Kumpulan Tafsir At Thalaq Ayat 1-12

Surah At Thalaq (Talak)

Surah ke-65. 12 ayat. Madaniyyah

بِسْمِ اللَّهِ الرَّحْمَنِ الرَّحِيمِ

Dengan menyebut nama Allah Yang Maha Pemurah lagi Maha Penyayang.

Ayat 1-3: Beberapa ketentuan wacana talak dan ‘iddah.

يَا أَيُّهَا النَّبِيُّ إِذَا طَلَّقْتُمُ النِّسَاءَ فَطَلِّقُوهُنَّ لِعِدَّتِهِنَّ وَأَحْصُوا الْعِدَّةَ وَاتَّقُوا اللَّهَ رَبَّكُمْ لا تُخْرِجُوهُنَّ مِنْ بُيُوتِهِنَّ وَلا يَخْرُجْنَ إِلا أَنْ يَأْتِينَ بِفَاحِشَةٍ مُبَيِّنَةٍ وَتِلْكَ حُدُودُ اللَّهِ وَمَنْ يَتَعَدَّ حُدُودَ اللَّهِ فَقَدْ ظَلَمَ نَفْسَهُ لا تَدْرِي لَعَلَّ اللَّهَ يُحْدِثُ بَعْدَ ذَلِكَ أَمْرًا (١) فَإِذَا بَلَغْنَ أَجَلَهُنَّ فَأَمْسِكُوهُنَّ بِمَعْرُوفٍ أَوْ فَارِقُوهُنَّ بِمَعْرُوفٍ وَأَشْهِدُوا ذَوَيْ عَدْلٍ مِنْكُمْ وَأَقِيمُوا الشَّهَادَةَ لِلَّهِ ذَلِكُمْ يُوعَظُ بِهِ مَنْ كَانَ يُؤْمِنُ بِاللَّهِ وَالْيَوْمِ الآخِرِ وَمَنْ يَتَّقِ اللَّهَ يَجْعَلْ لَهُ مَخْرَجًا (٢) وَيَرْزُقْهُ مِنْ حَيْثُ لا يَحْتَسِبُ وَمَنْ يَتَوَكَّلْ عَلَى اللَّهِ فَهُوَ حَسْبُهُ إِنَّ اللَّهَ بَالِغُ أَمْرِهِ قَدْ جَعَلَ اللَّهُ لِكُلِّ شَيْءٍ قَدْرًا (٣)

Terjemah Surat Ath Thalaq Ayat 1-3

1. Wahai Nabi![1] Apabila kau menceraikan istri-istrimu maka[2] hendaklah kau ceraikan mereka pada waktu mereka sanggup (menghadapi) iddahnya (yang wajar)[3] dan hitunglah waktu iddah itu[4] serta bertakwalah kepada Allah Tuhanmu[5]. Janganlah kau keluarkan mereka dari rumahnya[6] dan janganlah diizinkan keluar[7] kecuali kalau mereka mengerjakan perbuatan keji yang jelas[8]. Itulah hukum-hukum Allah[9], dan barang siapa melanggar hukum-hukum Allah, maka sungguh ia telah berbuat zalim terhadap dirinya sendiri[10]. Kamu tidak mengetahui barangkali sesudah itu Allah mengadakan suatu ketentuan yang baru[11].

[1] Allah Subhaanahu wa Ta'aala berfirman kepada Nabi dan kaum mukmin.

[2] Janganlah segera mentalak dikala ada sebabnya tanpa memperhatikan perintah Allah sebagaimana diterangkan dalam lanjutan ayat ini.

[3] Maksudnya, istri-istri itu hendaklah ditalak diwaktu suci sebelum dicampuri. Jika ditalak dalam keadaan haidh, maka ia tidak menghitung dengan haidh yang dijatuhkan talak dikala itu dan masa ‘iddahnya semakin usang karenanya, demikian pula kalau mentalaknya dalam keadaan suci yang telah dijima’i, maka tidak kondusif terhadap kehamilannya sehingga tidak terang dengan iddah yang mana yang harus ia jalani.

