang kau sembah, dan kau tidak pernah (pula) menjadi penyembah Tuhan yang saya sembah.” Ini untuk masa akan datang.

Tafsiran ketiga: Yang dimaksud dengan ayat,

لَا أَعْبُدُ مَا تَعْبُدُونَ

“Aku tidak akan menyembah apa yang kau sembah.” Yang dinafikan (ditiadakan di sini) ialah perbuatan (menyembah selain Allah) sebab kalimat ini ialah jumlah fi’liyah (kalimat yang diawali kata kerja).

Sedangkan ayat,

وَلَا أَنَا عَابِدٌ مَا عَبَدْتُمْ

“Dan saya tidak pernah menjadi penyembah apa yang kau sembah.” Yang dimaksudkan di sini ialah penafian (peniadaan) mendapatkan sesembahan selain Allah secara total. Di sini sanggup dimaksudkan secara total sebab kalimat tersebut memakai jumlah ismiyah (kalimat yang diawali kata benda) dan ini menyampaikan ta’kid (penguatan makna). Sehingga seolah-olah yang dinafikan dalam ayat tersebut ialah perbuatan (menyembah selain Allah) dan ditambahkan tidak mendapatkan pedoman menyembah selain Allah secara total. Yang dimaksud ayat ini pula ialah menafikan bila Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam mustahil sama sekali menyembah selain Allah. Tafsiran yang terakhir ini pula ialah tafsiran yang bagus. Wallahu a’lam.

Faedah Berharga dari Surat Al Kafirun

Dalam ayat ini dijelaskan adanya penetapan aqidah meyakini takdir Allah, yaitu orang kafir ada yang terus menerus dalam kekafirannya, begitu pula dengan orang beriman.
Kewajiban berlepas diri (baro’) secara lahir dan batin dari orang kafir dan sesembahan mereka.
Adanya tingkatan yang berbeda antara orang yang beriman dan orang kafir atau musyrik.
Ibadah yang bercampur kesyirikan (tidak ikhlas), tidak dinamakan ibadah.

Referensi:

Aysarut Tafasir, Abu Bakr Jabir Al Jazairi

Tafsir Al Qur’an Al ‘Azhim, Ibnu Katsir, Muassasah Qurthubah

Taysir Karimir Rahman, ‘Abdurrahman bin Nashir As Sa’di, Muassasah Ar Risalah.

======================================

Abdullah Shaleh Hadrami Download Audio Tafsir al Qur'an Surat al Kafiruun

Posting Komentar untuk "Kumpulan Tafsir Al Kaafiruun"