Kumpulan Tafsir Al Muthaffifin

Surah Al Muthaffifin (Orang-Orang Yang Curang)

Surah ke-83. 36 ayat. Makkiyyah

بِسْمِ اللَّهِ الرَّحْمَنِ الرَّحِيمِ

Dengan menyebut nama Allah Yang Maha Pemurah lagi Maha Penyayang.

Ayat 1-6: Ancaman terhadap orang-orang yang curang dalam menakar dan menimbang.

وَيْلٌ لِلْمُطَفِّفِينَ (١) الَّذِينَ إِذَا اكْتَالُوا عَلَى النَّاسِ يَسْتَوْفُونَ (٢) وَإِذَا كَالُوهُمْ أَوْ وَزَنُوهُمْ يُخْسِرُونَ (٣) أَلا يَظُنُّ أُولَئِكَ أَنَّهُمْ مَبْعُوثُونَ (٤) لِيَوْمٍ عَظِيمٍ (٥) يَوْمَ يَقُومُ النَّاسُ لِرَبِّ الْعَالَمِينَ (٦)

Terjemah Surat Al Muthaffifin Ayat 1-6

1. [1]Celakalah[2] bagi orang-orang yang curang (dalam menakar dan menimbang)[3],

2. (yaitu) orang-orang yang apabila mendapatkan dosis dari orang lain mereka minta dipenuhi[4],

3. dan apabila mereka menakar atau menimbang (untuk orang lain), mereka mengurangi[5].

4. [6]Tidakkah orang-orang itu mengira, bahwa tolong-menolong mereka akan dibangkitkan,

5. pada suatu hari yang besar[7],

6. (yaitu) pada hari (ketika) semua orang bangkit[8] menghadap Tuhan seluruh alam[9].

Ayat 7-17: Keadaan orang-orang yang celaka dan jawaban untuk mereka pada hari Kiamat.

كَلا إِنَّ كِتَابَ الْفُجَّارِ لَفِي سِجِّينٍ (٧) وَمَا أَدْرَاكَ مَا سِجِّينٌ (٨)كِتَابٌ مَرْقُومٌ (٩) وَيْلٌ يَوْمَئِذٍ لِلْمُكَذِّبِينَ (١٠) الَّذِينَ يُكَذِّبُونَ بِيَوْمِ الدِّينِ (١١) وَمَا يُكَذِّبُ بِهِ إِلا كُلُّ مُعْتَدٍ أَثِيمٍ (١٢) إِذَا تُتْلَى عَلَيْهِ آيَاتُنَا قَالَ أَسَاطِيرُ الأوَّلِينَ (١٣) كَلا بَلْ رَانَ عَلَى قُلُوبِهِمْ مَا كَانُوا يَكْسِبُونَ (١٤) كَلا إِنَّهُمْ عَنْ رَبِّهِمْ يَوْمَئِذٍ لَمَحْجُوبُونَ (١٥) ثُمَّ إِنَّهُمْ لَصَالُو الْجَحِيمِ (١٦) ثُمَّ يُقَالُ هَذَا الَّذِي كُنْتُمْ بِهِ تُكَذِّبُونَ (١٧)

Terjemah Surat Al Muthaffifin Ayat 7-17

7. Sekali-kali jangan begitu![10] Sesungguhnya catatan orang yang durhaka[11] benar-benar tersimpan dalam Sijjin[12].

8. Dan tahukah engkau apakah Sijjin itu?

9. (Yaitu) kitab yang berisi catatan (amal)[13].

10. Celakalah pada hari itu, bagi orang-orang yang mendustakan!

11. (yaitu) orang-orang yang mendustakan hari pembalasan[14].

12. Dan tidak ada yang mendustakannya (hari pembalasan) kecuali setiap orang yang melampaui batas[15] dan berdosa[16],

13. yang apabila dibacakan kepadanya ayat-ayat Kami[17], ia berkata[18], "Itu yaitu dongeng orang-orang dahulu[19]."