[4] Yakni hitunglah dengan haidh kalau perempuan itu haidh atau dengan bulan kalau ia tidak haidh dan tidak hamil, yang di antara keuntungannya yaitu semoga kau sanggup merujuknya sebelum habisnya. Menghitungnya terdapat pemenuhan terhadap hak Allah, hak suami yang menalak, hak orang yang akan menikahinya setelahnya dan hak perempuan dalam hal nafkah dsb. Jika ‘iddahnya telah dihitung, maka keadaannya sanggup diketahui, kewajiban yang wajib dipenuhinya serta haknya juga diketahui. Perintah menghitung masa ‘iddah ini tertuju kepada suami dan kepada istrinya kalau istrinya mukallaf (sudah baligh dan berakal), kalau belum maka tertuju kepada walinya.

[5] Yakni taatilah perintah-Nya dan jauhilah larangan-Nya dalam semua urusan serta takutlah kepada-Nya dalam hal hak istri yang ditalak.

[6] Selama masa ‘iddah, bahkan mereka (kaum wanita) harus tetap di rumah suaminya yang mentalaknya.

[7] Yakni mereka tidak boleh keluar dari rumah itu. Larangan mengeluarkannya yaitu lantaran daerah tinggal wajib ditanggung suami untuk istrinya semoga ia menyempurnakan ‘iddahnya di rumah itu yang menjadi salah satu haknya. Di samping itu, keluarnya istri sanggup menyia-nyiakan hak suami dan tidak menjaganya. Larangan mengeluarkan istri dari rumah ini berlangsung terus hingga tepat ‘iddahnya.

[8] Yang dimaksud dengan perbuatan keji di sini ialah mengerjakan perbuatan-perbuatan pidana menyerupai zina sehingga ia keluar untuk ditegakkan had terhadapnya, atau berkelakuan tidak sopan terhadap mertua, ipar, dan sebagainya yang layak untuk dikeluarkan menyerupai menyakiti dengan kata-kata dan perbuatan. Termasuk pula apabila seorang perempuan bersikap nusyuz (durhaka) kepada suaminya. Dalam kondisi menyerupai ini, mereka boleh dikeluarkan lantaran ia yang mengakibatkan dirinya berhak dikeluarkan. Memberikan daerah tinggal ini apabila talaknya talak raj’i (masih bisa rujuk), adapun dalam talak ba’in, maka istri tidak berhak mendapatkan daerah tinggal, lantaran daerah tinggal mengikuti nafkah, sedangkan nafkah wajib diberikan kepada perempuan yang ditalak raj’i, bukan dilatak ba’in.

[9] Yang telah ditetapkan dan disyariatkan-Nya kepada hamba-hamba-Nya serta diperintahkan-Nya mereka untuk tetap memperhatikannya.

[10] Dengan menyia-nyiakannya keberuntungan yang diperolehnya kalau mengikuti hukum-hukum Allah, yaitu kebaikan di dunia dan akhirat.



[11] Suatu hal yang gres maksudnya impian dari suami untuk rujuk kembali apabila talaknya gres dijatuhkan sekali atau dua kali. Ini yaitu salah sau pesan yang tersirat disyariatkannya ‘iddah. Hikmah lainnya yaitu bahwa masa ‘iddah yaitu masa menunggu untuk diketahui kosong rahimnya.

2. Maka apabila mereka telah mendekati selesai iddahnya[12], maka rujuklah mereka dengan baik[13] atau lepaskanlah mereka dengan baik[14] dan persaksikanlah dengan dua orang saksi yang adil[15] di antara kamu[16] dan hendaklah kau tegakkan kesaksian itu lantaran Allah[17]. Demikianlah pengajaran itu diberikan bagi orang yang beriman kepada Allah dan hari akhirat[18]. [19]Barang siapa bertakwa kepada Allah pasti Dia akan membukakan jalan keluar baginya[20].

