Kumpulan Tafsir Al Hasyr Ayat 1-10

Surah Al Hasyr (Pengusiran)[1]

[1] Imam Bukhari meriwayatkan dengan sanadnya yang hingga kepada Sa’id bin Jubair, ia berkata: Aku bertanya kepada Ibnu Abbas, “(Ada apa dengan) surah At Taubah?” Ia menjawab, “Ia yaitu surah yang membuka malu (orang-orang munafik), dimana ia selalu turun (dengan kata-kata), “Wa minhum-wa minhum,” (artinya: dan di antara mereka), sehingga mereka (orang-orang munafik) menduga bahwa surah tersebut tidaklah menyisakan seorang pun di antara mereka kecuali disebutkan di dalamnya.” Aku (Sa’id bin Jubair) berkata, “(Bagaimana dengan) surah Al Anfaal?” Ia menjawab, “Ia (surah tersebut) turun berkenaan dengan perang Badar.” Aku bertanya lagi., “(Bagaimana dengan) surah Al Hasyr?” Ia menjawab, “Ia turun berkenaan dengan Bani Nadhir.”

Hakim meriwayatkan dengan sanadnya yang hingga kepada Aisyah radhiyallahu 'anha ia berkata: Perang Bani Nadhir, yakni segolongan orang-orang Yahudi terjadi pada penghujung bulan keenam dari kejadian Badar. Rumah mereka (Bani Nadhir) dan pohon kurma mereka berada di tepi Madinah, kemudian Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam mengepung mereka sehingga mereka oke berpindah kawasan dengan syarat untuk mereka apa yang diangkut oleh unta berupa barang-barang dan harta kecuali halqah, yaitu senjata, maka Allah Subhaanahu wa Ta'aala menurunkan ayat, “Apa yang ada di langit dan apa yang ada di bumi bertasbih kepada Allah…dst.” Sampai firman-Nya, “Pada ketika pengusiran yang pertama. Kamu tidak menyangka,…dst.” Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam memerangi mereka sehingga melaksanakan shulh (perjanjian damai) dengan mereka dengan syarat mereka pindah, kemudian Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam mengungsikan mereka ke Syam, padahal mereka berasal dari suku yang belum pernah mendapat pengusiran di zaman dahulu dan Allah Subhaanahu wa Ta'aala telah memutuskan demikian (pengusiran) kepada mereka. Jika tidak ada ketetapan itu, tentu Dia telah mengazab mereka di dunia dengan dibunuh dan ditawan. Adapun firman-Nya, “Pada ketika pengusiran yang pertama,” maka maksudnya, bahwa pengusiran tersebut yaitu pengusiran pertama di dunia ke Syam.” (Hakim berkata, “Hadits ini hadits shahih sesuai syarat Bukhari dan Muslim, namun keduanya tidak meriwayatkan.” Syaikh Muqbil berkata, “Demikianlah yang dikatakan Hakim rahimahullah, hadits tersebut memang shahih akan tetapi tidak dengan syarat keduanya (Bukhari-Muslim) lantaran keduanya tidak menyebutkan hadits dari Zaid bin Al Mubaarak (rawi hadits tersebut) dan Muhammad bin Tsaur. Hadits tersebut disebutkan pula oleh Baihaqi dalam Dalaa’ilunnubuwwah juz 2 hal. 444)

Surah ke-59. 24 ayat. Madaniyyah

بِسْمِ اللَّهِ الرَّحْمَنِ الرَّحِيمِ

Dengan menyebut nama Allah Yang Maha Pemurah lagi Maha Penyayang.

Ayat 1-5: Pengagungan bagi Allah Subhaanahu wa Ta'aala dan penampakkan kekuasaan-Nya dimana di antara bukti kekuasaannya yaitu pengusiran orang-orang Yahudi dari Madinah yang sebelumnya menyangka sebagai golongan yang berpengaruh lantaran mempunyai benteng-benteng yang kokoh.

سَبَّحَ لِلَّهِ مَا فِي السَّمَاوَاتِ وَمَا فِي الأرْضِ وَهُوَ الْعَزِيزُ الْحَكِيمُ (١)هُوَ الَّذِي أَخْرَجَ الَّذِينَ كَفَرُوا مِنْ أَهْلِ الْكِتَابِ مِنْ دِيَارِهِمْ لأوَّلِ الْحَشْرِ مَا ظَنَنْتُمْ أَنْ يَخْرُجُوا وَظَنُّوا أَنَّهُمْ مَانِعَتُهُمْ حُصُونُهُمْ مِنَ اللَّهِ فَأَتَاهُمُ اللَّهُ مِنْ حَيْثُ لَمْ يَحْتَسِبُوا وَقَذَفَ فِي قُلُوبِهِمُ الرُّعْبَ يُخْرِبُونَ بُيُوتَهُمْ بِأَيْدِيهِمْ وَأَيْدِي الْمُؤْمِنِينَ فَاعْتَبِرُوا يَا أُولِي الأبْصَارِ (٢) وَلَوْلا أَنْ كَتَبَ اللَّهُ عَلَيْهِمُ الْجَلاءَ لَعَذَّبَهُمْ فِي الدُّنْيَا وَلَهُمْ فِي الآخِرَةِ عَذَابُ النَّارِ (٣) ذَلِكَ بِأَنَّهُمْ شَاقُّوا اللَّهَ وَرَسُولَهُ وَمَنْ يُشَاقِّ اللَّهَ فَإِنَّ اللَّهَ شَدِيدُ الْعِقَابِ (٤) مَا قَطَعْتُمْ مِنْ لِينَةٍ أَوْ تَرَكْتُمُوهَا قَائِمَةً عَلَى أُصُولِهَا فَبِإِذْنِ اللَّهِ وَلِيُخْزِيَ الْفَاسِقِينَ (٥)

Terjemah Surat Al Hasyr Ayat 1-5

1. [2]Apa yang ada di langit dan apa yang ada di bumi bertasbih kepada Allah; dan Dialah Yang Mahaperkasa lagi Mahabijaksana.