14. Sekali-kali tidak![20] Bahkan apa yang mereka kerjakan[21] itu telah menutupi hati mereka[22].

15. Sekali-kali tidak![23] Sesungguhnya mereka pada hari itu benar-benar terhalang dari (melihat) Tuhannya.

16. Kemudian[24], tolong-menolong mereka benar-benar masuk neraka.

17. Kemudian, dikatakan (kepada mereka), "Inilah (azab) yang dahulu kau dustakan[25].”

Ayat 18-28: Keadaan kaum mukmin dan kenikmatan yang mereka peroleh.

كَلا إِنَّ كِتَابَ الأبْرَارِ لَفِي عِلِّيِّينَ (١٨) وَمَا أَدْرَاكَ مَا عِلِّيُّونَ (١٩)كِتَابٌ مَرْقُومٌ (٢٠) يَشْهَدُهُ الْمُقَرَّبُونَ (٢١) إِنَّ الأبْرَارَ لَفِي نَعِيمٍ (٢٢) عَلَى الأرَائِكِ يَنْظُرُونَ (٢٣) تَعْرِفُ فِي وُجُوهِهِمْ نَضْرَةَ النَّعِيمِ (٢٤) يُسْقَوْنَ مِنْ رَحِيقٍ مَخْتُومٍ (٢٥) خِتَامُهُ مِسْكٌ وَفِي ذَلِكَ فَلْيَتَنَافَسِ الْمُتَنَافِسُونَ (٢٦) وَمِزَاجُهُ مِنْ تَسْنِيمٍ (٢٧)عَيْنًا يَشْرَبُ بِهَا الْمُقَرَّبُونَ (٢٨

Terjemah Surat Al Muthaffifin Ayat 18-28

18. [26]Sekali-kali tidak![27] Sesungguhnya catatan orang-orang yang berbakti benar-benar tersimpan dalam 'Illiyyin[28].

19. Dan tahukah engkau apakah 'Illiyyin itu?

20. (yaitu) kitab yang berisi catatan (amal),

21. yang disaksikan oleh (malaikat-malaikat) yang didekatkan (kepada Allah).

22. [29]Sesungguhnya orang-orang yang berbakti benar-benar berada dalam (surga yang penuh) kenikmatan,

23. mereka (duduk) di atas dipan-dipan melepas pandangan[30].

24. Kamu sanggup mengetahui dari wajah mereka kesenangan hidup yang penuh kenikmatan[31].

25. Mereka diberi minum dari khamr murni (tidak memabukkan)[32] yang (tempatnya) masih dilak (disegel)[33],

26. Laknya dari kesturi. Dan untuk yang demikian itu[34] hendaknya orang berlomba-lomba[35].

27. Dan campurannya dari tasnim,

28. (yaitu) mata air yang diminum oleh mereka yang akrab (kepada) Allah[36].

Ayat 29-36: Ejekan-ejekan orang-orang yang berdosa terhadap orang-orang mukmin di dunia dan jawaban terhadapnya di akhirat.

إِنَّ الَّذِينَ أَجْرَمُوا كَانُوا مِنَ الَّذِينَ آمَنُوا يَضْحَكُونَ (٢٩) وَإِذَا مَرُّوا بِهِمْ يَتَغَامَزُونَ (٣٠) وَإِذَا انْقَلَبُوا إِلَى أَهْلِهِمُ انْقَلَبُوا فَكِهِينَ (٣١)وَإِذَا رَأَوْهُمْ قَالُوا إِنَّ هَؤُلاءِ لَضَالُّونَ (٣٢) وَمَا أُرْسِلُوا عَلَيْهِمْ حَافِظِينَ (٣٣) فَالْيَوْمَ الَّذِينَ آمَنُوا مِنَ الْكُفَّارِ يَضْحَكُونَ (٣٤) عَلَى الأرَائِكِ يَنْظُرُونَ (٣٥) هَلْ ثُوِّبَ الْكُفَّارُ مَا كَانُوا يَفْعَلُونَ (٣٦)

Terjemah Surat Al Muthaffifin Ayat 29-36

29. [37]Sesungguhnya orang-orang yang berdosa, yaitu mereka yang dahulu menertawakan orang-orang yang beriman[38].