[12] Hal itu, lantaran apabila mereka telah keluar dari masa ‘iddah, maka suami tidak ada kesempatan menentukan untuk menahan (merujuk) atau menceraikan.

[13] Tidak bermaksud membahayakan istri, menimpakan keburukan dan mengekangnya.

[14] Yakni dengan tidak melaksanakan perbuatan yang dilarang, tidak mencaci-maki, bertengkar dan memaksa istri semoga menunjukkan harta yang telah menjadi miliknya.

[15] Yang muslim dan adil, lantaran mengangkat saksi sanggup menutup pintu pertengkaran dan menutup perilaku menyembunyikan dari keduanya sesuatu yang mesti dijelaskan.

[16] Untuk rujuk atau talaknya.

[17] Yakni tegakkanlah persaksian itu sesuai keadaan yang gotong royong tanpa kurang tanpa lebih, dan niatkanlah untuk mencari keridhaan Allah, serta tidak memperhatikan kerabat lantaran kedekatannya atau mitra lantaran disenanginya.

[18] Yang demikian lantaran orang yang beriman kepada Allah dan hari selesai mengharuskannya segera sadar terhadap pesan tersirat Allah, menyiapkan amal saleh yang bisa dilakukannya untuk akhirat, berbeda dengan orang yang keyakinan telah berpindah dari hatinya, maka ia tidak peduli terhadap perbuatannya yang disiapkan untuk darul abadi baik atau buruk, ia juga tidak memuliakan nasihat-nasihat Allah.

[19] Oleh lantaran talak terkadang membuat seseorang mencicipi kesempitan, kesedihan dan penderitaan, maka Allah Subhaanahu wa Ta'aala memerintahkan untuk bertakwa kepada-Nya, dan barang siapa yang bertakwa kepada Allah baik dalam persoalan talak maupun lainnya, maka Allah Subhaanahu wa Ta'aala akan membukakan jalan keluar baginya. Oleh lantaran itu, apabila seseorang ingin mentalak, kemudian ia menjatuhkannya sesuai syariat, yaitu menatuhkannya sekali tidak pada masa istri haidh atau masa suci yang telah dicampuri, maka urusannya tidak akan sempit, bahkan Allah Subhaanahu wa Ta'aala menunjukkan celah dan jalan keluar semoga ia sanggup merujuk istrinya kalau ia menyesal melaksanakan talak.

[20] Karena Al ‘Ibrah bi ‘umuumil lafzh laa bikhushuusis sabab (Yang dijadikan patokan yaitu umumnya lafaz; bukan khususnya sebab), maka orang yang bertakwa kepada Allah dan mengutamakan keridhaan Allah dalam semua keadaannya, Allah Subhaanahu wa Ta'aala akan membalasnya di dunia dan akhirat. Di antara sekian risikonya yaitu Allah Subhaanahu wa Ta'aala berikan jalan keluar dari setiap kesulitan dan kesempitan. Sebagaimana orang yang bertakwa kepada Allah, akan dibukakan jalan keluar baginya, maka orang yang tidak bertakwa kepada Allah, akan terjatuh ke dalam kesempitan, beban dan belenggu yang sulit keluar dan lolos darinya. Digunakan talak sebagai contohnya, lantaran kalau seorang tidak bertakwa kepada Allah dalam persoalan talak, contohnya ia menjatuhkan talak dengan cara yang diharamkan menyerupai eksklusif tiga kali, maka ia tentu akan menyesal dengan penyesalan yang mustahil sanggup dikejar lagi.

3. Dan Dia memberinya rezeki dari arah yang tidak disangka-sangkanya. Dan barang siapa bertawakkal kepada Allah[21], pasti Allah akan mencukupkan (keperluan)nya[22]. Sesungguhnya Allah melaksanakan urusan-Nya. Sungguh, Allah telah mengadakan ketentuan bagi setiap sesuatu[23].

[21] Dalam urusan agama dan dunianya, yaitu dengan bersandar kepada Allah dalam mendatangkan manfaat dan menolak madharrat serta percaya kepada-Nya dalam mewujudkan semua itu.