[2] Syaikh As Sa'diy menerangkan, bahwa surah ini yaitu surah Bani Nadhir, dimana mereka yaitu sekelompok besar dari kalangan orang-orang Yahudi yang tinggal bersebelahan dengan Madinah di ketika Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam dibangkitkan. Setelah Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam diutus dan berhijrah ke Madinah, maka mereka kafir kepada Beliau bersama orang-orang Yahudi lainnya. Ketika Beliau shallallahu 'alaihi wa sallam telah tinggal di Madinah, maka Beliau berdamai dengan seluruh orang-orang Yahudi yang menjadi tetangga Beliau di Madinah. Kira-kira enam bulan setelah perang Badar berlalu, Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam keluar menemui mereka (orang-orang Yahudi) dan berbicara dengan mereka supaya mereka mau membantu Beliau dalam menuntut diyat dua orang dari Bani Killaab yang dibunuh oleh Amr bin Umayyah Adh Dhamuri, kemudian mereka berkata, “Kami akan lakukan wahai Abul Qaasim! Duduklah bersama kami sehingga kami sanggup memenuhi keperluanmu,” kemudian sebagian mereka dengan sebagian yang lain belakang layar bermusyawarah untuk membunuh Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam lantaran dijadikan indah oleh setan, mereka berkata, “Siapakah di antara kau yang mau mengambil penggilingan ini kemudian ia angkat kemudian menaruhnya di atas kepala Beliau untuk dipecahkan dengannya?” Maka orang yang paling celaka di antara mereka, yaitu ‘Amr bin Jahhasy berkata, “Saya,” maka Salam bin Misykam berkata, “Jangan kalian lakukan. Demi Allah, akan diberitahukan niat kalian itu dan hal itu merupakan penghapusan kesepakatan yang telah dilakukan di antara kita dengan Beliau.” Maka datanglah wahyu kepada Beliau dari Tuhannya mengenai niat jahat mereka itu. Segeralah Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam bangun dan menuju Madinah kemudian ditemui oleh para sahabat dan mereka berkata, “Engkau bersiap-siap, namun kami tidak menyadari,” maka Beliau shallallahu 'alaihi wa sallam memberitahukan kepada mereka niat orang-orang Yahudi itu. Kemudian Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam mengirim orang untuk memberitahukan, “Keluarlah kau (wahai orang-orang Yahudi) dari Madinah dan jangan tinggal bersamaku di sini, dan saya beri tangguh kepadamu selama sepuluh hari. Barang siapa yang ditemukan tetap di situ setelah pemberitahuan itu, maka akan dipenggal lehernya.” Lalu mereka tinggal beberapa hari untuk berkemas-kemas dan seorang munafik berjulukan Abdullah bin Ubay bin Salul mengirim orang kepada mereka memberitahukan, “Janganlah kalian keluar dari kawasan tinggalmu lantaran bersamaku ada 2.000 orang yang akan masuk ke bentengmu bersamamu, mereka siap mati untuk membelamu, Bani Quraizhah akan menolongmu, demikian pula sekutu kau dari Ghatfan.” Maka Huyay bin Akhthab tokoh mereka senang dengan ucapan itu sehingga mengirimkan orang untuk menyampaikan kepada Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam, “Kami tidak akan keluar dari kawasan tinggal kami. Oleh lantaran itu, lakukanlah apa yang hendak kau lakukan.” Maka Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam bertakbir, demikian pula para sahabatnya dan pergi berangkat menuju mereka, sedangkan Ali bin Abi Thalib membawa panji bendera, kemudian mereka tinggal di erat benteng mereka dengan melempari panah dan batu, sedangkan Bani Quraizhah tidak membantu mereka, dan Abdullah bin Ubay serta para sekutu mereka mengkhianati mereka, maka Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam mengepung mereka, menebang pohon kurma mereka dan membakar, kemudian mereka mengirimkan orang untuk memberitahukan bahwa mereka akan keluar dari Madinah.” Maka Beliau membiarkan mereka dengan syarat mereka harus keluar dari Madinah membawa diri dan anak keturunan mereka dan bahwa untuk mereka apa yang diangkut unta selain senjata. Maka Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam memegang harta dan senjata mereka. Harta-harta Bani Nadhir ini khusus untuk Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam untuk keperluan Beliau dan maslahat kaum muslimin dan Beliau tidak membagi seperlima, lantaran Allah Subhaanahu wa Ta'aala yang menawarkan harta fa’i itu kepada Beliau, sedangkan kaum muslimin tidak bersusah payah mengerahkan kuda dan unta untuknya, dan Beliau shallallahu 'alaihi wa sallam mengusir mereka ke Khaibar yang di tengah-tengah mereka terdapat Huyay bin Akhthab tokoh mereka. Beliau shallallahu 'alaihi wa sallam telah menguasai tanah dan kawasan tinggal mereka, mengambil senjata, sehingga terkumpul 50 baju besi, 50 tutup kepala dari besi dan 340 pedang, itulah kesimpulan dongeng mereka sebagaimana diterangkan oleh Ahli Sejarah. Maka Allah Subhaanahu wa Ta'aala memulai surah ini dengan memberitahukan bahwa semua yang ada di langit dan di bumi bertasbih dengan memuji Tuhannya serta menyucikan-Nya dari segala yang tidak layak dengan keagungan-Nya, menyembah-Nya dan tunduk kepada kebesaran-Nya lantaran Allah Mahaperkasa yang menundukkan segala sesuatu sehingga tidak ada sesuatu pun yang menolaknya, dan Dia Mahabijaksana yang bijaksana dalam ciptaan-Nya dan dalam perintah-Nya, Dia tidaklah membuat sesuatu main-main dan tidaklah mensyariatkan hal yang tidak ada maslahatnya dan tidaklah melaksanakan kecuali yang di sana sejalan dengan hikmah-Nya. Termasuk di antaranya yaitu Allah Subhaanahu wa Ta'aala menolong Rasul-Nya terhadap orang-orang kafir dari kalangan Ahli Kitab, yaitu Bani Nadhir ketika mereka melanggar perjanjian dengan Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam sehingga Beliau mengusir mereka dari kawasan tinggal mereka yang biasa mereka tempati dan mereka cintai. Pengusiran tersebut yaitu pengusiran pertama yang ditetapkan Allah Subhaanahu wa Ta'aala untuk mereka melalui tangan Rasul-Nya Muhammad shallallahu 'alaihi wa sallam, maka mereka pun keluar menuju Khaibar. Ayat yang mulia ini juga memperlihatkan bahwa mereka akan mendapat pengusiran lagi di samping ini dan ternyata demikian, yaitu mereka (sisa-sisa orang-orang Yahudi) diusir lagi dari Khaibar oleh Umar radhiyallahu 'anhu di zaman pemerintahannya.