30. Dan apabila mereka (orang-orang yang beriman) melintas di hadapan mereka, mereka saling mengedip-ngedipkan matanya.

31. Dan apabila kembali kepada kaumnya, mereka kembali dengan bangga ria[39].

32. Dan apabila mereka melihat (orang-orang mukmin), mereka mengatakan, "Sesungguhnya mereka benar-benar orang-orang sesat,”

33. Padahal (orang-orang yang berdosa itu), mereka tidak diutus sebagai penjaga (orang-orang mukmin dan perbuatannya).

34. Maka pada hari ini[40], orang-orang yang beriman menertawakan orang-orang kafir[41],

35. Mereka (duduk) di atas dipan-dipan melepas pandangan[42].

36. Bukankah orang-orang kafir telah menerima jawaban (hukuman) terhadap apa yang telah mereka kerjakan[43]?

KANDUNGAN AYAT 

[1] Ibnu Majah berkata: Telah menceritakan kepada kami Abdurrahman bin Bisyr bin Al Hakam dan Muhammad bin ‘Uqail bin Khuwailid, keduanya berkata: Telah menceritakan kepada kami Ali bin Al Husain bin Waqid, (ia berkata): telah menceritakan kepadaku bapakku Yazid An Nahwiy, bahwa ‘Ikrimah menceritakan kepadanya dari Ibnu Abbas ia berkata: Ketika Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam datang di Madinah, mereka (penduduk Madinah) yaitu insan yang paling jelek dalam menakar, maka Allah Subhaanahu wa Ta'aala menurunkan firman-Nya, “Celakalah bagi orang-orang yang curang (dalam menakar dan menimbang).” Maka sehabis itu, mereka memperbaiki takarannya. (Hadits ini diriwayatkan pula oleh Nasa’i sebagaimana dikatakan Al Haafizh Ibnu Katsir juz 4 hal. 483 dari jalan Muhammad bin ‘Uqail. Para perawinya yaitu tsiqah kecuali Ali bin Al Husain bin Waqid, maka padanya terdapat pembicaraan. Ibnu Hibban juga meriwayatkan di halaman 438 di Mawaariduzh Zham’aan, demikian pula Ibnu Jarir di juz 29 hal. 91, di sana terdapat mutaba’ah (penguat dari jalan yang sama) bagi Ali bin Al Husain bin Waqid, ia telah dimutabaahkan oleh Yahya bin Wadhih, dimana ia yaitu seorang hafizh dan termasuk para perawi jamaah, akan tetapi Syaikhnya Ibnu Jarir yaitu Muhammad bin Humaid Ar Raaziy terdapat pembicaraan. Hakim di juz 2 hal. 23 juga meriwayatkan dan ia berkata, “Shahih isnadnya.” Dan didiamkan oleh Adz Dzahabiy. Dalam Mustadrak Hakim disebutkan mutaba’ah Ali bin Al Husain bin Syaqiq yang termasuk perawi jamaah sebagaimana dalam Tahdzibut Tahdzib, akan tetapi pada jalan kepadanya terdapat Muhammad bin Musa bin Hatim Al Qaasyaaniy, yang muridnya berkata, “Ia di sini yaitu Al Qaasim bin Al Qaasim As Sayyaariy yang saya lepas tangan darinya.” Ibnu Abi Sa’dan berkata, “Muhammad bin ‘Ali Al Haafizh berpandangan jelek terhadapnya.” Demikian yang disebutkan dalam Lisaanul Miizaan. Syaikh Muqbil berkata, “Tetapi keseluruhan mutabaah ini menunjukkan bahwa hadits tersebut tsabit (sah), wallahu a’lam.” (lihat Ash Shahihul Musnad hal. 266), Syaikh Al Albani dalam Shahih Ibnu Majah (2223) menghasankan hadits tersebut.)

[2] Kata “Wail” artinya ucapan azab dan bahaya atau sebuah lembah di neraka Jahannam, menyerupai yang diterangkan oleh penyusun tafsir Al Jalaalain. Ada pula yang menafsirkan, bahwa kata “wail” artinya kebinasaan dan kehancuran.

[3] Apabila bahaya keras ini ditujukan kepada orang-orang yang mengurangi harta orang lain dalam hal dosis dan timbangan, dimana di dalamnya terdapat pengambilan harta orang lain secara tersembunyi, maka orang yang mengambil harta orang lain secara terang-terangan atau secara paksa dan atau mencuri harta mereka, tentu lebih berhak mendapatkan bahaya yang keras ini.