[22] Jika urusannya dalam tanggungan Allah Subhaanahu wa Ta'aala Yang Mahakaya, Mahaperkasa lagi Maha Penyayang, maka keperluannya sangat gampang sekali terpenuhi, akan tetapi terkadang pesan yang tersirat dewa menghendaki masalah itu ditunda hingga waktu yang tepat. Oleh lantaran itu, Allah Subhaanahu wa Ta'aala berfirman, “Sesungguhnya Allah melaksanakan urusan-Nya.” Yakni qadha’ dan qadar-Nya pasti terlaksana.

[23] Dia telah menentukan waktunya dan ukurannya, tidak lebih dan tidak kurang.

Ayat 4-7: ‘Iddah perempuan yang sudah tidak haidh lagi, ‘iddah perempuan yang kecil dan ‘iddah perempuan hamil.

وَاللائِي يَئِسْنَ مِنَ الْمَحِيضِ مِنْ نِسَائِكُمْ إِنِ ارْتَبْتُمْ فَعِدَّتُهُنَّ ثَلاثَةُ أَشْهُرٍ وَاللائِي لَمْ يَحِضْنَ وَأُولاتُ الأحْمَالِ أَجَلُهُنَّ أَنْ يَضَعْنَ حَمْلَهُنَّ وَمَنْ يَتَّقِ اللَّهَ يَجْعَلْ لَهُ مِنْ أَمْرِهِ يُسْرًا (٤) ذَلِكَ أَمْرُ اللَّهِ أَنْزَلَهُ إِلَيْكُمْ وَمَنْ يَتَّقِ اللَّهَ يُكَفِّرْ عَنْهُ سَيِّئَاتِهِ وَيُعْظِمْ لَهُ أَجْرًا (٥)أَسْكِنُوهُنَّ مِنْ حَيْثُ سَكَنْتُمْ مِنْ وُجْدِكُمْ وَلا تُضَارُّوهُنَّ لِتُضَيِّقُوا عَلَيْهِنَّ وَإِنْ كُنَّ أُولاتِ حَمْلٍ فَأَنْفِقُوا عَلَيْهِنَّ حَتَّى يَضَعْنَ حَمْلَهُنَّ فَإِنْ أَرْضَعْنَ لَكُمْ فَآتُوهُنَّ أُجُورَهُنَّ وَأْتَمِرُوا بَيْنَكُمْ بِمَعْرُوفٍ وَإِنْ تَعَاسَرْتُمْ فَسَتُرْضِعُ لَهُ أُخْرَى (٦) لِيُنْفِقْ ذُو سَعَةٍ مِنْ سَعَتِهِ وَمَنْ قُدِرَ عَلَيْهِ رِزْقُهُ فَلْيُنْفِقْ مِمَّا آتَاهُ اللَّهُ لا يُكَلِّفُ اللَّهُ نَفْسًا إِلا مَا آتَاهَا سَيَجْعَلُ اللَّهُ بَعْدَ عُسْرٍ يُسْرًا (٧)

Terjemah Surat Ath Thalaq Ayat 4-7

4. Perempuan-perempuan yang tidak haid lagi (monopause) di antara istri-istrimu kalau kau ragu-ragu (tentang masa iddahnya), maka iddahnya yaitu tiga bulan, dan begitu (pula) perempuan-perempuan yang tidak haid[24]. Sedangkan perempuan-perempuan yang hamil, waktu iddah mereka itu hingga mereka melahirkan kandungannya[25]. Dan barang siapa yang bertakwa kepada Allah, pasti Dia menjadikan fasilitas baginya dalam urusannya.

[24] Misalnya lantaran usianya yang masih kecil, maka ‘iddahnya selama tiga bulan. Adapun wanita-wanita yang haidh, maka ‘iddahnya sebanyak tiga kali quru’. Tentang masa iddah, lihat pula surah Al Baqarah ayat 228 dan 234.

[25] Baik lantaran ditalak maupun lantaran ditinggal wafat suaminya.