2. Dialah yang mengeluarkan orang-orang kafir di antara Ahli Kitab[3] dari kampung halamannya[4] pada ketika pengusiran yang pertama[5]. Kamu[6] tidak menyangka, bahwa mereka akan keluar[7] dan mereka pun yakin, benteng-benteng mereka akan sanggup mempertahankan mereka dari (siksaan) Allah[8]; maka Allah mendatangkan (siksaan) kepada mereka dari arah yang tidak mereka sangka-sangka. Dan Allah menanamkan rasa takut ke dalam hati mereka[9]; sehingga mereka memusnahkan rumah-rumah mereka dengan tangannya sendiri dan tangan orang-orang mukmin[10]. Maka ambillah (kejadian itu) untuk menjadi pelajaran, wahai orang-orang yang mempunyai pandangan[11].

[3] Yaitu Bani Nadhir.

[4] Di Madinah.

[5] Merekalah orang-orang yang pertama dikumpulkan untuk diusir keluar dari Madinah menuju Syam dan diusir kembali oleh Umar radhiyallahu 'anhu dalam masa pemerintahannya.

[6] Wahai kaum mukmin.

[7] Karena kuatnya pertahanan mereka dan terhormatnya mereka di sana.

[8] Mereka merasa ujub dengan benteng-benteng mereka, bahwa benteng tersebut tidak akan sanggup ditembus oleh seorang pun, padahal taqdir Allah Subhaanahu wa Ta'aala di atas semua itu, benteng, pertahanan dan kekuatan mereka tidak mempunyai kegunaan sedikit pun bagi mereka di hadapan kekuasaan Allah Subhaanahu wa Ta'aala. Barang siapa yang percaya kepada selain Allah, maka beliau akan ditelantarkan dan barang siapa yang cenderung kepada selain Allah, maka beliau akan mendapat jawaban yang buruk, maka mereka ditimpa kasus dari langit yang menimpa hati mereka, dimana hati merupakan kawasan teguh dan sabar atau lemah dan kendur. Allah Subhaanahu wa Ta'aala menyingkirkan kekuatannya dan menggantikan dengan kelemahan dan ketakutan sehingga yang demikian merupakan santunan kepada kaum muslimin.

[9] Rasa takut yang Allah tanamkan ke dalam hati mereka yaitu tentara-Nya yang paling besar, dimana tidak bermanfaat jumlah yang banyak dan perlengkapan bersamanya.

[10] Hal itu, lantaran sebelumnya mereka telah berjanji kepada Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam bahwa untuk mereka apa yang diangkut oleh unta. Oleh lantaran itu, mereka robohkan atap-atap yang sebelumnya mereka pandang indah dan menawarkan kekuasaan kepada orang-orang mukmin dengan merobohkan rumah dan benteng mereka.

