Kumpulan Tafsir Al Buruuj

Surah Al Buruuj (Gugusan Bintang)

Surah ke-85. 22 ayat. Makkiyyah

بِسْمِ اللَّهِ الرَّحْمَنِ الرَّحِيمِ

Dengan menyebut nama Allah Yang Maha Pemurah lagi Maha Penyayang.

Ayat 1-9: Sumpah Allah Subhaanahu wa Ta'aala dengan langit, hari Kiamat, dan para rasul bahwa orang-orang yang menindas kaum mukmin akan binasa dan di sana terdapat instruksi bahwa Orang-orang yang menentang Nabi Muhammad shallallahu 'alaihi wa sallam juga akan mengalami kehancuran sebagaimana yang dialami umat-umat terdahulu yang menentang rasul-rasul mereka.

وَالسَّمَاءِ ذَاتِ الْبُرُوجِ (١) وَالْيَوْمِ الْمَوْعُودِ (٢) وَشَاهِدٍ وَمَشْهُودٍ (٣) قُتِلَ أَصْحَابُ الأخْدُودِ (٤) النَّارِ ذَاتِ الْوَقُودِ (٥)إِذْ هُمْ عَلَيْهَا قُعُودٌ (٦) وَهُمْ عَلَى مَا يَفْعَلُونَ بِالْمُؤْمِنِينَ شُهُودٌ (٧)وَمَا نَقَمُوا مِنْهُمْ إِلا أَنْ يُؤْمِنُوا بِاللَّهِ الْعَزِيزِ الْحَمِيدِ (٨) الَّذِي لَهُ مُلْكُ السَّمَاوَاتِ وَالأرْضِ وَاللَّهُ عَلَى كُلِّ شَيْءٍ شَهِيدٌ (٩)

Terjemah Surat Al Buruj Ayat 1-9

1. Demi langit yang mempunyai deretan bintang[1],

2. dan demi hari yang dijanjikan[2],

3. Demi yang menyaksikan[3] dan yang disaksikan[4].

4. Binasalah orang-orang yang menciptakan parit[5],

5. Yang berapi (yang mempunyai) kayu bakar,

6. ketika mereka duduk di sekitarnya,

7. sedang mereka menyaksikan apa yang mereka perbuat terhadap orang-orang mukmin[6].

8. Dan mereka menyiksa orang-orang mukmin itu hanya lantaran (orang-orang mukmin itu) beriman kepada Allah Yang Mahaperkasa[7] lagi Maha Terpuji[8] [9],

9. Yang mempunyai kerajaan langit dan bumi[10]. Dan Allah Maha Menyaksikan segala sesuatu[11].



Ayat 10-11: Ancaman kepada orang-orang yang menindas kaum mukmin, bahwa bila mereka tidak bertobat, maka mereka akan menerima azab yang membakar, dan tanggapan untuk kaum mukmin.

إِنَّ الَّذِينَ فَتَنُوا الْمُؤْمِنِينَ وَالْمُؤْمِنَاتِ ثُمَّ لَمْ يَتُوبُوا فَلَهُمْ عَذَابُ جَهَنَّمَ وَلَهُمْ عَذَابُ الْحَرِيقِ (١٠) إِنَّ الَّذِينَ آمَنُوا وَعَمِلُوا الصَّالِحَاتِ لَهُمْ جَنَّاتٌ تَجْرِي مِنْ تَحْتِهَا الأنْهَارُ ذَلِكَ الْفَوْزُ الْكَبِيرُ (١١

Terjemah Surat Al Buruj Ayat 10-11

10. [12]Sungguh, orang-orang yang mendatangkan cobaan[13] kepada orang-orang yang mukmin pria dan perempuan kemudian mereka tidak bertobat, maka mereka akan menerima azab Jahanam dan mereka akan menerima azab (neraka) yang membakar.

11. [14]Sungguh, orang-orang yang beriman[15] dan mengerjakan kebajikan[16], mereka akan menerima nirwana yang mengalir di bawahnya sungai-sungai, itulah kemenangan yang agung[17].

Ayat 12-16: Kekuasaan Allah Subhaanahu wa Ta'aala untuk membalas musuh-musuh-Nya yang menindas wali-wali-Nya.

إِنَّ بَطْشَ رَبِّكَ لَشَدِيدٌ (١٢) إِنَّهُ هُوَ يُبْدِئُ وَيُعِيدُ (١٣) وَهُوَ الْغَفُورُ الْوَدُودُ (١٤) ذُو الْعَرْشِ الْمَجِيدُ (١٥) فَعَّالٌ لِمَا يُرِيدُ (١٦)

Terjemah Surat Al Buruj Ayat 12-16

12. Sungguh, azab Tuhanmu[18] sangat keras.

13. Sungguh, Dialah yang memulai penciptaan (makhluk) dan yang menghidupkannya (kembali).

14. Dialah Yang Maha Pengampun[19] lagi Maha Pengasih[20],

15. Yang mempunyai 'Arsy[21], lagi Maha mulia,

16. Mahakuasa berbuat apa yang Dia kehendaki[22].

Ayat 17-22: Bukti kekuasaan Allah Subhaanahu wa Ta'aala pada pembinasaan Fir’aun dan kaum Tsamud, dan menguatkan keagungan Al Qur’an dan sifatnya.