5. Itulah perintah Allah yang diturunkan-Nya kepadamu[26], barang siapa bertakwa kepada Allah, pasti Allah akan menghapus kesalahan-kesalahannya dan akan melipatgandakan pahala baginya.

[26] Agar kau berjalan di atasnya, mengikutinya dan memuliakannya.

6. [27]Tempatkanlah mereka (para istri) di mana kau bertempat tinggal berdasarkan kemampuanmu dan janganlah kau menyusahkan mereka untuk menyempitkan (hati) mereka[28]. Dan kalau mereka (istri-istri yang sudah ditalaq) itu sedang hamil, maka berikanlah kepada mereka nafkahnya hingga mereka melahirkan kandungan[29], kemudian kalau mereka menyusukan (anak-anak)mu maka berikanlah imbalannya kepada mereka[30]; dan musyawarahkanlah di antara kamu[31](segala sesuatu) dengan baik[32]; dan kalau kau menemui kesulitan[33], maka perempuan lain boleh menyusukan (anak itu) untuknya.

[27] Telah disebutkan sebelumnya, bahwa Allah Subhaanahu wa Ta'aala melarang mengeluarkan wanita-wanita yang ditalak dari rumah, dan di ayat ini Allah Subhaanahu wa Ta'aala memerintahkan untuk memberi mereka daerah tinggal. Ukuran daerah tinggal yaitu secara ma’ruf (wajar) yaitu rumah yang biasa ditempati oleh orang yang semisal si pria dan si perempuan (standar) sesuai kemampuan suami.

[28] Yakni jangan menyusahkan mereka dikala mereka (istri-istri) menempati daerah tinggal itu baik dengan kata-kata maupun perbuatan dengan maksud semoga mereka bosan sehingga mereka keluar dari rumah sebelum tepat ‘iddahnya yang berarti kau sama saja mengeluarkan mereka dari rumahmu. Kesimpulan ayat ini yaitu larangan mengeluarkan mereka dari rumah, dan larangan bagi mereka (wanita yang ditalak) keluar dari rumah suami mereka serta perintah untuk memberi mereka daerah tinggal dengan cara yang tidak mengakibatkan ancaman dan kesulitan, dan hal ini dikembalikan kepada ‘uruf (kebiasaan yang berlaku).

[29] Hal itu lantaran kandungan yang ada di perutnya kalau perempuan itu ditalak ba’in, namun kalau ditalak raj’i, maka infak itu lantaran perempuan itu dan kandungannya, dan nafkah berakhir hingga perempuan itu melahirkan kandungannya. Jika mereka telah melahirkan kandungannya, maka mereka bisa menyusukan anak mereka atau tidak. Jika mereka menyusukan (anak-anak)mu, maka berikanlah imbalannya kepada mereka.

[30] Yang sudah ditentukan untuk mereka, kalau belum ditentukan maka dengan upah mitsil (standar).

[31] Yakni hendaknya masing-masing dari suami dan istri serta selain dari keduanya bermusyawarah dengan baik.

[32] Untuk membuat janji terhadap upah yang diberikan, atau bermusyawarah untuk hal yang bermanfaat dan bermaslahat di dunia dan darul abadi bagi keduanya dan bagi anak mereka, lantaran melalaikannya sanggup mengakibatkan keburukan dan ancaman yang banyak yang tidak diketahui kecuali oleh Allah Subhaanahu wa Ta'aala. Di samping itu, dalam bermusyawarah terdapat tolong-menolong terhadap kebaikan dan takwa. Termasuk yang perlu diterangkan pula di sini yaitu bahwa suami dan istri dikala berpisah di masa ‘iddah, khususnya apabila lahir anak dari keduanya, biasanya terjadi pertengkaran dalam hal menafkahi si perempuan dan si anak, yakni dikala sudah berpisah yang biasanya terjadi lantaran kebencian, dimana dari kebencian timbul banyak masalah. Oleh lantaran itulah, mereka diperintahkan bermusyawarah, berbuat baik, bermu’amalah secara baik, tidak bermusuhan dsb.