[11] Yakni mempunyai pandangan yang dalam dan nalar yang sempurna, lantaran dalam hal ini terdapat pelajaran yang dengannya diketahui tindakan Allah Subhaanahu wa Ta'aala terhadap orang-orang yang menentang kebenaran dan mengikuti hawa nafsu, dimana keperkasaan mereka tidak memberi manfaat apa-apa bagi mereka, demikian pula kekuatan mereka dan benteng yang mereka buat ketika tiba kasus Allah dan hukuman-Nya disebabkan dosa-dosa mereka. Sebagaimana ‘ibrah (yang dijadikan pelajaran) yaitu berdasarkan keumuman lafaz bukan kekhususan alasannya yaitu (Al ‘ibrah bi’umuumil lafzhi laa bikhushusis sabab), maka ayat ini terdapat dalil perintah I’tibar, yaitu mengambil pelajaran dari yang serupa untuk yang serupa dan sesuatu diqiaskan dengan yang semisalnya, demikian pula memikirkan hukum-hukum yang dikandungnya berupa makna-makna dan hikmah-hikmah yang menjadi sentra pemikiran. Dengan itulah nalar menjadi tajam, bashirah (mata hati) menjadi bersinar dan iman menjadi bertambah dan tercapai pemahaman yang hakiki.

3. [12]Dan sekiranya tidak lantaran Allah telah memutuskan pengusiran terhadap mereka, niscaya Allah mengazab mereka di dunia[13]. Dan di alam abadi mereka akan mendapat azab neraka.

[12] Selanjutnya Allah Subhaanahu wa Ta'aala memberitahukan bahwa orang-orang Yahudi belum mendapat semua eksekusi dan bahwa Allah Subhaanahu wa Ta'aala meringankan hal itu untuk mereka. Kalau bukan lantaran Allah Subhaanahu wa Ta'aala telah memutuskan pengusiran untuk mereka tentu mereka mendapat eksekusi yang lain di dunia. Meskipun begitu, mereka tetap akan mendapat azab neraka di alam abadi yang mustahil diketahui dahsyatnya kecuali oleh Allah Subhaanahu wa Ta'aala. Oleh lantaran itu, janganlah mereka menduga bahwa eksekusi untuk mereka telah selesai dan tidak ada lagi, bahkan azab yang Allah sediakan untuk mereka di alam abadi lebih besar dan lebih merata. Hal itu, sebagaimana yang diterangkan dalam ayat selanjutnya lantaran mereka menentang Allah dan Rasul-Nya, memusuhi dan memerangi keduanya serta berusaha mendurhakai keduanya. Itulah kebiasan yang berlaku bagi orang-orang yang menentang keduanya, dan barang siapa menentang Allah, maka bekerjsama Allah sangat keras hukuman-Nya.

[13] Dengan dibunuh dan ditawan sebagaimana yang Dia lakukan terhadap Bani Quraizhah.

4. Yang demikian itu lantaran bekerjsama mereka menentang Allah dan Rasul-Nya. Barang siapa menentang Allah, maka bekerjsama Allah sangat keras hukuman-Nya.

5. [14]Apa yang kamu[15] babat di antara pohon kurma (milik orang-orang kafir) atau yang kau biarkan (tumbuh) berdiri di atas pokoknya[16], maka (itu) terjadi dengan izin Allah; [17]dan lantaran Dia hendak menawarkan kehinaan kepada orang-orang fasik.

[14] Imam Bukhari meriwayatkan dengan sanadnya yang hingga kepada Ibnu Umar radhiyallahu 'anhuma ia berkata: Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam memperabukan pohon kurma milik Bani Nadhir dan menebangnya di Buwairah, maka turunlah ayat, “Apa yang kau babat di antara pohon kurma (milik orang-orang kafir) atau yang kau biarkan (tumbuh) berdiri di atas pokoknya, maka (itu) terjadi dengan izin Allah;”

Tirmidzi meriwayatkan dengan sanadnya yang hingga kepada Ibnu Abbas perihal firman Allah, “Apa yang kau babat di antara pohon kurma (milik orang-orang kafir) atau yang kau biarkan (tumbuh) berdiri di atas pokoknya,” Ia berkata, “Liinah yaitu pohon kurma.” (Firman-Nya), “dan lantaran Dia hendak menawarkan kehinaan kepada orang-orang fasik.” Ia (Ibnu Abbas) berkata, “Yaitu meminta mereka turun dari benteng mereka.” Ibnu Abbas juga berkata, “Mereka (kaum muslimin) diperintahkan untuk menebang pohon kurma, kemudian mereka merasa tidak lezat dalam hatinya, mereka (kaum muslimin) berkata, “Kami telah menebang sebagian dan membiarkan sebagian. Kami akan bertanya kepada Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam; apakah menebangnya mendapat pahala dan meninggalkannya mendapat dosa?” Maka Allah Subhaanahu wa Ta'aala menurunkan ayat, “Apa yang kau babat di antara pohon kurma (milik orang-orang kafir) atau yang kau biarkan (tumbuh) berdiri di atas pokoknya, maka (itu) terjadi dengan izin Allah,…dst.” (Hadits ini berdasarkan Syaikh Al Albani dalam Shahih At Tirmidzi 7/303, shahih isnadnya.)

[15] Wahai kaum muslimin.

[16] Maksudnya, pohon kurma milik musuh, untuk kepentingan dan siasat perang sanggup ditebang atau dibiarkan tumbuh.

[17] Ketika Bani Nadhir mencela Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam dan kaum muslimin lantaran menebang pohon kurma dan pepohonan lainnya dan mereka menganggap bahwa hal itu termasuk fasad (melakukan kerusakan) sehingga lantaran hal itu mereka mencela kaum muslimin, maka Allah Subhaanahu wa Ta'aala memberitahukan bahwa penebangan pohon itu atau tidak yaitu dengan izin Allah Ta’ala dan perintah-Nya serta untuk menghinakan orang-orang fasik, dimana Dia telah menawarkan kekuasaan kepada kaum muslimin untuk menebang pohon kurma mereka dan membakarnya supaya hal itu menjadi peringatan bagi mereka serta kerendahan untuk mereka di dunia serta penghinaan yang sanggup diketahui kelemahan mereka yang tepat lantaran tidak sanggup menyelamatkan pohon kurma mereka yang menjadi sumber masakan mereka.