هَلْ أَتَاكَ حَدِيثُ الْجُنُودِ (١٧) فِرْعَوْنَ وَثَمُودَ (١٨) بَلِ الَّذِينَ كَفَرُوا فِي تَكْذِيبٍ (١٩) وَاللَّهُ مِنْ وَرَائِهِمْ مُحِيطٌ (٢٠) بَلْ هُوَ قُرْآنٌ مَجِيدٌ (٢١) فِي لَوْحٍ مَحْفُوظٍ (٢٢

Terjemah Surat Al Buruj Ayat 17-22

17. [23]Sudahkah hingga kepadamu isu wacana bala tentara (penentang),

18. (Yaitu kaum) Fir'aun dan Tsamud?[24]

19. Memang orang-orang kafir (selalu) mendustakan[25],

20. Padahal Allah mengepung dari belakang mereka (sehingga tidak sanggup lolos)[26].

21. Bahkan (yang didustakan itu) ialah Al Alquran yang mulia[27],

22. yang (tersimpan) dalam (tempat) yang terjaga[28] (Lauh Mahfuzh).

KANDUNGAN AYAT

[1] Yakni yang mempunyai posisi-posisi; termasuk pula posisi-posisi matahari dan bulan, bintang yang teratur berjalannya dengan sangat tertib. Ini semua memperlihatkan sempurnanya kekuasaan Allah Ta’ala, rahmat-Nya, luasnya ilmu-Nya dan kebijaksanaan-Nya.

[2] Yaitu hari Kiamat, hari dimana Allah Subhaanahu wa Ta'aala berjanji akan mengumpulkan semua makhluk, yang dahulu maupun yang terakhir.

[3] Yaitu hari Jum’at.

[4] Yaitu hari ‘Arafah. Menurut Syaikh As Sa’diy, bahwa termasuk ke dalam ayat ini, yang melihat dan yang dilihat, yang hadir dan yang dihadiri. Isi sumpahnya ialah apa yang dikandung dalam sumpah ini berupa gejala kekuasaan Allah yang besar, hikmah-hikmah-Nya yang terperinci dan rahmat-Nya yang luas. Ada pula yang berpendapat, bahwa isi sumpahnya ialah firman Allah Ta’ala, “Binasalah orang-orang yang menciptakan parit.”

[5] Ibnu Katsir berkata, “(Ayat) ini merupakan isu wacana orang-orang kafir yang mendatangi orang-orang yang beriman kepada Allah ‘Azza wa Jalla di akrab mereka, mereka memaksa orang-orang yang beriman supaya murtad dari agamanya, namun mereka menolak, maka mereka (orang-orang kafir) menciptakan parit di bumi dan menyalakan api di dalamnya serta menyiapkan kayu bakar untuk menyalakannya, kemudian mereka meminta orang-orang yang beriman (untuk murtad), namun mereka (orang-orang yang beriman) menolak, maka dimasukkanlah mereka ke dalamnya.”

Hal ini merupakan perilaku mengadakan perlawanan kepada Allah dan golongan-Nya yaitu kaum mukmin. Oleh karennya, Allah Subhaanahu wa Ta'aala melaknat dan membinasakan mereka serta mengancam mereka. Dia berfirman, “Binasalah orang-orang yang menciptakan parit.”

[6] Yaitu memasukkan orang-orang mukmin ke dalam api bila mereka tidak mau murtad dari agamanya. Mereka yang menyiksa orang-orang mukmin ini telah menggabung antara kafir kepada ayat-ayat Allah, menentangnya, memerangi para wali-Nya serta menyiksa mereka dengan siksaan itu, ditambah lagi dengan tidak adanya rasa kasihan dalam hati mereka, sampai-sampai mereka menyaksikan penyiksaan yang kejam itu.

[7] Yang dengan keperkasaan-Nya Dia tundukkan segala sesuatu.

[8] Dia Maha Terpuji dalam ucapan-Nya, sifat-sifat-Nya dan perbuatan-perbuatan-Nya.