[33] Misalnya tidak terjadi janji semoga si ibu menyusukan anaknya, maka bisa dicarikan perempuan lain untuk menyusukan anaknya sebagaimana firman Allah Ta’ala, “Maka tidak ada dosa bagimu apabila kau menunjukkan pembayaran berdasarkan yang patut.” (Terj. Al Baqarah: 233). Hal ini apabila si anak mendapatkan tetek selain ibunya, namun kalau tidak mendapatkan selain tetek ibunya, maka ibunya ditetapkan untuk menyusukannya dan diwajibkan kepadanya. Jika si ibu menolak, maka dipaksa, dan ia akan memperoleh imbalan standar kalau tidak terjadi janji terhadap jumlah imbalannya. Hal ini diambil dari kandungan ayat tersebut dari sisi makna yang tersirat di dalamnya. Hal itu, lantaran anak berada di perut ibunya selama masa kehamilan, dimana ia (si anak) tidak sanggup keluar darinya, maka Allah Subhaanahu wa Ta'aala memutuskan semoga walinya menafkahi. Ketika sudah lahir, dan berkemungkinan si anak mendapatkan masakan dari ibunya atau dari selainnya, maka Allah Subhaanahu wa Ta'aala membolehkan hal tersebut (menyusukan dari ibunya atau dari perempuan lain). Tetapi, kalau si anak tidak sanggup memperoleh masakan kecuali dari ibunya, maka ia menyerupai kandungan yang di perut ibunya dan ibunya ditetapkan untuk menyusukannya sebagai jalan untuk memberinya makan.

7. [34]Hendaklah orang yang memiliki keluasan memberi nafkah berdasarkan kemampuannya[35], dan orang yang terbatas rezekinya, hendaklah memberi nafkah dari harta yang diberikan Allah kepadanya. Allah tidak membebani seseorang melainkan (sesuai) dengan apa yang diberikan Allah kepadanya[36]. Allah kelak akan menunjukkan kelapangan sesudah kesempitan[37].

[34] Selanjutnya Allah Subhaanahu wa Ta'aala menentukan nafkah sesuai keadaan suami.

[35] Oleh lantaran itu, jangan hingga ia menunjukkan nafkah menyerupai nafkah yang dikeluarkan oleh orang-orang yang fakir kalau ia sebagai orang yang kaya.

[36] Hal ini sesuai sekali dengan pesan yang tersirat dan rahmat Allah, dimana Dia memutuskan masing-masingnya sesuai dengan keadaannya, Dia meringankan orang yang kesulitan dan tidak membebani kecuali sesuai dengan kemampuannya baik dalam hal nafkah maupun lainnya.



[37] Ayat ini merupakan isu besar hati terhadap orang-orang yang kesulitan, bahwa Allah Subhaanahu wa Ta'aala akan menghilangkan kesulitan mereka dan mengangkat penderitaan mereka, lantaran sesungguhnya sesudah kesulitan ada kemudahan.
Ayat 8-12: Peringatan semoga tidak melanggar batasan Allah ‘Azza wa Jalla, perintah untuk taat kepada Allah dan Rasul-Nya, jawaban bagi orang-orang yang taat, hukum-hukum yang dibawa oleh Rasul-Nya Muhammad shallallahu 'alaihi wa sallam membawa kebahagiaan bagi manusia, dan mengingatkan wacana kekuasaan Allah dan keesaan-Nya.