[4] Tanpa dikurangi sedikit pun.

[5] Termasuk pula ke dalam hal ini orang-orang yang ingin dipenuhi hak mereka secara sempurna, tetapi mereka tidak mau memenuhi hak orang lain yang menjadi tanggung jawabnya (tidak seimbang antara hak dan kewajiban) atau selalu menuntut hak, namun kewajiban tidak dilakukan.

[6] Selanjutnya Allah Subhaanahu wa Ta'aala mengancam kembali orang-orang yang berlaku curang itu, dan mengapa mereka masih saja melaksanakan kecurangan.

[7] Yaitu hari Kiamat. Dengan demikian, yang menciptakan mereka berani melaksanakan kecurangan tersebut yaitu sebab tidak beriman kepada hari Akhir. Kalau sekiranya mereka beriman kepada hari Akhir dan mengetahui bahwa mereka akan berdiri di hadapan Allah untuk dihisab-Nya amal mereka besar atau kecil, tentu mereka tidak akan melakukannya dan akan bertobat darinya. Inilah di antara hikmah, mengapa Allah Subhaanahu wa Ta'aala sering menyebutkan hari Akhir dalam Al Qur’an, yaitu sebab beriman kepada hari tamat mempunyai efek yang berpengaruh dalam memperbaiki keadaan seseorang sehingga ia akan mengisi hari-harinya dengan amal saleh, ia pun akan lebih semangat untuk mengerjakan ketaatan itu sambil berharap akan diberikan pahala di hari itu, demikian juga akan membuatnya semakin takut dikala mengisi hidupnya dengan kemaksiatan apalagi hingga merasa tenteram dengannya. Beriman kepada hari tamat juga membantu seseorang untuk tidak berlebihan terhadap dunia dan tidak menjadikannya sebagai tujuan hidupnya. Di antara hikmahnya juga yaitu menghibur seorang mukmin yang kurang mendapatkan kesenangan dunia, sebab di hadapannya ada kesenangan yang lebih baik dan lebih kekal.

[8] Dari kubur mereka.

[9] Untuk dihisab dan diberikan pembalasan.

[10] Kata “Kalla” di ayat ini sanggup diartikan “Tentu atau pasti”.

[11] Seperti orang-orang kafir, orang-orang munafik dan orang-orang fasik.

[12] Kitab yang mencatat perbuatan orang-orang yang durhaka menyerupai para setan, orang-orang kafir dan orang-orang munafik tersimpan di Sijjin. Ada yang berpendapat, bahwa Sijjin yaitu sumur di neraka Jahannam, dan ada pula yang beropini bahwa Sijjin yaitu daerah paling bawah di bumi ketujuh yang merupakan daerah kembali orang-orang yang durhaka. Menurut Ibnu Katsir, yang benar bahwa Sijjiin diambil dari kata sajn yang artinya sempit. Karena semua makhluk setiap kali ke bawah, maka tempatnya semakin sempit, sedangkan kalau semakin ke atas, maka (tempatnya) semakin luas, demikian juga sebab daerah kembali orang-orang durhaka yaitu ke neraka Jahannam yang tempatnya berada di paling bawah atau rendah. Ayat ini menunjukkan bahwa neraka berada di bawah, sedangkan nirwana berada di atas.

[13] Yakni kitab yang disebutkan di sana amal mereka yang buruk.

[14] Yakni hari yang di sana Allah membalas amal mereka.

[15] Dari yang halal kepada yang haram.

[16] Yakni yang banyak berdosa. Inilah yang membuatnya mendustakan hari pembalasan.

[17] Yang menunjukkan kepada kebenaran dan menunjukkan benarnya apa yang dibawa para rasul.

[18] Dengan sombong sambil mendustakan dan menentangnya.