Ayat 6-7: Hukum fai’i.

وَمَا أَفَاءَ اللَّهُ عَلَى رَسُولِهِ مِنْهُمْ فَمَا أَوْجَفْتُمْ عَلَيْهِ مِنْ خَيْلٍ وَلا رِكَابٍ وَلَكِنَّ اللَّهَ يُسَلِّطُ رُسُلَهُ عَلَى مَنْ يَشَاءُ وَاللَّهُ عَلَى كُلِّ شَيْءٍ قَدِيرٌ (٦) مَا أَفَاءَ اللَّهُ عَلَى رَسُولِهِ مِنْ أَهْلِ الْقُرَى فَلِلَّهِ وَلِلرَّسُولِ وَلِذِي الْقُرْبَى وَالْيَتَامَى وَالْمَسَاكِينِ وَابْنِ السَّبِيلِ كَيْ لا يَكُونَ دُولَةً بَيْنَ الأغْنِيَاءِ مِنْكُمْ وَمَا آتَاكُمُ الرَّسُولُ فَخُذُوهُ وَمَا نَهَاكُمْ عَنْهُ فَانْتَهُوا وَاتَّقُوا اللَّهَ إِنَّ اللَّهَ شَدِيدُ الْعِقَابِ (٧)

Terjemah Surat Al Hasyr Ayat 6-7

6. Dan harta rampasan (fai’i)[18] dari mereka yang diberikan Allah kepada Rasul-Nya, kau tidak memerlukan kuda atau unta untuk mendapatkannya[19], tetapi Allah menawarkan kekuasaan kepada rasul-rasul-Nya terhadap siapa yang Dia kehendaki[20]. Dan Allah Mahakuasa atas segala sesuatu.

[18] Fai-i ialah harta rampasan yang diperoleh dari orang-orang kafir tanpa terjadinya pertempuran, contohnya harta yang mereka tinggal lari lantaran takut kepada kaum muslimin. Harta tersebut dinamakan fai’i yang artinya kembali, lantaran harta itu kembali dari orang-orang kafir yang tidak berhak memilikinya kepada kaum muslimin yang mempunyai hak terhadapnya. Pembagian fa’i berlainan dengan pembagian ghanimah (harta rampasan yang diperoleh dari musuh setelah terjadi pertempuran). Pembagian Fai’i disebutkan pada ayat 7 surah ini, sedangkan pembagian ghanimah disebutkan dalam surah Al Anfaal ayat 41.

Pembagian fa’i, berdasarkan ayat ke-7 surah Al Hasyr ini yaitu dibagi menjadi lima bagian:

- 1/5 untuk Allah dan Rasul-Nya shallallahu 'alaihi wa sallam yang kemudian dialihkan untuk maslahat kaum muslimin secara umum,

- 1/5 untuk kerabat Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam (Bani Hasyim dan Bani Muththalib), dimana antara pria dan perempuannya disamaratakan. Bani Muththalib mendapat 1/5 bersama Bani Hasyim sedangkan Bani Abdi Manaf yang lain tidak, lantaran mereka (Bani Muththalib) ikut serta dengan Bani Hasyim dalam masuknya mereka ke dalam satu suku besar ketika orang-orang Quraisy mengadakan kesepakatan untuk menjauhi dan memusuhi mereka; mereka menolong Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam berbeda dengan selain mereka. Oleh lantaran itu, Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam menjelaskan perihal Bani Muththalib, “Sesungguhnya mereka tidak berpisah denganku di masa Jahiliyyah maupun Islam.”

- 1/5 untuk belum dewasa yatim yang fakir, yaitu belum dewasa yang ditinggal wafat bapaknya sedangkan mereka belum baligh.

- 1/5 untuk orang-orang miskin, dan

- 1/5 lagi untuk Ibnus Sabil, yaitu orang abnormal yang terputus dalam perjalanan lantaran kehabisan bekal.

[19] Yakni kau wahai kaum muslimin tidak perlu bersusah payah untuk memperolehnya; tidak perlu mengerahkan jiwa ragamu maupun binatang ternakmu.

[20] Oleh lantaran itu, tidak ada hak bagi kau padanya dan hal itu khusus bagi Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam dan orang-orang yang disebutkan bersama Beliau shallallahu 'alaihi wa sallam dalam ayat selanjutnya yang terdiri dari empat golongan, yaitu bahwa masing-masing mereka mendapat seperlima dan sisanya untuk Beliau shallallahu 'alaihi wa sallam, dimana Beliau shallallahu 'alaihi wa sallam bebas melaksanakan apa yang Beliau kehendaki, kemudian Beliau menawarkan di antaranya kepada kaum muhajirin dan tiga orang Anshar lantaran fakirnya.

7. Harta rampasan fai’i yang diberikan Allah kepada Rasul-Nya (yang berasal) dari penduduk beberapa negeri[21], yaitu untuk Allah, rasul, kerabat (rasul)[22], belum dewasa yatim, orang-orang miskin[23] dan untuk orang-orang yang dalam perjalanan, supaya harta itu jangan hanya beredar di antara orang-orang kaya saja di antara kamu[24]. Apa yang diberikan Rasul kepadamu[25], maka terimalah. Dan apa yang dilarangnya bagimu, maka tinggalkanlah[26]. [27]Dan bertakwalah kepada Allah. Sungguh, Allah sangat keras hukumannya[28].