[9] Ibnu Katsir menerangkan, bahwa para mufassir berbeda pendapat wacana siapakah mereka ini? Menurut ‘Ali, bahwa mereka ialah penduduk Persia ketika Raja mereka bermaksud menghalalkan komitmen nikah dengan mahramnya, maka para ulama mereka menentangnya, maka Raja pun menyebarkan parit serta melemparkan ke dalamnya orang-orang yang menentangnya. Menurut Ibnu Abbas, bahwa mereka ialah orang-orang dari Bani Israil yang menciptakan parit di bumi kemudian menyalakan api di situ, kemudian mereka hadapkan kaum pria dan perempuan ke parit itu. Menurutnya, bahwa mereka itu ialah Danial dan kawan-kawannya. Ada pula yang beropini selain ini.

Imam Muslim meriwayatkan dari Shuhaib, bahwa Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda:

كَانَ مَلِكٌ فِيمَنْ كَانَ قَبْلَكُمْ وَكَانَ لَهُ سَاحِرٌ فَلَمَّا كَبِرَ قَالَ لِلْمَلِكِ إِنِّي قَدْ كَبِرْتُ فَابْعَثْ إِلَيَّ غُلَامًا أُعَلِّمْهُ السِّحْرَ فَبَعَثَ إِلَيْهِ غُلَامًا يُعَلِّمُهُ فَكَانَ فِي طَرِيقِهِ إِذَا سَلَكَ رَاهِبٌ فَقَعَدَ إِلَيْهِ وَسَمِعَ كَلَامَهُ فَأَعْجَبَهُ فَكَانَ إِذَا أَتَى السَّاحِرَ مَرَّ بِالرَّاهِبِ وَقَعَدَ إِلَيْهِ فَإِذَا أَتَى السَّاحِرَ ضَرَبَهُ فَشَكَا ذَلِكَ إِلَى الرَّاهِبِ فَقَالَ إِذَا خَشِيتَ السَّاحِرَ فَقُلْ حَبَسَنِي أَهْلِي وَإِذَا خَشِيتَ أَهْلَكَ فَقُلْ حَبَسَنِي السَّاحِرُ فَبَيْنَمَا هُوَ كَذَلِكَ إِذْ أَتَى عَلَى دَابَّةٍ عَظِيمَةٍ قَدْ حَبَسَتْ النَّاسَ فَقَالَ الْيَوْمَ أَعْلَمُ آلسَّاحِرُ أَفْضَلُ أَمْ الرَّاهِبُ أَفْضَلُ فَأَخَذَ حَجَرًا فَقَالَ اللَّهُمَّ إِنْ كَانَ أَمْرُ الرَّاهِبِ أَحَبَّ إِلَيْكَ مِنْ أَمْرِ السَّاحِرِ فَاقْتُلْ هَذِهِ الدَّابَّةَ حَتَّى يَمْضِيَ النَّاسُ فَرَمَاهَا فَقَتَلَهَا وَمَضَى النَّاسُ فَأَتَى الرَّاهِبَ فَأَخْبَرَهُ فَقَالَ لَهُ الرَّاهِبُ أَيْ بُنَيَّ أَنْتَ الْيَوْمَ أَفْضَلُ مِنِّي قَدْ بَلَغَ مِنْ أَمْرِكَ مَا أَرَى وَإِنَّكَ سَتُبْتَلَى فَإِنْ ابْتُلِيتَ فَلَا تَدُلَّ عَلَيَّ وَكَانَ الْغُلَامُ يُبْرِئُ الْأَكْمَهَ وَالْأَبْرَصَ وَيُدَاوِي النَّاسَ مِنْ سَائِرِ الْأَدْوَاءِ فَسَمِعَ جَلِيسٌ لِلْمَلِكِ كَانَ قَدْ عَمِيَ فَأَتَاهُ بِهَدَايَا كَثِيرَةٍ فَقَالَ مَا هَاهُنَا لَكَ أَجْمَعُ إِنْ أَنْتَ شَفَيْتَنِي فَقَالَ إِنِّي لَا أَشْفِي أَحَدًا إِنَّمَا يَشْفِي اللَّهُ فَإِنْ أَنْتَ آمَنْتَ بِاللَّهِ دَعَوْتُ اللَّهَ فَشَفَاكَ فَآمَنَ بِاللَّهِ فَشَفَاهُ اللَّهُ فَأَتَى الْمَلِكَ فَجَلَسَ إِلَيْهِ كَمَا كَانَ يَجْلِسُ فَقَالَ لَهُ الْمَلِكُ مَنْ رَدَّ عَلَيْكَ بَصَرَكَ قَالَ رَبِّي قَالَ وَلَكَ رَبٌّ غَيْرِي قَالَ رَبِّي وَرَبُّكَ اللَّهُ فَأَخَذَهُ فَلَمْ يَزَلْ يُعَذِّبُهُ حَتَّى دَلَّ عَلَى الْغُلَامِ فَجِيءَ بِالْغُلَامِ فَقَالَ لَهُ الْمَلِكُ أَيْ بُنَيَّ قَدْ بَلَغَ مِنْ سِحْرِكَ مَا