[19] Yakni cerita-cerita bohong orang-orang terdahulu. Berbeda dengan orang-orang yang adil dan sadar, yang maksudnya yaitu mencari kebenaran, maka ia tidak akan mendustakan hari pembalasan, sebab Allah Subhaanahu wa Ta'aala telah menegakkan dalil-dalilnya yang qath’i (pasti) dan bukti-buktinya yang mengakibatkan hal itu sebagai haqqul yaqin (kebenaran yang pasti) yang saking jelasnya menyerupai matahari di siang hari. Adapun orang yang ditutup hatinya oleh keburukan dan kemaksiatan yang dilakukannya, maka ia terhalangi dari melihat yang hak (benar). Oleh sebab itu, ia dibalas dengannya, yakni ditutupi dari melihat Allah sebagaimana hatinya dihalangi dari ayat-ayat-Nya di dunia.

[20] Ibnu Katsir berkata, “Yakni perkaranya tidaklah menyerupai yang mereka sangka, dan tidak menyerupai yang mereka katakan, yaitu bahwa Al Qur’an yaitu dongengan-dongengan orang-orang terdahulu, bahkan ia yaitu firman Allah, wahyu-Nya, dan kitab yang diturunkan-Nya kepada Rasul-Nya shallallahu 'alaihi wa sallam. Dan tolong-menolong yang menghalangi hati mereka dari beriman kepadanya yaitu sebab Ar Raan yang menutupi hati mereka sebab banyaknya dosa dan kesalahan. Oleh sebab itu, Allah berfirman, “apa yang mereka kerjakan.” Rain menimpa hati orang-orang kafir, ghaim menimpa hati orang-orang baik, sedangkan ghain menimpa hati orang-orang yang akrab (dengan Allah)”

[21] Berupa kemaksiatan.

[22] Sehingga hati mereka menyerupai berkarat. Syaikh As Sa’diy berkata, “Dalam beberapa ayat ini terdapat peringatan terhadap dosa, sebab ia akan menutupi hati bertahap hingga hilang cahayanya dan mati ketajaman pandangannya sehingga hakikat menjadi terbalik atasnya, ia akan melihat kebatilan sebagai kebenaran dan kebenaran sebagai kebatilan, dan ini di antara eksekusi terhadap dosa.”

Tirmidzi meriwayatkan dengan sanadnya yang hingga kepada Abu Hurairah dari Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam, bahwa Beliau bersabda:

إِنَّ الْعَبْدَ إِذَا أَخْطَأَ خَطِيئَةً نُكِتَتْ فِي قَلْبِهِ نُكْتَةٌ سَوْدَاءُ فَإِذَا هُوَ نَزَعَ وَاسْتَغْفَرَ وَتَابَ سُقِلَ قَلْبُهُ وَإِنْ عَادَ زِيدَ فِيهَا حَتَّى تَعْلُوَ قَلْبَهُ وَهُوَ الرَّانُ الَّذِي ذَكَرَ اللَّهُ : كَلَّا بَلْ رَانَ عَلَى قُلُوبِهِمْ مَا كَانُوا يَكْسِبُونَ

“Sesungguhnya seorang hamba apabila melaksanakan suatu kesalahan, maka akan digoreskan satu titik hitam di hatinya. Apabila ia berhenti, beristighfar dan bertobat, maka akan mengkilap lagi hatinya, dan kalau ia mengulangi lagi, maka akan ditambah lagi (titik itu) hingga menutupi hatinya. Itulah Ar Raan yang disebutkan Allah (dalam Al Qur’an),” yaitu firman-Nya, “Sekali-kali tidak! Bahkan apa yang mereka kerjakan itu telah menutupi hati mereka.” (Tirmidzi berkata, “Hadits ini hasan shahih.” Syaikh Al Albani menghasankan hadits ini dalam Shahih At Tirmidzi (3334). Hadits ini berdasarkan penyusun Tuhfatul Ahwadzi diriwayatkan pula oleh Ahmad, Nasa’i, Ibnu Majah, Ibnu Hibban dan Hakim, ia berkata, “Shahih sesuai syarat Muslim.”)