[21] Baik Allah Subhaanahu wa Ta'aala memberikannya ketika Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam masih hidup ataupun setelahnya kepada orang yang menjadi pengganti Beliau dalam memerintah umatnya (pemerintah Islam).

[22] Yang terdiri dari Bani Hasyim dan Bani Muththalib.

[23] Orang yang membutuhkan.

[24] Allah Subhaanahu wa Ta'aala memutuskan fa’i untuk kelima asnaf (gololngan) ini yaitu supaya harta tidak hanya beredar di antara orang-orang kaya saja. Karena jikalau Dia tidak memutuskan demikian, maka harta itu hanya beredar di antara orang-orang kaya saja, sedangkan orang-orang lemah tidak memperolehnya dan tentu hal itu akan menjadikan kerusakan yang besar yang hanya diketahui oleh Allah Subhaanahu wa Ta'aala, sebagaimana mengikuti perintah Allah dan syariat-Nya terdapat banyak maslahat. Oleh lantaran itulah, dalam ayat selanjutnya Allah Subhaanahu wa Ta'aala memerintahkan dengan kaidah yang menyeluruh dan dasar yang umum, firman-Nya, “Apa yang diberikan Rasul kepadamu, maka terimalah. Dan apa yang dilarangnya bagimu, maka tinggalkanlah.”

[25] Baik fa’i maupun lainnya.

[26] Ayat ini meliputi ushul (dasar-dasar) agama maupun furu’(cabang)nya, dan bahwa apa yang dibawa Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam harud diambil oleh insan dan tidak boleh menyelisihinya dan bahwa keputusan Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam terhadap sesuatu sama menyerupai keputusan Allah Subhaanahu wa Ta'aala, dimana tidak ada alasan bagi seseorang untuk meninggalkannya, demikian pula tidak boleh mengedepankan ucapan seorang pun di atas ucapan Beliau.

[27] Selanjutnya Allah Subhaanahu wa Ta'aala memerintahkan untuk bertakwa kepada-Nya yang dengannya hati, ruh, dunia dan alam abadi dimakmurkan, dan dengan takwa dicapai kebahagiaan yang kekal dan keberuntungan yang besar, sedangkan meninggalkannya merupakan kesengsaraan yang kekal dan azab yang kekal.

[28] Bagi orang yang meninggalkan ketakwaan dan mengutamakan mengikuti hawa nafsu.

Ayat 8-10: Beberapa ayat ini menyebutkan perihal umat Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam, dimulai dengan kaum Muhajirin dan Anshar.

لِلْفُقَرَاءِ الْمُهَاجِرِينَ الَّذِينَ أُخْرِجُوا مِنْ دِيارِهِمْ وَأَمْوَالِهِمْ يَبْتَغُونَ فَضْلا مِنَ اللَّهِ وَرِضْوَانًا وَيَنْصُرُونَ اللَّهَ وَرَسُولَهُ أُولَئِكَ هُمُ الصَّادِقُونَ (٨) وَالَّذِينَ تَبَوَّءُوا الدَّارَ وَالإيمَانَ مِنْ قَبْلِهِمْ يُحِبُّونَ مَنْ هَاجَرَ إِلَيْهِمْ وَلا يَجِدُونَ فِي صُدُورِهِمْ حَاجَةً مِمَّا أُوتُوا وَيُؤْثِرُونَ عَلَى أَنْفُسِهِمْ وَلَوْ كَانَ بِهِمْ خَصَاصَةٌ وَمَنْ يُوقَ شُحَّ نَفْسِهِ فَأُولَئِكَ هُمُ الْمُفْلِحُونَ (٩) وَالَّذِينَ جَاءُوا مِنْ بَعْدِهِمْ يَقُولُونَ رَبَّنَا اغْفِرْ لَنَا وَلإخْوَانِنَا الَّذِينَ سَبَقُونَا بِالإيمَانِ وَلا تَجْعَلْ فِي قُلُوبِنَا غِلا لِلَّذِينَ آمَنُوا رَبَّنَا إِنَّكَ رَءُوفٌ رَحِيمٌ (١٠)

Terjemah Surat Al Hasyr Ayat 8-10

8. [29](harta rampasan itu) juga untuk orang-orang fakir yang berhijrah[30] yang terusir dari kampung halamannya dan meninggalkan harta bendanya demi mencari karunia dari Allah dan keridhaan-Nya dan (demi) menolong (agama) Allah dan Rasul-Nya. Mereka itulah orang-orang yang benar.

[29] Selanjutnya Allah Subhaanahu wa Ta'aala pertanda pesan tersirat dan alasannya yaitu mengapa Allah Subhaanahu wa Ta'aala menjadikan harta fai’i itu untuk orang-orang yang telah ditetapkan-Nya, lantaran mereka berhak ditolong dan berhak diberikan harta fai’i lantaran keadaan mereka antara muhajirin (orang-orang yang berhijrah) dan Anshar (memberikan pertolongan).