تُبْرِئُ الْأَكْمَهَ وَالْأَبْرَصَ وَتَفْعَلُ وَتَفْعَلُ فَقَالَ إِنِّي لَا أَشْفِي أَحَدًا إِنَّمَا يَشْفِي اللَّهُ فَأَخَذَهُ فَلَمْ يَزَلْ يُعَذِّبُهُ حَتَّى دَلَّ عَلَى الرَّاهِبِ فَجِيءَ بِالرَّاهِبِ فَقِيلَ لَهُ ارْجِعْ عَنْ دِينِكَ فَأَبَى فَدَعَا بِالْمِئْشَارِ فَوَضَعَ الْمِئْشَارَ فِي مَفْرِقِ رَأْسِهِ فَشَقَّهُ حَتَّى وَقَعَ شِقَّاهُ ثُمَّ جِيءَ بِجَلِيسِ الْمَلِكِ فَقِيلَ لَهُ ارْجِعْ عَنْ دِينِكَ فَأَبَى فَوَضَعَ الْمِئْشَارَ فِي مَفْرِقِ رَأْسِهِ فَشَقَّهُ بِهِ حَتَّى وَقَعَ شِقَّاهُ ثُمَّ جِيءَ بِالْغُلَامِ فَقِيلَ لَهُ ارْجِعْ عَنْ دِينِكَ فَأَبَى فَدَفَعَهُ إِلَى نَفَرٍ مِنْ أَصْحَابِهِ فَقَالَ اذْهَبُوا بِهِ إِلَى جَبَلِ كَذَا وَكَذَا فَاصْعَدُوا بِهِ الْجَبَلَ فَإِذَا بَلَغْتُمْ ذُرْوَتَهُ فَإِنْ رَجَعَ عَنْ دِينِهِ وَإِلَّا فَاطْرَحُوهُ فَذَهَبُوا بِهِ فَصَعِدُوا بِهِ الْجَبَلَ فَقَالَ اللَّهُمَّ اكْفِنِيهِمْ بِمَا شِئْتَ فَرَجَفَ بِهِمْ الْجَبَلُ فَسَقَطُوا وَجَاءَ يَمْشِي إِلَى الْمَلِكِ فَقَالَ لَهُ الْمَلِكُ مَا فَعَلَ أَصْحَابُكَ قَالَ كَفَانِيهِمُ اللَّهُ فَدَفَعَهُ إِلَى نَفَرٍ مِنْ أَصْحَابِهِ فَقَالَ اذْهَبُوا بِهِ فَاحْمِلُوهُ فِي قُرْقُورٍ فَتَوَسَّطُوا بِهِ الْبَحْرَ فَإِنْ رَجَعَ عَنْ دِينِهِ وَإِلَّا فَاقْذِفُوهُ فَذَهَبُوا بِهِ فَقَالَ اللَّهُمَّ اكْفِنِيهِمْ بِمَا شِئْتَ فَانْكَفَأَتْ بِهِمْ السَّفِينَةُ فَغَرِقُوا وَجَاءَ يَمْشِي إِلَى الْمَلِكِ فَقَالَ لَهُ الْمَلِكُ مَا فَعَلَ أَصْحَابُكَ قَالَ كَفَانِيهِمُ اللَّهُ فَقَالَ لِلْمَلِكِ إِنَّكَ لَسْتَ بِقَاتِلِي حَتَّى تَفْعَلَ مَا آمُرُكَ بِهِ قَالَ وَمَا هُوَ قَالَ تَجْمَعُ النَّاسَ فِي صَعِيدٍ وَاحِدٍ وَتَصْلُبُنِي عَلَى جِذْعٍ ثُمَّ خُذْ سَهْمًا مِنْ كِنَانَتِي ثُمَّ ضَعْ السَّهْمَ فِي كَبِدِ الْقَوْسِ ثُمَّ قُلْ بِاسْمِ اللَّهِ رَبِّ الْغُلَامِ ثُمَّ ارْمِنِي فَإِنَّكَ إِذَا فَعَلْتَ ذَلِكَ قَتَلْتَنِي فَجَمَعَ النَّاسَ فِي صَعِيدٍ وَاحِدٍ وَصَلَبَهُ عَلَى جِذْعٍ ثُمَّ أَخَذَ سَهْمًا مِنْ كِنَانَتِهِ ثُمَّ وَضَعَ السَّهْمَ فِي كَبْدِ الْقَوْسِ ثُمَّ قَالَ بِاسْمِ اللَّهِ رَبِّ الْغُلَامِ ثُمَّ رَمَاهُ فَوَقَعَ السَّهْمُ فِي صُدْغِهِ فَوَضَعَ يَدَهُ فِي صُدْغِهِ فِي مَوْضِعِ السَّهْمِ فَمَاتَ فَقَالَ النَّاسُ آمَنَّا بِرَبِّ الْغُلَامِ آمَنَّا بِرَبِّ الْغُلَامِ آمَنَّا بِرَبِّ الْغُلَامِ فَأُتِيَ الْمَلِكُ فَقِيلَ لَهُ أَرَأَيْتَ مَا كُنْتَ تَحْذَرُ قَدْ وَاللَّهِ نَزَلَ بِكَ حَذَرُكَ قَدْ آمَنَ النَّاسُ فَأَمَرَ بِالْأُخْدُودِ فِي أَفْوَاهِ السِّكَكِ فَخُدَّتْ وَأَضْرَمَ النِّيرَانَ وَقَالَ مَنْ لَمْ يَرْجِعْ عَنْ دِينِهِ فَأَحْمُوهُ فِيهَا أَوْ قِيلَ لَهُ اقْتَحِمْ فَفَعَلُوا حَتَّى جَاءَتْ امْرَأَةٌ وَمَعَهَا صَبِيٌّ لَهَا فَتَقَاعَسَتْ أَنْ تَقَعَ فِيهَا فَقَالَ لَهَا الْغُلَامُ يَا أُمَّهْ اصْبِرِي فَإِنَّكِ عَلَى الْحَقِّ.