وَكَأَيِّنْ مِنْ قَرْيَةٍ عَتَتْ عَنْ أَمْرِ رَبِّهَا وَرُسُلِهِ فَحَاسَبْنَاهَا حِسَابًا شَدِيدًا وَعَذَّبْنَاهَا عَذَابًا نُكْرًا (٨) فَذَاقَتْ وَبَالَ أَمْرِهَا وَكَانَ عَاقِبَةُ أَمْرِهَا خُسْرًا (٩) أَعَدَّ اللَّهُ لَهُمْ عَذَابًا شَدِيدًا فَاتَّقُوا اللَّهَ يَا أُولِي الألْبَابِ الَّذِينَ آمَنُوا قَدْ أَنْزَلَ اللَّهُ إِلَيْكُمْ ذِكْرًا (١٠) رَسُولا يَتْلُو عَلَيْكُمْ آيَاتِ اللَّهِ مُبَيِّنَاتٍ لِيُخْرِجَ الَّذِينَ آمَنُوا وَعَمِلُوا الصَّالِحَاتِ مِنَ الظُّلُمَاتِ إِلَى النُّورِ وَمَنْ يُؤْمِنْ بِاللَّهِ وَيَعْمَلْ صَالِحًا يُدْخِلْهُ جَنَّاتٍ تَجْرِي مِنْ تَحْتِهَا الأنْهَارُ خَالِدِينَ فِيهَا أَبَدًا قَدْ أَحْسَنَ اللَّهُ لَهُ رِزْقًا (١١) اللَّهُ الَّذِي خَلَقَ سَبْعَ سَمَاوَاتٍ وَمِنَ الأرْضِ مِثْلَهُنَّ يَتَنَزَّلُ الأمْرُ بَيْنَهُنَّ لِتَعْلَمُوا أَنَّ اللَّهَ عَلَى كُلِّ شَيْءٍ قَدِيرٌ وَأَنَّ اللَّهَ قَدْ أَحَاطَ بِكُلِّ شَيْءٍ عِلْمًا (١٢)

Terjemah Surat Ath Thalaq Ayat 8-12

8. [38]Dan betapa banyak (penduduk) negeri yang mendurhakai perintah Tuhan mereka dan rasul-rasul-Nya, maka Kami hisab penduduk negeri itu dengan hisab yang ketat, dan Kami azab mereka dengan azab yang mengerikan (di akhirat)[39].

[38] Allah Subhaanahu wa Ta'aala memberitahukan wacana pembinasaan-Nya terhadap umat-umat yang melampaui batas dan mendustakan para rasul, bahwa jumlah mereka yang banyak dan kekuatan mereka itu tidak bermanfaat sedikit pun bagi mereka dikala mereka dihisab dengan hisab yang ketat dan dikala mereka menerima siksa yang pedih.

[39] Yang dimaksud dengan hisab dan azab di sini yaitu hisab dan azab di akhirat.

9. Sehingga mereka mencicipi jawaban yang jelek dari perbuatannya, dan jawaban perbuatan mereka itu yaitu kerugian yang besar.

10. Allah menyediakan azab yang keras bagi mereka[40], maka bertakwalah kepada Allah wahai orang-orang yang memiliki akal[41]! (Yaitu) orang-orang yang beriman. Sungguh, Allah telah menurunkan peringatan[42] kepadamu,

[40] Diulangi lagi ancaman azab kepada mereka sebagai taukid (penguatan), atau Allah Subhaanahu wa Ta'aala menghukum mereka di dunia dan di akhirat; di dunia sebagaimana yang disebutkan dalam ayat 8 sebelumnya, dan azab di darul abadi sebagaimana yang disebutkan dalam ayat 10 di atas.

[41] Yaitu mereka yang memahami ayat-ayat Allah dan pelajaran yang disampaikan-Nya, dan bahwa pembinasaan terhadap orang-orang yang mendustakan tidak hanya berlaku terhadap orang-orang sebelum mereka, bahkan berlaku pula terhadap orang-orang yang sesudah mereka.

[42] Yaitu Al Qur’an.

11. (dengan mengutus) seorang Rasul yang membacakan ayat-ayat Allah kepadamu yang menunjukan (bermacam-macam hukum), semoga Dia mengeluarkan orang-orang yang beriman dan bersedekah saleh dari kegelapan kepada cahaya[43]. Dan barang siapa beriman kepada Allah dan mengerjakan amal yang saleh[44], pasti Dia akan memasukkannya ke dalam surga-surga yang mengalir di bawahnya sungai-sungai; mereka abadi di dalamnya selama-lamanya. Sungguh, Allah menunjukkan rezeki yang baik kepadanya.