Penyusun Tuhfatul Ahwadzi berkata, “Asal kata ‘Raan’ dan ‘Rain’ yaitu tutupan, ia menyerupai karat yang menimpa sesuatu yang mengkilap.” Ath Thiibiy berkata, “Ar Raan dan Ar Rain yaitu sama menyerupai kata ‘Aab dan ‘Aib. Ayat tersebut yaitu berkenaan dengan orang-orang kafir, akan tetapi orang-orang mukmin dikala melaksanakan dosa, maka menyerupai mereka dalam hal hitamnya hati dan bertambahnya hal itu dengan bertambahnya dosa.” Ibnul Malak berkata, “Ayat ini disebutkan berkenaan dengan orang-orang kafir, akan tetapi Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam menyebutkannya untuk menakut-nakuti orang-orang mukmin semoga mereka berhati-hati dari terjatuh ke dalam banyak dosa semoga hati mereka tidak menghitam sebagaimana menghitamnya hati orang-orang kafir. Oleh sebab itu, dikatakan bahwa kemaksiatan-kemaksiatan yaitu pengantar kekafiran.”

[23] Kata “Kalla” di ayat ini sanggup diartikan “Tentu atau pasti”.

[24] Di samping eksekusi yang disebutkan sebelumnya (dihalangi dari melihat Allah).

[25] Dengan demikian, mereka ditimpa tiga macam azab; azab neraka, azab celaan, dan azab dihalangi dari melihat Rabbul ‘aalamin yang di dalamnya mengandung murka dan murka Allah kepada mereka, dan yang demikian lebih besar dari azab neraka. Kebalikan dari itu adalah, bahwa kaum mukmin sanggup melihat Tuhan mereka pada hari Kiamat dan dikala mereka di surga, dan mereka juga merasa nikmat sebab melihat kepada-Nya bahkan hal itu melebihi semua kenikmatan. Mereka juga merasa senang dengan pembicaraan Allah Subhaanahu wa Ta'aala dan merasa bangga dengan dekatnya mereka dengan-Nya.

[26] Setelah Allah Subhaanahu wa Ta'aala menyebutkan bahwa kitab catatan amal orang-orang yang durhaka berada di daerah paling bawah dan paling sempit, maka Allah Subhaanahu wa Ta'aala menyebutkan bahwa kitab catatan amal orang-orang yang berbakti berada di daerah paling atas dan paling luas, dan bahwa kitab catatan amal mereka itu disaksikan oleh makhluk yang didekatkan (lihat ayat ke 21) menyerupai para malaikat, ruh para nabi, para shiddiqin dan para syuhada, dan bahwa Allah Subhaanahu wa Ta'aala meninggikan nama mereka di hadapan makhluk di sisi-Nya.

[27] Kata “Kalla” di ayat ini sanggup diartikan “Tentu atau pasti”.

[28] Kitab yang mencatat perbuatan orang-orang yang berbakti tersimpan di 'Illiyyin. Ada yang berpendapat, bahwa ‘Illiyyin artinya daerah di langit ketujuh di bawah ‘Arsy. Al A’masy meriwayatkan dari Hilal bin Yasaf ia berkata: Ibnu ‘Abbas pernah bertanya kepada Ka’ab ihwal Sijjin, sedangkan saya hadir di situ?” Ia (Ka’ab) menjawab, “Ia yaitu bumi yang ketujuh dan di sana terdapat ruh-ruh orang-orang kafir.” Lalu Ibnu Abbas bertanya kepadanya ihwal Sijjin? Ia menjawab, “Ia yaitu langit ketujuh, dan di sana terdapat ruh-ruh orang-orang mukmin.”Ibnu Abbas berkata ihwal ayat, “Benar-benar tersimpan dalam 'Illiyyin.” “Yaitu surga.” Dan dalam sebuah riwayat darinya, bahwa maksudnya amal-amal mereka di langit di sisi Allah. Qatadah berkata, “Illiyyun yaitu betis/tonggak kanan ‘Arsy.” Yang lain berpendapat, “Illiyyun yaitu di akrab Sidratul Muntaha.” Menurut Ibnu Katsir, yang tampak, bahwa ‘Illiyyin diambil dari kata ‘uluw (tinggi), dan setiap kali sesuatu tinggi dan naik, maka semakin besar dan luaslah tempatnya.

[29] Setelah Allah Subhaanahu wa Ta'aala menyebutkan kitab catatan amal orang-orang yang berbakti, maka Dia menyebutkan bahwa mereka berada di dalam na’iim atau kenikmatan; yang meliputi kenikmatan bagi hati, bagi ruh dan bagi badan.