“Ada seorang raja pada zaman sebelum kalian. Ia mempunyai seorang tukang sihir. Ketika tukang sihir itu sudah tua, ia berkata kepada si raja, “Sesungguhnya usiaku telah tua. Oleh lantaran itu, utuslah kepadaku seorang perjaka supaya saya ajarkan sihir.” Maka diutuslah seorang perjaka yang kemudian diajarkannya sihir. Di jalan menuju tukang sihir itu terdapat seorang rahib (ulama). Pemuda itu mendatangi si rahib (ulama) dan mendengarkan kata-katanya. Si perjaka begitu kagum dengan kata-kata rahib. Oleh alasannya ialah itu, ketika ia pergi menuju tukang sihir, ia mampir dulu kepada si rahib sehingga (karena terlambat datang) tukang sihir itu memukulinya. Maka perjaka itu mengeluh kepada si rahib, kemudian rahib itu menasihatinya dan berkata, “Jika kau takut kepada pesihir, maka katakanlah, “Keluargaku menahanku. Dan bila kau takut kepada keluargamu, maka katakanlah, “Tukang sihir menahanku.” Ketika keadaan mirip itu, ia bertemu dengan binatang besar yang menghalangi jalan insan (sehingga mereka tidak bisa lewat). Maka si perjaka berkata, “Pada hari ini saya akan mengetahui, apakah si pesihir lebih utama ataukah si rahib (ulama).” Setelah itu, ia mengambil watu sambil berkata, “Ya Allah, bila perintah rahib (ulama) lebih Engkau cintai daripada perintah pesihir maka bunuhlah binatang ini, sehingga insan bisa lewat.” Lalu ia melemparnya, dan binatang itu pun terbunuh dan orang-orang bisa lewat. Lalu ia mendatangi si rahib dan memberitahukan hal itu kepadanya. Rahib (ulama) berkata, “Wahai anakku, pada hari ini engkau telah menjadi lebih utama dari diriku. Urusanmu telah hingga pada tingkatan yang saya saksikan. Kelak, engkau akan diuji. Jika engkau diuji maka jangan tunjukkan diriku.” Selanjutnya, perjaka itu bisa menyembuhkan orang yang buta, sopak dan segala jenis penyakit. Alkisah, ada pejabat raja yang buta yang mendengar wacana si pemuda. Maka ia membawa hadiah yang banyak kepadanya sambil berkata, '”Apa yang ada di sini, saya kumpulkan untukmu bila engkau sanggup menyembuhkan aku.” Pemuda itu menjawab, “Aku tidak bisa menyembuhkan seseorang. Yang menyembuhkan ialah Allah. Jika engkau beriman kepada Allah, maka saya akan berdoa kepada Allah, supaya Dia menyembuhkanmu.” Lalu ia beriman kepada Allah, dan Allah menyembuhkannya. Kemudian ia tiba kepada raja dan duduk di sisinya mirip biasanya. Si raja berkata, ”Siapa yang menyembuhkan penglihatanmu?” Ia menjawab, “Tuhanku.” Raja berkata, “Apakah kau mempunyai Tuhan selain diriku?” Ia menjawab, “Ya, Tuhanku dan Tuhanmu ialah Allah.” Maka Raja menangkapnya dan terus-menerus menyiksanya hingga ia memperlihatkan kepada si pemuda. Pemuda itu pun didatangkan. Si raja berkata, “Wahai anakku, sihirmu telah hingga pada tingkat kau bisa menyembuhkan orang buta, sopak dan kau bisa berbuat ini dan itu.” Si perjaka menjawab, “Aku tidak bisa menyembuhkan seorang pun. Yang menyembuhkan hanyalah Allah.” Lalu ia pun ditangkap dan terus disiksa sehingga ia memperlihatkan kepada rahib (ulama). Maka rahib (ulama) itu pun didatangkan. Si raja berkata, “Kembalilah kepada agamamu semula!” Ia menolak. Lalu di tengah-tengah kepalanya diletakkan geregaji dan ia dibelah menjadi dua. Kepada pejabat raja yang (dulunya) buta juga dikatakan, “Kembalilah kepada agamamu semula!” Ia menolak. Lalu di tengah-tengah kepalanya diletakkan geregaji dan ia dibelah menjadi dua. Kepada si perjaka juga dikatakan, “Kembalilah kepada agamamu semula!” Ia menolak. Lalu ia diserahkan kepada beberapa orang untuk dibawa ke gunung ini dan itu. (Sebelumnya) si raja berkata, “Ketika kalian telah hingga pada puncak gunung maka bila ia kembali kepada agamanya (biarkanlah dia). Jika tidak, maka lemparkanlah dia!” Mereka pun berangkat. Ketika hingga di puncak gunung, si perjaka berdoa, 'Ya Allah, jagalah diriku dari mereka, sesuai dengan kehendak-Mu.” Tiba-tiba gunung itu mengguncang mereka, sehingga semuanya terjatuh. Lalu si perjaka tiba hingga bertemu raja kembali. Raja berkata, “Apa yang terjadi dengan orang-orang yang bersamamu?” Ia menjawab, “Allah menjagaku dari mereka.” Lalu ia diserahkan kepada beberapa orang dalam sebuah perahu. Raja berkata, “Bawalah beliau dan angkut ke dalam sebuah kapal. Jika kalian berada di tengah lautan (maka lepaskanlah ia) bila kembali kepada agamanya semula. Jika tidak, lemparkanlah beliau ke laut.” Si perjaka berdoa, 'Ya Allah, jagalah saya dari mereka, sesuai dengan kehendak-Mu.” Akhirnya bahtera terbalik dan mereka semua karam (kecuali si pemuda). Si perjaka tiba lagi kepada raja. Si raja berkata, “Apa yang terjadi dengan orang-orang yang bersamamu?” Ia menjawab, “Allah menjagaku dari mereka.” Lalu si perjaka berkata, “Wahai raja, kau tidak akan bisa membunuhku sehingga kau melaksanakan apa yang kuperintahkan.“ Raja bertanya, “Apa perintah itu?” Si perjaka menjawab, “Kamu kumpulkan orang-orang di satu lapangan yang luas, kemudian kau salib saya di batang pohon. Setelah itu, ambillah anak panah dari wadah panahku, dan letakkanlah panah itu di tengah busurnya kemudian ucapkanlah, 'Bismillahi rabbil ghulam (dengan nama Allah; Tuhan si pemuda).” Maka raja memanahnya dan anak panah itu tepat mengenai pelipisnya. Pemuda itu meletakkan tangannya di bab yang terkena panah kemudian ia meninggal dunia. Maka orang-orang berkata, “Kami beriman kepada Tuhan si pemuda. Kami beriman kepada Tuhan si pemuda. Lalu raja didatangi dan diberitahukan, “Tahukah engkau, sesuatu yang selama ini engkau takutkan?” Demi Allah, kini telah tiba, semua orang telah beriman.” Lalu ia memerintahkan menciptakan parit-parit di beberapa pintu jalan, kemudian dinyalakan api di dalamnya. Raja pun menetapkan, “Siapa yang kembali kepada agamanya semula, maka biarkanlah dia. Jika tidak, maka bakarlah beliau di dalamnya,” atau raja berkata, “Masukkanlah.” Maka orang-orang pun melakukannya (masuk ke dalam parit dan menolak murtad). Hingga tibalah giliran seorang perempuan bersama anaknya. Sepertinya, ibu itu enggan untuk terjun ke dalam api. Lalu anaknya berkata, “Bersabarlah wahai ibuku, sebetulnya engkau berada di atas kebenaran.” (Hadits ini diriwayatkan pula oleh Ahmad, Nasa'i dan Tirmidzi. Ibnu Ishaq memasukkannya dalam As Sirah dan disebutkan bahwa nama perjaka itu ialah Abdullah bin At Taamir)