[40] Diulangi lagi ancaman azab kepada mereka sebagai taukid (penguatan), atau Allah Subhaanahu wa Ta'aala menghukum mereka di dunia dan di akhirat; di dunia sebagaimana yang disebutkan dalam ayat 8 sebelumnya, dan azab di darul abadi sebagaimana yang disebutkan dalam ayat 10 di atas.

[41] Yaitu mereka yang memahami ayat-ayat Allah dan pelajaran yang disampaikan-Nya, dan bahwa pembinasaan terhadap orang-orang yang mendustakan tidak hanya berlaku terhadap orang-orang sebelum mereka, bahkan berlaku pula terhadap orang-orang yang sesudah mereka.

[42] Yaitu Al Qur’an.

12. [45]Allah yang membuat tujuh langit dan menyerupai itu pula bumi. Perintah Allah berlaku padanya[46], semoga kau mengetahui bahwa Allah Mahakuasa atas segala sesuatu, dan ilmu Allah benar-benar mencakup segala sesuatu.

[45] Selanjutnya Allah Subhaanahu wa Ta'aala memberitahukan, bahwa Dia yang membuat tujuh langit dan semua yang ada di dalamnya serta tujuh bumi dan apa yang ada di dalamnya serta apa yang ada di antara langit dan bumi.

[46] Ada yang menafsirkan, bahwa maksudnya wahyu turun di antara keduanya (langit dan bumi), dibawa oleh malaikat Jibril dari langit ketujuh hingga ke bumi, atau maksudnya berlaku syariat dan hukum-hukum agama yang Allah wahyukan kepada para rasul-Nya untuk mengingatkan mereka dan menasihati mereka, demikian pula berlaku perintah-perintah yang kauni qadari (takdir-Nya terhadap alam semesta) yang dengannya Allah mengatur hamba-hamba-Nya. Semua itu dimaksudkan semoga para hamba mengenal-Nya dan mengetahui meliputnya kekuasaan Allah dan pengetahuan-Nya terhadap segala sesuatu, dimana apabila mereka telah mengenali-Nya dengan sifat-sifat-Nya yang suci dan nama-nama-Nya yang indah, beribadah kepada-Nya, mencintai-Nya dan memenuhi hak-Nya, maka berarti ia telah melaksanakan maksud yang diinginkan dari adanya penciptaan dan perintah, yaitu mengenal Allah dan beribadah kepada-Nya. Orang-orang yang mendapatkan taufiq dari kalangan hamba-hamba Allah yang saleh sanggup menjalankannya, sedangkan orang-orang yang zalim berpaling darinya.

@ Allah menceritakan bahwa penciptaan langit dan bumi, semoga insan mengetahui wacana ke Maha Kuasaan Allah Ta’ala, bahwa Allah lah pemilik jagad raya ini dengan ilmu Allah yang sempurna. Tidak ada satu pun yang terluput dari ilmu dan pengawasan Allah, lantaran ilmu Allah mencakup segala sesuatu

KANDUNGAN AYAT

Orang yang bertakwa juga akan diselamatkan oleh Allah dari aneka macam ancaman dan akan diberi jalan keluar dari setiap kesempitan yang menimpanya. Disamping itu juga akan dimudahkan aneka macam urusannya serta diberi rezeki di luar dugaannya dari arah yang ia tidak sangka-sangka.

إِنَّكَ لَنْ تَدَعَ شَيْئًا لِلَّهِ إِلَّا بَدَّلَكَ اللهُ بِهِ مَا هُوَ خَيْرٌ لَكَ مِنْهُ

Sungguh engkau tidak akan meninggalkan sesuatu lantaran Allâh, 
kecuali Allâh akan gantikan dengan yang lebih baik untukmu.” 

[HR. Ahmad no. 23.074, dihukumi shahih oleh al-Albani dan al-Arna`uth]



Posting Komentar untuk "Kumpulan Tafsir At Thalaq Ayat 1-12"