Kaum muhajirin, mereka telah meninggalkan segala sesuatu yang mereka cintai dan senangi berupa kawasan tinggal, kampung halaman, kekasih dan harta demi mencari keridhaan Allah dan membela agama-Nya serta menyayangi Rasul-Nya. Mereka itulah orang-orang yang benar; yang mengerjakan konsekwensi iman mereka; mereka benarkan iman mereka dengan amal saleh dan ibadah-ibadah yang berat, berbeda dengan orang-orang yang mengaku beriman namun tidak membenarkannya dengan jihad, hijrah dan ibadah lainnya.

Kaum Anshar, yang terdiri dari suku Aus dan Khazraj yaitu orang-orang yang beriman kepada Allah dan Rasul-Nya dengan suka rela, cinta dan atas dasar pilihan mereka serta melindungi Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam. Mereka telah menempati kota Madinah yang menjadi kawasan hijrah dan iman sehingga menjadi kawasan kembali kaum mukmin dan kawasan berlindung kaum muhajirin. Orang-orang Anshar selalu menawarkan santunan kepada kaum muslimin yang berhijrah sehingga Islam menjadi berpengaruh dan menyebar, bertumbuh sedikit demi sedikit, dan kaum muslimin sanggup menaklukkan hati insan dengan ilmu, iman dan Al Qur’an serta sanggup menaklukkan negeri dengan pedang dan tombak.

[30] Maksudnya, kerabat Nabi, belum dewasa yatim, orang-orang miskin dan ibnussabil yang semuanya orang fakir dan berhijrah.

9. [31]Dan orang-orang (Anshar) yang telah menempati kota Madinah dan telah beriman sebelum (kedatangan) mereka (Muhajirin), mereka menyayangi orang yang berhijrah ke kawasan mereka[32]. Dan mereka tidak menaruh cita-cita dalam hati mereka terhadap apa yang diberikan kepada mereka (Muhajirin)[33]; dan mereka mengutamakan (Muhajirin), atas dirinya sendiri, meskipun mereka juga memerlukan[34]. Dan siapa yang dijaga dirinya dari kekikiran[35], maka mereka itulah orang orang yang beruntung

[31] Imam Bukhari meriwayatkan dengan sanadnya yang hingga kepada Abu Hurairah radhiyallahu 'anhu, bahwa ada seorang yang tiba kepada Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam, kemudian Beliau meminta jamuan kepada istri-istrinya, namun istri-istrinya menjawab, “Kita tidak mempunyai apa-apa selain air.” Maka Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda, “Siapakah yang mau membawa orang ini (ke rumahnya) dan menjamunya?” Lalu salah seorang Anshar berkata, “Saya.” Maka ia pergi dengannya menemui istrinya, ia berkata, “Muliakanlah tamu Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam.” Istrinya menjawab, “Kita tidak mempunyai apa-apa selain masakan untuk anak-anakku.” Ia (suaminya) menjawab, “Siapkanlah makananmu, nyalakan lampu dan tidurkanlah anak-anakmu ketika mereka hendak makan malam.” Maka istrinya menyiapkan makanannya, menyalakan lampunya dan menidurkan anak-anaknya, kemudian ia berdiri seolah-olah sedang memperbaiki lampunya, kemudian ia memadamkannya. Keduanya (Suami dan istri) seolah-olah memperlihatkan kepada tamunya bahwa keduanya makan, sehingga keduanya tidur malam dalam keadaan lapar. Ketika tiba pagi harinya, maka ia mendatangi Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam, kemudian Beliau bersabda, “Tadi malam Allah tertawa atau takjub melihat perbuatan kau berdua.” Maka Allah Subhaanahu wa Ta'aala menurunkan ayat, “Dan mereka mengutamakan (Muhajirin), atas dirinya sendiri, meskipun mereka juga memerlukan. Dan siapa yang dijaga dirinya dari kekikiran, maka mereka itulah orang orang yang beruntung.”

[32] Di antara sifat mereka yang indah yaitu bahwa mereka menyayangi orang-orang yang berhijrah kepada mereka. Hal itu, lantaran mereka cinta lantaran Allah; mereka pun menyayangi orang-orang yang mencintai-Nya dan membela agama-Nya.

[33] Ayat ini sanggup juga diartikan, “Dan mereka tidak menaruh rasa iri dalam hati mereka terhadap apa yang diberikan kepada mereka (Muhajirin), “ berupa kelebihan dan keutamaan yang Allah berikan. Ayat ini memperlihatkan selamatnya hati mereka (orang-orang Anshar) dan tidak adanya rasa dengki dan iri di hati mereka kepada kaum muhajirin. Ayat ini juga memperlihatkan bahwa kaum muhajirin lebih utama dari kaum Anshar lantaran Allah Subhaanahu wa Ta'aala menyebutkan mereka lebih dahulu dan lantaran mereka menggabung antara membela dan berhijrah.

[34] Yakni di antara sifat orang-orang Anshar sehingga mereka unggul di atas yang lain yaitu Iitsar, yaitu perilaku mengutamakan orang lain daripada diri sendiri meskipun mereka membutuhkannya. Hal ini tidaklah muncul kecuali dari sopan santun yang higienis serta menyayangi Allah di atas kecintaan kepada apa yang disenangi jiwa. Kebalikan dari Iitsar yaitu atsarah yang artinya mementingkan diri sendiri. Akhlak ini (atsarah) yaitu sopan santun tercela lantaran termasuk kebakhilan dan kekikiran, sedangkan orang yang diberi perilaku iitsar, maka ia telah dijaga dari kekikiran dirinya.