Ibnu Abi Hatim meriwayatkan dari Ar Rabii’ bin Anas wacana firman Allah Ta’ala, “Binasalah orang-orang yang menciptakan parit.” Ia berkata, “Kami mendengar, bahwa mereka ialah orang-orang yang berada di zaman fatrah (kekosongan nabi). Ketika mereka melihat fitnah dan keburukan yang menimpa insan dikala itu sehingga insan ketika itu terbagi menjadi beberapa golongan, dimana masing-masing golongan gembira dengan apa yang ada padanya, maka mereka mengasingkan diri ke suatu negeri dan beribadah kepada Allah di sana dengan ikhlas. Demikianlah keadaan mereka, sehingga terdengarlah isu mereka oleh salah seorang penguasa kejam, kemudian penguasa kejam ini mengirimkan orang-orang untuk memerintahkan mereka menyembah berhala yang disembahnya, namun mereka semua menolak dan berkata, “Kami tidak akan menyembah kecuali Allah saja yang tidak ada sekutu bagi-Nya.” Maka penguasa itu berkata kepada mereka, “Jika kau tidak mau menyembah sesembahan ini, maka saya akan membunuh kalian.” Mereka tetap tidak mau menyembahnya, maka penguasa itu menyebarkan parit yang berisi api, dan berkata kepada mereka sehabis mereka dihadapkan kepadanya, “Pilih ini atau mengikuti kami.” Mereka menjawab, “Ini lebih kami sukai.” Ketika itu, di antara mereka ada kaum perempuan dan anak-anak, dan bawah umur pun kaget, maka orang renta mereka berkata kepada anak-anak, “Tidak ada lagi api sehabis ini.” Maka mereka pun masuk ke dalamnya, dan ruh mereka pun dicabut lebih dahulu sebelum tersentuh panasnya. Kemudian api itu keluar dari tempatnya kemudian mengelilingi orang-orang yang kejam itu dan Allah mengkremasi mereka dengannya. Tentang itulah, Allah ‘Azza wa Jalla menurunkan ayat, “Binasalah orang-orang yang menciptakan parit. Sampai ayat, “Yang mempunyai kerajaan langit dan bumi. Dan Allah Maha Menyaksikan segala sesuatu.” (Terj. Al Buruuj: 4-9).” (HR. Ibnu Abi Hatim, dan Muhammad bin Ishaq meriwayatkan cerita As-habul Ukhdud dengan susunan yang lain, dan bahwa hal itu terjadi pada Abdullah bin At Taamir dan kawan-kawannya yang beriman di Najran, wallahu a’lam.)