[30] Kepada kenikmatan yang Allah sediakan untuk mereka.

[31] Hal itu sebab berulang-ulang dan terus-menerusnya mereka mendapatkan kesenangan sanggup mencerahkan muka, menghiasnya dan memperindahnya.

[32] Yang merupakan minuman yang paling yummy dan paling nikmat.

[33] Bisa maksud ‘makhtum’ yaitu ditutup dari dimasuki sesuatu yang mengurangi kenikmatannya atau merusak rasanya. Penutupnya yaitu minyak kesturi. Bisa juga maksudnya tamat gelas atau ampas yang mereka minum khamr murni darinya yaitu minyak kesturi yang sangat amis yang biasanya di dunia ampas itu ditumpahkan.

[34] Yakni kenikmatan yang awet itu, yang tidak diketahui indah dan besarnya kecuali oleh Allah Subhaanahu wa Ta'aala.

[35] Dengan bersegera mengerjakan amal yang sanggup memasukkan ke dalamnya. Kenikmatan inilah yang seharusnya disiapkan segala yang berharga untuknya dan dikejar oleh orang-orang yang berakal.

[36] Mereka yang akrab kepada Allah yaitu insan yang paling tinggi kedudukannya dimana minuman mereka yaitu minuman penduduk nirwana yang paling utama.

[37] Setelah Allah Subhaanahu wa Ta'aala menyebutkan jawaban orang-orang yang berdosa dan jawaban orang-orang yang beriman serta menunjukan perbedaan besar antara keduanya, maka Dia memberitahukan bahwa orang-orang yang berdosa itu yaitu mereka yang dahulu di dunia menertawakan orang-orang mukmin dan mengolok-olok mereka, bahkan dikala orang-orang mukmin lewat, maka mereka mengedipkan matanya sambil menghinanya.

[38] Sambil mengolok-olok mereka.

[39] Mereka sungguh tertipu sebab mereka menggabung antara bersikap jelek dengan merasa kondusif di dunia, seolah-olah mereka telah mendapatkan informasi dan jaminan dari Allah, bahwa mereka tergolong orang-orang yang berbahagia, bahkan mereka menyatakan bahwa diri merekalah yang menerima petunjuk sedangkan orang-orang beriman yaitu orang-orang yang sesat dengan mengadakan kedustaan terhadap Allah Subhaanahu wa Ta'aala serta berani berkata terhadap-Nya tanpa ilmu.

[40] Yaitu pada hari Kiamat.

[41] Ketika orang-orang yang beriman melihat orang-orang kafir berada dalam azab, dan apa yang mereka ada-adakan ternyata tidak terwujud, sedangkan orang-orang mukmin berada dalam kesenangan, kenikmatan dan ketenangan.

[42] Kepada kenikmatan yang Allah siapkan.

[43] Yakni bukankah mereka telah diberi jawaban sesuai yang mereka kerjakan? Oleh sebab mereka (orang-orang kafir) menertawakan orang-orang mukmin di dunia serta menuduh mereka telah sesat, maka orang-orang mukmin akan menertawakan mereka di darul abadi dan akan melihat mereka dalam azab dan siksaan akhir kesesatan mereka. Mereka benar-benar telah dibalas sesuai yang mereka kerjakan sebagai keadilan Allah dan kebijaksanaan-Nya, dan Allah Maha Mengetahui lagi Mahabijaksana.

============================
Ustadz Abu Abdillah Muhammad Asnur 


USTADZ ASKARI BIN JAMAL

DOWNLOAD AUDIO  : Kajian Tafsir Al Qur'an Surat Al Muthoffifin 1
DOWNLOAD AUDIO  : Kajian Tafsir Al Qur'an Surat Al Muthoffifin 2
DOWNLOAD AUDIO  : Kajian Tafsir Al Qur'an Surat Al Muthoffifin 3
DOWNLOAD AUDIO  : Kajian Tafsir Al Qur'an Surat Al Muthoffifin 4
DOWNLOAD AUDIO  : Kajian Tafsir Al Qur'an Surat Al Muthoffifin 5

Posting Komentar untuk "Kumpulan Tafsir Al Muthaffifin"