Kedua golongan yang disebutkan dalam ayat di atas (8 dan 9) yaitu golongan Muhajirin dan Anshar yaitu kedua golongan yang utama lagi bersih. Mereka yaitu para sahabat yang mulia yang menjadi para pemimpin kebaikan. Mereka mengumpulkan banyak kebaikan, kemuliaan dan kelebihan sehingga mendahului generasi setelah mereka dan menyusul generasi sebelum mereka. Generasi setelah mereka juga akan mendapat keutamaan jikalau berjalan mengikuti mereka (kaum Muhajirin dan Anshar) sebagaimana yang disebutkan dalam ayat selanjutnya.

[35] Dan dari tamak terhadap harta. Termasuk menjaga dari kekikiran diri yaitu menjaga diri dari kekikiran dalam mengerjakan semua yang diperintahkan Allah, lantaran apabila seorang hamba dijaga dari kekikiran dirinya, maka ia akan melaksanakan perintah Allah dengan suka rela dan lapang dada dan dirinya rela meninggalkan apa yang tidak boleh Allah Subhaanahu wa Ta'aala meskipun ia menyukainya. Ia pun akan mengorbankan hartanya di jalan Allah dan mencari keridhaan-Nya. Dengan begitu tercapailah keberuntungan. Berbeda dengan orang yang ditimpa perilaku kikir untuk berbuat baik, dimana hal ini merupakan sumber keburukan dan materinya.

10. Dan orang-orang yang tiba sehabis mereka (Muhajirin dan Anshar), mereka berdoa[36], "Ya Tuhan Kami, ampunilah kami dan saudara-saudara kami yang telah beriman lebih dahulu dari kami[37], dan janganlah Engkau tanamkan kedengkian dalam hati kami terhadap orang-orang yang beriman. Ya Tuhan kami, sungguh, Engkau Maha Penyantun lagi Maha Penyayang."

[36] Untuk diri mereka dan seluruh kaum mukmin. Doa ini mengena kepada seluruh kaum mukmin yang terdahulu dari kalangan para sahabat, sebelum mereka dan setelah mereka. Hal ini termasuk keutamaan iman, dimana kaum mukmin sanggup memperoleh manfaat dari keimanan sebagian mereka dari sebagian yang lain dan doa dari sebagian mereka kepada sebagian yang lain lantaran ikut serta dalam keimanan yang menghendaki untuk mengikat persaudaraan antara kaum mukmin, dimana di antara cabangnya yaitu satu sama lain saling mendoakan dan saling mencintai. Oleh lantaran itulah, dalam doa ini Allah Subhaanahu wa Ta'aala menyebutkan penafian ghil (dengki dan dendam) baik sedikit maupun banyak, dimana apabila ghil itu tidak ada, maka akan tetap kebalikannya, yaitu kecintaan antara kaum mukmin, saling berwala (membela), menasihati dan lain sebagainya yang termasuk hak orang-orang mukmin.

[37] Dalam ayat ini Allah Subhaanahu wa Ta'aala menyifati generasi setelah sahabat dengan iman, lantaran ucapan mereka, “Yang telah beriman lebih dahulu dari kami” memperlihatkan keikutsertaan mereka dengan keimanan, dan bahwa mereka mereka mengikuti para sahabat dalam beraqidah dan dalam beragama. Mereka ini yaitu Ahlussunnah wal Jama’ah. Allah Subhaanahu wa Ta'aala juga menyifati mereka dengan mengakui dosa dan beristighfar darinya serta permohonan ampun mereka untuk saudara mereka, perjuangan mereka untuk menghilangkan rada iri dan dendam dari hati mereka terhadap saudara mereka kaum mukmin lantaran doa tersebut menghendaki demikian, dan supaya mereka menyayangi saudara mereka sebagaimana mereka menyayangi diri mereka, bersikap lapang dada kepada mereka di waktu hadir maupun di waktu tidak hadir, di masa hidup maupun setelah mati. Ayat ini juga memperlihatkan bahwa hal itu termasuk hak-hak kaum mukmin yang satu dengan yang lain. Selanjutnya mereka tutup doa mereka dengan dua nama Allah Yang Mulia yang memperlihatkan sempurnanya rahmat Allah, sangat sayang, serta berbuat ihsan kepada mereka yang di antaranya yaitu dengan memberi mereka taufiq untuk memenuhi hak Allah dan hak-hak hamba-Nya.

Dalam ayat ini juga tersirat perilaku yang harus kita lakukan terhadap para sahabat, yaitu menyayangi mereka, mengucap taradhhiy (radhiyallahu 'anhum), menjaga verbal dari menjelekkan mereka, menyebutkan keutamaan mereka, menahan diri dari perselisihan yang terjadi di antara mereka, meyakini bahwa mereka tidak ma’shum dan bahwa perselisihan di antara mereka itu terjadi lantaran ijtihadnya, yang benar mendapat dua pahala dan yang salah mendapat satu pahala. Di samping itu, mereka (para sahabat) mempunyai keutamaan dan kebaikan yang besar yang menghilangkan keburukan yang terjadi di antara mereka jikalau memang terjadi.

Kaum Mukminin itu saudara seagama dan seakidah, walaupun garis keturunan mereka, negara mereka maupun zaman mereka berjauhan


Posting Komentar untuk "Kumpulan Tafsir Al Hasyr Ayat 1-10"