[10] Semuanya makhluk dan hamba-Nya, Dia bertindak terhadap mereka dengan tindakan Raja terhadap kerajaannya.

[11] Dia mengetahui, mendengar dan melihat segala sesuatu. Oleh lantaran itu, tidakkah mereka yang menentang-Nya takut bila Dia Yang Mahaperkasa lagi Mahakuasa menyiksa mereka dengan siksaan yang keras? Tidakkah mereka mengetahui bahwa mereka semua ialah milik-Nya? Atau apakah samar bagi mereka, bahwa Dia mencakup amal mereka dan akan membalas perbuatan mereka?

[12] Selanjutnya Allah Subhaanahu wa Ta'aala mengancam mereka dan mengatakan mereka untuk bertobat. Al Hasan rahimahullah berkata, “Lihatlah kepada kemuliaan dan kemurahan ini; mereka membuuh para wali-Nya dan orang-orang yang menaati-Nya, tetapi Dia (Allah) mengajak mereka bertobat.”

[13] Yang dimaksud dengan mendatangkan cobaan ialah mirip menyiksa, mendatangkan bencana, membunuh dan sebagainya.

[14] Setelah Allah Subhaanahu wa Ta'aala menyebutkan eksekusi untuk orang-orang yang zalim, maka Dia menyebutkan pahala orang-orang mukmin.

[15] Dengan hati mereka.

[16] Dengan anggota tubuh mereka.

[17] Karena mereka memperoleh keridhaan Allah dan surga-Nya.

[18] Kepada para pelaku kejahatan dan dosa-dosa besar.

[19] Dia mengampuni semua dosa bagi orang yang bertobat kepada-Nya serta memaafkan kesalahan bagi orang yang meminta ampunan kepada-Nya dan kembali.

[20] Ibnu Abbas berkata, “Dia Al Habiib (yang dicintai).” Ada yang berpendapat, bahwa Al Waduud adalah, Yang cinta kepada orang yang bertobat dan kembali kepada-Nya. Syaikh As Sa’diy berkata, “Dia dicintai oleh para pecintanya dengan kecintaan yang tidak diserupai oleh sesuatu pun. Sebagaimana tidak ada sesuatu yang menyerupai-Nya dalam sifat-sifat keagungan dan keindahan, makna dan perbuatan, maka kecintaan-Nya di hati makhluk pilihan-Nya mengikuti hal itu, tidak diserupai oleh sesuatu pun di antara macam-macam kecintaan. Oleh lantaran itu, kecintaan kepada-Nya merupakan pokok ibadah, ia ialah kecintaan yang mendahului semua kecintaan dan mengalahkannya, bila yang lain tidak mengikutinya (kecintaan-Nya), maka yang demikian menjadi azab bagi pemiliknya. Dia ialah Al Waduud; yang cinta kepada para kekasih-Nya sebagaimana firman-Nya Ta’ala, “Allah menyayangi mereka dan mereka pun mencintai-Nya.” (Terj. Al Maa’idah: 54) Dan mahabbah ialah kecintaan yang murni. Dalam ayat ini terdapat belakang layar yang halus lantaran disertakan Al Waduud dengan Al Ghafuur untuk memperlihatkan bahwa orang-orang yang berdosa ketika mereka bertobat kepada Allah dan kembali, maka Dia akan mengampuni dosa mereka dan akan menyayangi mereka. Tidaklah dikatakan, bahkan hanya diampuni dosa mereka dan tidak dikembalikan kecintaan (Allah kepada mereka) mirip yang dikatakan sebagian orang yang keliru. Bahkan Allah lebih berbahagia dengan tobat hamba-Nya ketika bertobat daripada seorang yang berkendaraan unta dengan makanan, minuman dan segala yang diperlukan di atasnya, kemudian binatang itu hilang di tengah padang sahara yang sanggup membuatnya binasa, ia pun berputus asa darinya dan tidur dalam naungan sebuah pohon sambil menunggu kematiannya, tetapi ketika ia dalam keadaan mirip itu, tiba-tiba hewannya berada di akrab kepalanya, ia pun segera memegang talinya. Maka Allah Subhaanahu wa Ta'aala lebih gembira dengan tobat seorang hamba daripada orang itu ketika menemukan kembali binatang kendaraannya, padahal itu ialah kegembiraan yang paling besar yang bisa dilakukannya. Maka segala pujian, sanjungan dan kecintaan yang tulus bagi Allah, alangkah besar dan banyak kebaikan-Nya dan alangkah banyak ihsan serta alangkah luas pemberian-Nya!”

[21] Yakni Pemilik ‘Arsy yang besar yang di antara kebesarannya ialah adalah bahwa ‘Arsy itu mencakup langit, bumi dan kursi. Kursi dibanding ‘Arsy tidak lain mirip gelang besi yang diletakkan di padang pasir yang luas di bumi sebagaimana sabda Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam yang diriwayatkan oleh Ibnu Abi Syaibah dalam kitab ‘Al ‘Arsy. Allah Subhaanahu wa Ta'aala menyebutkan ‘Arsy secara khusus lantaran besarnya dan lantaran ia merupakan makhluk paling khusus yang akrab dengan-Nya. Hal ini bila kata majiid abjad terakhirnya dibaca kasrah sehingga menjadi sifat bagi ‘Arsy itu, tetapi bila dibaca dhammah, maka majiid ialah sifat bagi Allah Subhaanahu wa Ta'aala. Arti majiid ialah luasnya sifat dan agungnya.

[22] Yakni apabila Dia menghendaki sesuatu, maka Dia berkuasa melakukannya. Jika Dia menginginkan sesuatu, maka Dia hanya berfirman, “Terjadilah.” Maka terjadilah hal itu. Adapun makhluk, bila mereka menghendaki sesuatu, maka terhadap kehendaknya itu butuh pembantunya dan ada penghalangnya, sedangkan Allah Subhaanahu wa Ta'aala tidak ada yang membantu untuk melaksanakan kehendak-Nya dan tidak ada yang menghalangi kehendak-Nya.

[23] Selanjutnya Allah Subhaanahu wa Ta'aala menyebutkan di antara tindakan-Nya yang memperlihatkan benarnya apa yang dibawa para rasul-Nya.

[24] Ayat ini merupakan peringatan bagi orang yang kafir kepada Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam dan kepada Al Qur’an supaya mereka mengambil pelajaran dari binasanya Fir’aun dan Tsamud.

[25] Semua ayat tidak mempunyai kegunaan bagi mereka dan semua nasihat tidak bermanfaat bagi mereka.

[26] Maksudnya, mereka tidak sanggup lolos dari kekuasaan Allah, lantaran ilmu dan kekuasaan-Nya mencakup mereka. Dalam ayat ini terdapat bahaya keras kepada orang-orang kafir dengan siksaan dari Allah Yang menguasai mereka.

[27] Yakni luas maknanya, banyak kebaikannya dan pengetahuannya.

[28] Yakni terjaga dari penambahan dan pengurangan serta perubahan. Demikian pula terjaga dari para setan.

Ayat ini memperlihatkan keagungan Al Qur’an dan tingginya kedudukannya di hadapan Allah Subhaanahu wa Ta'aala, wallahu a’lam.

====================
Ustadz Abu Muawiyyah Askari bin Jamal
 
1.Surat al Buruj 1Archive1.4 MB
2.Surat al Buruj 2Archive3.0 MB
3.Surat al Buruj 3Archive1.5 MB
4.Surat al Buruj 4Archive2.4 MB
5.Surat al Buruj 5Archive2.3 MB

Ustadz Abu Abdillah Muhammad Asnur 

Posting Komentar untuk "Kumpulan Tafsir Al Buruuj"